Saat ini Melody dan Lidya sudah berada di rumah sakit, sementara Nabilah masih diperiksa oleh dokter. Melody terus saja menangis, saat ini dia merasakan penyesalan. Andai saja dia tidak egois, pasti Nabilah akan baik-baik saja.
Lidya memeluk Melody. "Nabilah pasti baik-baik aja, dia anak yang kuat." Lidya mencoba menguatkan Melody.
Sebenarnya saat ini Lidya juga terpukul dengan keadaan Nabilah, seharusnya dirinya menahan Nabilah saat itu. Namun Lidya mencoba bersikap tegar, dia sadar Melody lebih membutuhkan seseorang yang bisa menguatkannya.
"Nabilah, maafin Kakak." Itulah yang selalu Melody katakan.
Melody belum siap kehilangan Nabilah, lebih baik Melody kehilangan semua hartanya daripada kehilangan Nabilah. Melody merasa sangat bodoh karena tidak bisa menjadi Kakak yang baik bagi Nabilah, padahal Melody sudah berjanji akan menjaga Nabilah.
"Sekarang kita berdoa buat keselamatan Nabilah." Lidya menghapus air mata Melody itu.
"Aku gak mau kehilangan Nabilah, Lid. Aku sayang dia." Melody semakin menangis.
Melody mengingat perkataannya pada Nabilah sebelum Nabilah tertabrak mobil. Andai saja Melody bisa, dia akan menarik perkataannya itu. Apa Tuhan mendengar harapan Melody yang tidak ingin mempunyai seorang Adik? Melody benar-benar tidak serius mengatakan itu, sekarang dia menyesal, sangat menyesal.
"Dek, bertahanlan. Kakak janji akan berubah, Kakak janji akan menyayangi kamu asalkan kamu bertahan, Kakak masih butuh kamu, Kakak gak mau kehilangan kamu, Adik yang Kakak sangat cintai."
Melody terus berdoa untuk keselamatan Nabilah, rasa sesal itu selalu saja Melody rasakan. Ini sangat menyakitkan bagi Melody melihat Nabilah didalam sana sedang berjuang, dadanya begitu sesak sampai-sampai bernafas pun terasa sulit. Malam ini adalah malam yang sangat menyedihkan, Melody ingin kembali ke masa dimana Nabilah masih dalam keadaan baik-baik saja, dia ingin memperbaiki semuanya.
Sudah 1 jam lamanya Melody menunggu kabar dari dokter tentang keadaan Nabilah, Melody berharap dokter keluar dari ruangan itu lalu mengatakan bahwa Nabilah baik-baik saja, itu yang Melody inginkan. Tak lama kemudian, dokter keluar dengan tatapan sulit diartikan.
"Gimana keadaan Adik saya, Dok?." Tanya Melody.
Dokter itu menghembuskan nafas berat. "Pasien dalam masa kritis karena benturan yang sangat keras, saat ini pasien dinyatakan koma dan kami tidak tahu kapan dia bisa sadar." Ucap dokter itu dengan wajah menyesal.
Melody menggelengkan kepalanya. "Enggak, Dok. Pasti Adik saya baik-baik aja, dia anak yang kuat." Melody seakan tidak percaya dengan ucapan Dokter tersebut.
"Anda yang sabar, lebih banyak berdoa untuk kesembuhan pasien. Saat ini pasien akan dipindahkan ke ruangan ICU." Dokter itu menepuk pundak Melody.
Tak lama kemudian para suster segera memindahkan Nabilah ke ruangan ICU, Melody melihat suster itu memasang alat bantu pernafasan, infus dan beberapa kabel yang entah apa namanya itu dipasangkan pada tubuh Nabilah.
"Silakan jika ingin melihat pasien, tetapi waktunya terbatas." Ucap salah satu suster tersebut.
"Terimakasih, Sus."
Melody dan Lidya segera masuk kedalam ruangan ICU itu, Melody menggenggam tangan Nabilah lalu memgelus kepala Nabilah dengan penuh kasih sayang. Melody tidak menginginkan ini, melihat sang Adik terbaring lemah dengan bantuan alat-alat medis.
"Kakak jadi inget, dulu sebelum tidur kamu pasti minta Kakak buat usapin kepala kamu." Bisik Melody.
Dulu, setiap malam sebelum tidur Nabilah selalu meminta Melody agar mengusap kepalanya, Nabilah mengatakan kepada Melody jika usapan Melody begitu nyaman sehingga membuat Nabilah tertidur nyenyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Could Turn Back Time✔
FanfictionMelody dan Nabilah adalah sepasang kakak beradik yang tinggal tanpa kedua orangtua, ibu mereka meninggal setelah melahirkan Nabilah dan ayah mereka meninggal akibat serangan jantung. Hari-hari mereka dipenuhi dengan pertengkaran, Melody yang bersifa...