Special Oneshoot 2

1K 52 8
                                    

Title: I Miss You









Sudah 3 tahun berlalu semenjak kejadian di danau itu, dia benar-benar tidak kembali dan memberi kabar saja tidak. Selama ini aku sangat merindukannya, percayalah. Aku tidak tahu dia dimana sekarang, tetapi percayalah aku akan mencarinya sampai akhir hidupku.

"I miss you so much." Lirihku.

Aku menulis tentang rinduku dalam buku harian ini, buku harian yang selama ini menyimpan banyak sekali kenangan. Aku sedikit tersenyum saat mengingat kenangan aku dengannya, bagaimana senyuman dan perlakuan hangatnya yang dia berikan untukku. Di ujung dunia sekali pun, aku akan terus mencarinya sampai membawaku bertemu dengannya.

"Bahkan ini sudah bertahun-tahun tetapi kenapa bayanganmu tidak bisa aku lupakan? Sampai sekarang aku masih merindukanmu, sangat Kak." Aku tidak ingat sudah berapa kali air mata ini jatuh karena mengingatnya.

Aku bersumpah, seberapa besar usahaku untuk melupakannya dan membuang kenangan ini tetap saja itu tidak akan bisa, hingga pada akhirnya aku menyerah dan kembali merindukannya.

"Aku selalu mengikuti suara hatiku, aku tidak akan pernah bisa melupakanmu, Kak."

Saat ini aku sudah menjadi seorang Dokter sesuai keinginannya, tetapi dia tidak ada disampingku. Aku hanya ingin dia disini, menatapku dengan tatapan bangga karena telah sukses. Ibu, dia terlihat biasa saja saat mengetahui aku telah menjadi seorang Dokter, sangat sakit.

Aku berjalan ke balkon kamarku, sinar matahari sore menyinari seluruh tubuhku ini. Tiada hari tanpa memikirkan dirinya dan tiada hari tanpa menangisinya. Dia seperti pelangi, jika aku berada disampingnya maka hari-hariku akan lebih berwarna. Sekarang? Hanya hitam putih, bahkan abu-abu.

"Bukan hanya pelangi, Kakak seperti bintang-bintang yang menyinari kegelapan malam, hidup aku sangat gelap tanpa Kakak." Aku seperti orang gila yang berbicara sendiri, itulah yang aku lakukan ketika merindukannya.

Jika aku hidup tanpa dirinya itu sama saja tidak ada gunanya, untuk apa hidup jika alasan untuk tetap hidup sudah pergi menjauh dan mungkin tidak akan kembali. Aku menatap ke bawah, mungkin jika aku lompat dari balkon ini tidak akan ada yang memperdulikannya, sekali pun Ibuku.

"Aku benar-benar merindukan Kakak, aku tersiksa." Aku mulai terisak.

Pikiranku sudah tidak sehat lagi dan tidak bisa berpikir jernih, aku berdiri diatas tembok dinding balkon ini dan memejamkan matanya. Tubuhku terasa sangat ringan kali ini dan membiarkan tubuh ini terjun bebas tidak peduli resikonya, setelah itu aku tidak merasakan apa-apa, sebuah tangan hangat mengenggam tanganku  dengan sangat erat seakan tidak ingin aku terjatuh.

"Kamu jangan gila, Dek."

Suara itu, suara yang sangat aku rindukan selama ini. Aku membuka matanya dan melihat Kak Melody sedang susah payah menahanku agar tidak jatuh.

"Kakak." Lirihku.

Akhirnya aku bisa melihat wajahnya kembali, aku tersenyum senang tanpa memperdulikan jika saat ini aku sudah diambang kematian.

"Kamu bodoh Nabilah, seharusnya kamu tidak melakukan hal ini." Dia memarahiku sembari menangis.

Aku sadar seharusnya aku tidak melakukan ini, masih ada Kakak yang membutuhkan aku.

"Tolong jangan lepaskan tangan ini, bahkan jika pada akhirnya kita tidak akan bertemu lagi." Aku tidak tahu apa setelah ini aku dan dia bisa bersatu kembali atau kita akan kembali berpisah.

Dengan sekuat tenaga dia menarik tanganku sehingga kakinya bisa menginjak balkon ini kembali, dia memelukku dengan sangat erat sambil menangis. Aku tidak membalas pelukannya, aku masih sedikit kecewa.

If I Could Turn Back Time✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang