Lidya memasuki ruangan kerja milik Melody dengan wajah yang tidak bersahabat, dirinya masih kesal dengan kejadian ketika di cafe, dimana dirinya sedang menguping percakapan Jeffry dan Vanka lalu mengetahui sebuah fakta yang mengejutkan.
"Kamu kenapa? Muka kamu kok gitu?." Melody bingung, tidak biasanya Lidya bersikap seperti itu.
Lidya hanya diam lalu menggelengkan kepalanya, dia malas untuk berbicara. Begitulah Lidya, dia malas untuk berbicara ketika dirinya sedang marah dan memilih untuk diam.
Melody mengerutkan keningnya, sikap Lidya semakin membuat Melody bingung. Melody memilih untuk memperhatikan Lidya, dia tahu Lidya tida suka diperhatikan, mungkin dengan cara ini Lidya akan membuka suara.
"Jangan liatin aku." Ketus Lidya.
"Gimana gak mau liatin, sikap kamu tiba-tiba kayak gitu tanpa sebab, kamu diemin aku sedaritadi." Ucap Melody.
Lidya sadar sikapnya sangat salah, dia sedang kesal dan marah kepada Jeffry namun Melody yang kena imbasnya.
"Maaf, aku lagi gak mood." Ucap Lidya.
"Mendingan kamu istirahat, tenangin pikiran kamu." Melody tahu bahwa Lidya menyembunyikan sesuatu darinya, namun Melody tidak ingin bertanya karena itu akan membuat mood Lidya semakin hancur.
Lidya membaringkan tubuhnya diatas sofa yang empuk lalu memejamkan matanya, Lidya berusaha menenangkan hati dan pikirannya agar amarahnya meredah. Lidya memilih untuk tidak memberitahu Melody tentang hal itu, dia ingin membongkarnya langsung ketika Jeffry kembali lagi kerumah Melody.
"Tadi 5 orang pegawai minta gaji mereka, katanya kalo sampai lusa gaji mereka gak dibayar maka mereka bakal keluar dari perusahaan ini." Ucap Melody.
Lidya membuka matanya lalu menatap Melody. "Mel, aku udah bilang mendingan kamu jual perusahaan ini, soal gaji ketika kamu dapet uangnya kamu bisa langsung bayar mereka." Sebenarnya Lidya sudah capek mengatakan ini kepada Melody.
Lebih baik Melody menjual perusahaan ini, karena hasilnya bisa untuk membayar gaji para karyawa, hutang perusahaan dan sisanya sebagai modal awal Melody dalam membuka usaha. Namun sangat disayangkan, Melody terlalu keras kepala untuk mengikuti apa yang Lidya ucapkan.
"Aku bisa jual mobil buat bayar gaji sama hutang perusahaan." Ucap Melody.
Lidya memijat kepalanya yang tiba-tiba pusing, Melody terlalu keras kepala untuk mempertahankan perusahaannya ini sehingga membuat Lidya tidak sanggup lagi untuk mengingatkan Melody agar menjual perusahaan ini, hasilnya juga akan sama.
"Terserah kamu." Lidya malas untuk berdebat dengan Melody.
"Lid, kamu bolehkan bantu aku jualan mobil punya aku? Kalo aku sendiri yang ada lama lakunya." Mohon Melody.
Lidya mengangguk. "Iya, nanti aku bantu." Ucapnya.
"Kamu udah makan siang, Lid?." Tanya Melody.
"Enggak, aku cuma minum doang tadi." Jawab Lidya.
"Makan yuk, aku udah laper nih." Ucap Melody.
Lidya berdiri lalu mengambil kotak makanan yang ada didalam tas miliknya, Lidya menaruh kotak makanan itu diatas meja kerja milik Melody.
"Hemat uang, Melody." Tegur Lidya.
Lidya sengaja membawa bekal itu ke kantor, bukan untuk dirinya melainkan Melody. Dia tahu Melody jarang sekali membawa bekal karena Melody sudah terbiasa makan di restoran, makanya Lidya berinisiatif untuk membawa bekal.
"Kamu gak makan?." Tanya Melody.
"Kamu tahu kan aku jarang makan siang." Jawab Lidya.
Melody sampai lupa, Lidya memang sudah terbiasa jarang makan siang. Melody membuka bekal tersebut, isinya telur dadar dan nasi yang dia buat tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Turn Back Time✔
FanfictionMelody dan Nabilah adalah sepasang kakak beradik yang tinggal tanpa kedua orangtua, ibu mereka meninggal setelah melahirkan Nabilah dan ayah mereka meninggal akibat serangan jantung. Hari-hari mereka dipenuhi dengan pertengkaran, Melody yang bersifa...