duapuluhsatu

203 29 8
                                    

Memainkan bolpoint di tangan, Hesa memandang penjelasan di depan sana tanpa bisa fokus pada apa yang dibicarakan pembicara. Otaknya mengebara ke hari sebelumnya, tepatnya ke saat dia dan Sean kencan dadakan. Hahah, bocah itu begitu bahagia hanya dengan ngopi bareng sambil ngelihatin orang berlalu-lalang, lho!

Serius, eh! Kemarin, Sean semangat sekali memegangi tangannya, kau tahu? Dia tak mempedulikan kopinya yang mendingin dan bodoh amat dengan orang yang melihat. Bahkan dia pun terang-terangan membelai tangannya dengan berceletuk kagum terhadap tulang seksi di sana. "Woaaa ... indah banget ..." gumam bocah itu dengan mata berkilau, berbinar. Senyumnya bahkan melengkung sebelum dia bawa tangan Hesa ke depan bibir dan dia kecup.

Hesa tersentak saat itu. Otak memerintah tangan untuk menarik diri, hanya saja Hesa urung melakukannya ketika melihat Sean begitu tulus mengagumi sesuatu pada dirinya yang menurutnya biasa saja.

Dan itu lucu. Reaksi Sean lucu.

Karenanya, sambil menenggak kopi hitam, Hesa menikmati momen ini.

Entah gimana ceritanya, si pemateri di depan acara pelatihan tadi sedang menjelaskan syaraf tangan secara medik dan respon apa saja yang dilakukan saraf itu. Hal inilah yang menyebabkan pikiran Hesa beralih dan membayangkan kejadian kemarin. Tak hanya momen tangan ... Hesa pun membayangkan momen dia berlarian dengan Sean mengejar. Dia juga mengingat bagaimana dia tertawa di tengah keringat bercucuran. Ah, sial. Kencan mereka manis sekali kemarin!

Indahnya pengalaman yang sedang menari-nari dalam ingatan, membuat tangannya tanpa sadar menggambar hati di ujung kertas kosong yang dia hadapi lalu di sana dia menuliskan HeSen di tengahnya. Lalu serekah senyum melengkung di wajah tegas itu.

Senyuman yang tak luput dari perhatian beberapa pihak, termasuk Andre.

Ah. Kebucinan level akut yang mulai menggerogoti ke-cool-an Hesa, memang tak pernah luput dari mata pemuda satu ini.

Dia menyadari segala perubahan pada saudaranya itu, kau tahu? Dan jujur ... hari ini yang paling parah.

Karena kini cinta merajah netra Hesa.

Karena kini manik coklat itu menatap gawainya ... sarat akan pendangan kasih dan sayang.

Dan itu membuatnya tahu ...

Dia sudah kalah. Dia sudah terganti.

Menghela napas panjang, Andre mengambil ponselnya. Ini sudah hampir isoma ashar dan dia ingin mengintip si pelipur lara barang kali kirimkan pesan. Bukan maksudnya menjadikan Herma sebagai tempat pelarian, tapi demi masa depan mereka ... demi membuat orang yang mereka cintai bahagia tanpa sembilu melukai mereka terlalu dalam ... mereka membutuhkan satu sama lain.

Biasanya sex bisa mengalihkan pikiran. Andre berpikir mau mengajak remaja itu untuk coli bersama di kamar mandi bersama ponsel—phonesex maksudnya. Toh hari ini Andre sengaja membawa tomat-tomat kecil. Kata Herma, tomat bisa berubah fungsi jadi bola untuk memenuhi anusnya. Dan kalau menggunakan tomat, mereka tak perlu khawatir akan patah lalu sisanya tertinggal.

Benar, awalnya Andre membuka ponsel untuk tujuan lucnut. Tapi nah. Semua berubah dalam sekejap. Dia menyesali apa yang dia lakukan. Saat hp kunci terbuka, seketika itu juga napasnya tercekat. Matanya pun membelalak.

Sebuah nama ... nama yang tak pernah menghubunginya kalau tidak ada yang penting, dalam tampilan notifikasi mengirimkan sebuah gambar yang entah apa. Hanya saja perhatian Andre semua tertumpah pada pesan yang mengikuti—

Diana : bang. Ini mas Desta kan?

—Pesan yang membuatnya berhenti bernapas dan langsung mengetuk pesan untuk membaca lebih lanjut seiring juta tanya berlarian dalam benak.

Dan rasanya tenaga Andre hilang seketika saat sebuah foto ... terpampang di sana; Hesa. Benar-benar Hesa. Dia sedang ... berkeringat di depan ring basket dan tengah memposisikan diri untuk shoot. Dari cahayanya ... sepertinya senja. Lalu dari kondisi lapangannya, rimbun pepohonan dan suasananya ... taman menteng kah? Dengan siap—

Pemikiran Andre seketika berhenti ketika menyadari jika ini adalah gambar screenshot instasam. Dan nama pemilik instasam yang tidak diblur itu ... @sendwita; Sean. Dwiki. Ardanta. J-JIANCUK! BAJING! BANGSAD! SEAAAAAAANNNNN! LU MO PAMER GANTENGNYA COWO LU YANG ADA LU MALAH NGEBUNUH ORANG YANG LU CINTA, GOBLOOOOOK!

Belum juga Andre bangun dari keterkejutannya, ponselnya bergetar. Pesan lain masuk. Dan masih dari orang yang sama.

Diana : temenin gue cari mas Desta, bang. Please?

Seketika Andre melengos dan merebahkan kepalanya ke atas meja. Gerakan yang mengundang perhatian Hesa tentu saja. Kakaknya ini spontan mengerutkan kening dan memandangnya penuh makna. Tanpa orang itu buka mulut, Andre tahu Hesa bertanya: ada apa? Mukamu kusut kek majun (gombal). Yang hanya dibalas Andre dengan gelengan sebelum dia memutar kepalanya, menghadap ke bawah dan memainkan ponselnya di atas paha.

Andre : lu tau gue sibuk Di.—katanya, berharap adiknya akan menyudahi pesan singkat ini. Tapi tetot. Diana sekeras kepala Hesa. Belum juga menit berganti, sudah ada balasan.

Diana : ya sudah. Gue cari sendiri. Tapi kalau gue nggak pulang dan mati, bilang ayah kalau lu yang bunuh gue ya.

Andre seketika menganga. What the puck?! Mati? Mau ngapain coba Diana sampai mati? Perang sama Sean gitu rebutan Hesa? Hah?

Andre : lu kalau mo bundir, inget ... kalau lu jadi setan, bang Hesa kaga akan bisa lihat lu.

Chat yang seketika membuat Andre menjerit, "AAAAAAAAA!!!" sambil mengangkat kepalanya dan ponselnya ke udara. Mukanya pucat pasi dengan segala keterkejutan merajah wajah. Hesa yang berada di sampingnya sampai tersentak dengan seruan ini. Ruangan pun menghening.

Sadar dengan ini, Andre kontan berdiri dan pamit ke belakang. Dalam proses, satu balasan beruntun masuk ke hpnya, dari Diana.

Diana : Hesa? Hesa siapa bang?

Diana : lu salah ketik?

Diana : atau ...........

Diana : gue harap lu enggak menyembunyikan apapun, bang.

.

.

[tbc]

[SORRY BARU BISA UPDAAATE!!! DIKIT PULA!! RL MENGGILA. HUHUHU!! (akhir tahun sih, kerjaan digradak semua) anw, happy reading!]

BL : URAKANWhere stories live. Discover now