.
Seungyoun tak pernah sepanik ini sebelumnya, tidak dalam dua puluh tiga tahun hidupnya di dunia. Sangat paham dengan kondisi saat ini, ia tidak berpikir dua kali membuka kasar sebuah pintu yang sebelumnya menghalanginya melihat sang leader. Han Seungwoo ada di sana, dengan senyum teduh dan sebuah kedipan manis, juga ponsel yang ada di genggamannya. Baru saja lelaki itu mengambil sebuah gambar dirinya sendiri. Kepala Seungwoo menoleh, mendapati Seungyoun berdiri dengan tatapan sendu di ambang pintu. Pandangan khawatir itu tidak perlu lagi ditafsirkan karena Seungwoo jelas paham itu semua untuk dirinya—juga rasa ngilu sialan yang masih saja tinggal di lututnya.
"Seungyoun-ah? Ada apa? Mencari sesuatu—"
Tubuh Seungwoo oleng dan hampir saja jatuh di permukaan ranjang jika satu tangannya tidak menahan beban dari dua badan yang saling berhimpitan. Seungyoun baru saja menubruknya, berada dipangkuan dengan melingkarkan kedua lengan pada leher Seungwoo dan menyusupkan kepala di perpotongan lehernya. Seungwoo hanya tersenyum, lalu meletakkan ponsel di nakas dan membiarkan kedua tangannya bebas menepuk punggung Seungyoun yang semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku yang sakit, tapi mengapa kau yang manja seperti ini?"
Sengyoun tidak menjawab.
"Youn-ah?"
Seungwoo berusaha mundur, menarik tubuh Seungyoun dan berusaha melihat wajah yang lebih muda. Namun, ia sempat menyesal ketika Seungyoun mengangkat kepalanya. Wajah sendu itu memerah dan matanya berkaca-kaca. Mungkin satu kedipan saja bisa membuatnya tumpah dan Seungwoo yakin itu tidak akan berhenti dalam waktu sebentar. Bibir pucat Seungyoun sedikit bergetar, ingin mengucapkan sesuatu, tapi tertahan.
"Ada apa, hm? Kau rindu ibumu? Ingin menghubunginya atau—"
Seungwoo tidak bisa meneruskan pertanyaan kala cairan bening itu tumpah. Satu tetes dari sisi kiri, dan tetes lain menyusul, berlomba lomba menuruni pipi Seungyoun. Tidak ada isakan atau suara rengekan keras darinya, tapi melihatnya membuat hati sang leader berdenyut nyeri. Tahu itu karena dirinya, Seungwoo mengangkat tangan, berusaha menghapus air mata sang all-rounder dengan mengusapkan ibu jarinya di pipi dan bibir itu dengan lembut, berharap setiap sentuhannya bisa menghentikan tangis Seungyoun.
"Hyung, apa itu sakit? Sakit sekali? Sesakit itu sampai membuatmu—"
Bibir Seungyoun yang tadinya masih ingin bertanya dibungkam dengan milik Seungwoo. Hanya sentuhan singkat. Tiga detik saja kemudian bibir mereka kembali terpisah, digantikan hidung Seungwoo yang menyatu dengan hidung Seungyoun, kemudian digesekkan pelan. Lelaki yang lebih tua melempar pandangan sayang yang dibarengi dengan senyuman teduh menenangkan. Dua telapak tangannya masih menangkup pipi yang lebih muda.
"Sakit. Tapi lebih sakit melihatmu menangis seperti ini."
"Seungwoo Hyung, maaf."
"Tidak apa-apa, Seungyounnie. Aku tahu kau dan yang lain khawatir. Aku yang seharusnya minta maaf karena aku tidak sekuat yang kalian harapkan."
Seungyoun menggeleng pelan, kembali menimbulkan gesekan di kedua hidung milik mereka.
"Aku yang seharusnya minta maaf. Hyung menganggapku seseorang yang bisa diandalkan, tapi aku bahkan tidak bisa berdiri di sampingmu."
Pada akhirnya kedua wajah mereka berjarak saat Seungwoo memilih memundurkan tubuhnya dan melepas kedua tangan dari pipi Seungyoun. Seungwoo memilih menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, tangannya memberi tanda agar Seungyoun mendekat dan duduk di sampingnya. Perintah itu dituruti begitu saja, diikuti sebuah rangkulan yang membuat Seungyoun berada dalam kehangatan lengan dan tubuh Seungwoo.
"Kau sudah mengirimkan Hyeongjun untuk membantuku dan aku sangat berterimakasih karena itu. Kau tetap Cho Seungyoun, all-rounder yang sangat bisa aku andalkan, satu-satunya."
Dekapan itu mengerat hingga rambut Seungyoun menempel pada kepala sang vokalis utama. Detik berikutnya, Seungyoun bisa merasakan sebuah kecupan menempel diantara surai hitam miliknya. Tentu saja itu adalah sebuah obat penenang. Bukan hanya untuk Seungwoo, tapi juga Seungyoun.
"Karena ini sudah malam, dan aku tahu semua orang mengkhawatirkanku, bisakah aku mengunggah selca milikku dan menyapa penggemar, Seungyounnie?"
Yang ditanya hanya mendongak lalu mengangguk dengan sebuah senyum tulus meskipun masih tersirat kekhawatiran di sana. Han Seungwoo, leader yang paling dicintainya, masih seperti biasa. Kuat dan mengagumkan.
Seungwoo mengambil kembali ponsel yang sempat terabaikan, lalu mengetik beberapa kalimat dan mengunggahnya bersama foto yang sempat diambilnya sebelum Seungyoun datang, di laman fancafe milik grupnya. Setelah berhasil, Seungwoo kembali meletakkan benda elektronik itu di nakas kemudian menatap Seungyoun yang sempat melamun selama kegiatannya online-nya.
"Youn-ah?"
Seungyoun menoleh.
"Karena aku sedang tidak baik dan butuh istirahat, bisakah aku mendapat energiku semalaman penuh?"
Seungwoo mendapati lelaki di pelukannya mengangguk samar.
"Apa perlu aku meminta manager menemani Hyung ke rumah sakit?"
Seungwoo terkejut., lalu menggeleng cepat dengan rangkulannya yang semakin mengerat.
"Tidak perlu. Aku akan baik-baik saja selama pengisi dayaku berada di sini bersamaku, ok?"
"Apapun asalkan besok kau kembali sehat. Ambil energi sebanyak yang kau mau, Hyung."
.
'Peluk aku sepuasmu sampai itu bisa menghilangkan lelah dan sakitmu, selama apapun sampai itu bisa membuatmu kuat lagi, Seungwoo Hyung'
.
.
.
W/N:
Masih baper dan ini semacam pelampiasan dari jeritan hati. Jaga kesehatan, Woo. Kita semua sayang!
We love ya!
The way he ask Hyeongjun to help Seungwoo--dalam imajinasi saya untuk cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MOST ONE ✔
Short StorySHORT STORIES FROM THE LEADER AND HIS BELOVED ALL-ROUNDER. X1'S HAN SEUNGWOO - X1'S CHO SEUNGYOUN. RYEONSEUNG. WOO AND YOUN.