FIGHT THE NIGHT

973 194 10
                                    

.

Seungyoun baru saja melepas ear-in miliknya ketika seseorang melewatinya begitu saja. Lelaki itu terburu-buru hingga tanpa sadar menabrak bahu Seungyoun dengan kasar tanpa menoleh sedikitpun apalagi meminta maaf, seperti yang biasa ia lakukan. Jasnya yang terlihat basah disampirkan di lengannya sambil berlari keluar dari backstage tempat mereka beristirahat.

Seungyoun hanya bisa mendesah lelah melihat punggung itu hilang dari pandangannya saat pintu ruangan mereka ditutup dari luar.

Apakah ini masih belum selesai? Apakah lelaki itu masih akan menutup diri dan memendam masalah sendiri? Apakah dirinya sudah tidak cukup bisa dijadikan penguat?

Seungyoun memejamkan matanya erat, mendongak sebentar untuk mencegah buliran-buliran itu keluar. Tidak bisa. Tidak di sini. Tidak di depan adik-adiknya yang masih berusaha mengais udara yang tadi sempat mencekik mereka karena keadaan.

Namun sebuah tangan menepuk pelan pundaknya. Dilihatnya senyum lembut itu ditujukan untuknya. Saat itu juga Seungyoun tahu jika keadaan di sini bisa ia serahkan pada lelaki di depannya ini, yang tengah mengangguk untuk meyakinkannya.

"Susul pria pemikir berlebihan itu, Youn. Aku serahkan padamu sebagai pawangnya."

Seungyoun tertawa kecil. Bahkan di saat seperti ini Wooseok tetap bisa membuat aura ceria yang luar biasa. Maka dari itulah, Seungyoun membalasnya dengan sebuah pelukan, tanda kepercayaannya pada rekan seumurannya itu untuk membantu mengurus adik-adik mereka.

"Terima kasih. Aku serahkan makhluk-makhluk menggemaskan itu padamu, Seok-ah. Jangan biarkan mereka makan ceker ayam pedas berlebihan, ok?"

.

Mata rubahnya menangkap siluet pria yang kini hanya memakai vest-nya itu tengah berdiri membelakanginya. Punggung lebar yang biasa ia jadikan sandaran itu nampak rapuh. Rambut-rambut halus sewarna langit malam itu tertiup angin yang cukup panas, membuat Seungyoun ingin menyentuhnya dan mengusapnya dengan sayang.

Lelaki itu juga masih tak menyadari ketika Seungyoun mulai melangkah dan mengikis jarak diantara mereka. Seungyoun menatap sendu ketika melihat sang pria yang biasanya terlihat begitu kuat dengan wajah menatap tajam ke depan, kini menunduk dengan bahu yang mulai bergetar. Apakah begitu besar efek dari keadaan mereka saat ini hingga membuat lelaki itu terlihat bisa hancur dengan satu sentuhan saja?

Seungyoun menggeleng kuat.

Tidak.

Tidak mungkin.

Orang di depannya ini adalah yang terhebat, terkuat yang pernah ada, terbaik untuknya dan juga anggota grupnya. Tidak akan bisa dengan yang lain. Tidak akan pernah ada selain dirinya.

Seungyoun yang sudah tidak bisa menahan, memilih menubrukkan wajahnya pada punggung sosok favoritnya. Hidungnya terasa sedikit sakit ketika bergesekan dengan kain vest yang membungkus tubuh besar di hadapannya. Kemudian kepalanya mendongak, menyusup diperpotongan leher yang masih berjejak keringat. Lengan Seungyoun melingkari pinggang itu, mengeratkan pelukan. Berharap semua yang dilakukan bisa membuat leader-nya kembali seperti biasa.

"Wooseok titip salam padamu, ia bilang jangan menangis dan berpikir sendiri. Lalu ia menyuruhku kemari, tapi bahkan kau tidak menyadari kedatanganku."

Tidak ada respon dari kalimat Seungyoun yang panjang lebar.

"Halo, Seungwoo hyung! Kau mendengarku?"

Teriakan Seungyoun di telinga Seungwoo membuat yang lebih tua tersentak kaget dan membuat pemuda all-rounder itu tertawa pelan meskipun matanya masih terlihat sendu.

Seungyoun melepas pelukannya untuk membuat sang leader berbalik dan menatapnya. Sempat ia menyesal melakukannya karena Seungwoo terlihat rapuh dengan jejak-jejak air mata di pipi dan ujung hidung mancung kesukaannya itu berwarna merah. Namun bukan Seungyoun jika ia hanya diam. Kedua tangannya terangkat, menyisir rambut Seungwoo yang basah karena keringat dan merapikannya hingga kedua mata sendu itu bisa bebas dilihatnya. Kemudian turun ke pipi, mengusapnya lembut penuh cinta.

"Kau jelek, hyung. Aku tidak menyangka seorang Han Seungwoo bisa sampai seperti ini. Padahal kemarin aku sudah menawarkan diri. Kau bisa mengajakku jika ingin menangis dan butuh teman untuk mengambilkanmu tisu, hm?"

Seungwoo masih diam tanpa respon. Namun tidak butuh tiga detik untuknya meraih tubuh Seungyoun dalam dekapan. Hidungnya menyentuh pundak Seungyoun yang kini mulai kembali basah. Bahu Seungwoo lagi-lagi bergetar ketika Seungyoun mengusap punggung leadernya.

"Tidak apa-apa, Seungwoo hyung. Kau boleh menangis. Kita boleh menangis."

Seungyoun tersenyum ketika ia merasakan Seungwoo mengangguk samar.

"Jangan lama-lama menangisnya. Kita masih punya agenda hi-touch, hyung."

Lagi-lagi Seungwoo hanya mengangguk.

"Setelah ini pake jasmu, rapikan rambut dan riasan wajahmu. Angkat dagumu karena aku juga akan begitu. Aku, kita, semua akan tetap berdiri bersama sampai saat itu tiba. Jadi hyung, jangan khawatir. Kita balas cinta penggemar dengan senyum dan kebahagiaan menikmati kebersamaan kita."

"Terima kasih, Seungyounie. Terima kasih."

Pelukan itu semakin mengerat ketika Seungyoun mencium pelipis lelaki yang lebih tua. Namun Seungyoun memutuskan untuk mendorong pelan tubuh Seungwoo hingga berjarak dengannya. Tangan itu meraih jas milik Seungwoo di tangannya, lalu memakaikannya di bahu sang leader yang kini mengulas senyum kecil pada Seungyoun.

"Jangan karena udara di sini lebih panas kau bisa melepas bajumu seenaknya, ya. Aku tidak suka jika nanti saat kita pulang kau sakit dan terkena flu, hyung."

Ya itulah Seungyoun, dengan perhatian dan sejuta kebaikan. Itu Cho Seungyoun-nya. Itu pilar dan sumber kekuatannya. Seungyoun adalah segalanya.

.

.

.

W/N: maapkeun masih emo saya huhuhu.

W/N: maapkeun masih emo saya huhuhu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE MOST ONE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang