🦋
Tabrakan antara seorang gadis berambut sebahu dan seorang gadis berjilbab putih tak bisa dihindari. Beberapa siswa-siswi yang melintas sempat melirik dan berbisik-bisik melihat kejadian pagi ini.
Gadis berambut sebahu bernama tag 'Deanita Sri Rahayu' itu mengulurkan tangannya hendak membantu. Tapi, gadis berjilbab itu tak menerima uluran tangannya. Ia bangkit sendiri.
"Maafkan saya," ucap gadis berjilbab putih itu sambil menelungkupkan kedua tangannya.
"Lain kali hati-hati," jawab Dea ketus.
Langkah Dea terhenti di depan pintu kelas XI IPA 3. Lagi dan lagi ada orang yang sengaja menabrak pundaknya hingga ia terhuyung ke belakang dan akhirnya jatuh.
"Aw," ringisnya.
Ada perasaan kesal semakin membuncah di dadanya. Dengan gerakan cepat Dea menarik seorang gadis berbandana pink yang tadi menabraknya.
"Lo sengaja, yah!" sentaknya.
"Ma-af Ka-k De-a," ucap gadis berbandana pink tersebut, kepalanya tertunduk dalam tak berani memandang kakak kelasnya itu.
Dea mendorong gadis berbandana pink tersebut hingga membentur meja. Masa bodo dengan rasa sakit yang di rasakan gadis itu. Dea melangkahkan kakinya masih dengan rasa kesal.
Ditengah emosi yang masih membuncah. Dea melangkah mendekati meja sekumpulan anak laki-laki. Ia tanpa aba-aba langsung menggebrak meja tersebut. Membuat beberapa anak terperanjat.
"Bayar kas woy! lo semua udah nunggak tiga minggu! Mau gue lipat gandain hah!!" Mendengar amukan Dea yang menggelegar membuat semua anak laki-laki menyerahkan uangnya. Terkecuali laki-laki yang sedang duduk di pojok kelas dengan santai menumpangkan kaki ke atas meja.
"DEAN!!" Teriakan Dea sanggup membuat teman-teman sekelasnya menutup telinga rapat-rapat.
Tapi, sayang yang dipanggil masih santai saja memainkan ponselnya. Seakan tuli dengan teriakan Dea, sang bendahara kelas.
Dea menarik earphone yang melekat ditelinga Dean. "Bayar woy!!"
Namun, Dean masih tak merespon. Ia malah berteriak heboh ketika suara khas mobile legend berbunyi 'triple kill' dan bunyi-bunyi lainnya yang bisa Dea kira laki-laki itu tengah mendapat jackpot karena mendapat kemenangan beruntun.
Emosi Dea semakin meletup melihat tak ada respon apapun dari Dean. Sudah hilanglah kesabarannya. Cara satu-satunya adalah merebut ponsel laki-laki itu. Dan ya, Dea melakukannya.
"Lo bisa sabar gak, sih?!" sewot Dea dengan tatapan setajam elang.
"Gak, cepet bayar!" balas Dea tak kalah sengit.
"Gak ada duit gue," sahut Dean enteng.
"Eh, lo udah nunggak lima minggu yah, cepetan bayar! Gak usah banyak alesan deh." Dea semakin kesal dengan sikap Dean yang membuatnya naik darah.
"Gue beneran gak ada duit, lo gak paham juga? Harus yah gue pake bahasa alien biar lo ngerti?" cela Dean tanpa filter.
"Huh, alasan klise. Yah, maklumlah orang tua lo kerja serabutan 'kan," sahut Dea meremehkan.
Tak ada respon dari Dean.
Emosi Dea benar-benar sudah berada dipuncak. Dengan gerakan kilat perempuan itu mengambil buku khusus kas kelas. Tanpa belas kasih ia menempeleng pipi Dean dengan itu.
Mata elang Dean menyorot Dea. Laki-laki itu beranjak dari duduknya. "Masalah lo apa, anj**g!" bentak Dean kesar, tanpa bisa dicegah laki-laki itu mendorong bahu Dea hingga membentur sisi meja.
Dea tak terlihat takut. Perempuan itu justru berkacak pinggang. "Apa hah?!"
"Ngotak anj*r siapa yang duluan mancing!" Dengan berang Dea memukul-mukul Dean dengan buku.
"Kalau mampu bayar!"
"Bego dipelihara."
"Rasain jadi bendahara!"
Dan berbagai macam bahasa kasar benar-benar sudah keluar dari mulut Dea. Perempuan itu bahkan tak segan memukul Dean dengan benda apapun yang ada di dekatnya.
Sampai tangan Dea berhasil ditahan. Sorot mata perempuan itu bertubrukan dengan Dean. Ada kilat benci dikedua mata mereka.
Dean mencengkram kuat pergelangan tangan Dea. Ada emosi yang laki-laki tahan dan ia justru menyalurkannya lewat cengkraman itu.
"Lepas!"
Dean melepas cengkeramannya. "Berhenti ngusik gue," bisik Dean dengan nada pelan yang mengancam.
Tentu saja Dea tak takut. Perempuan itu sudah kebal. Bahkan entah sudah berapa kali ia mendapat lebam karena bertengkar hebat dengan Dean. Semua terpaksa ia lakukan hanya untuk bertanggungjawab selaku bendahara kelas. Walau terlihat keras kepala, Dea itu orang yang sangat berusaha memegang tanggung jawab.
"Lo pikir gue takut?" Dea terkekeh dengan tatapan sinisnya. Perempuan itu menepuk-nepuk pelan pipi Dean. "Lo tahu gak. Lo itu samp*h yang bisanya ngerepotin orang. Gue ngusik bukan tanpa alasan. Kalau otak lo pinter, harusnya nangkep apa yang gue maksud."
Dea melangkah menjauh. Namun, baru dua langkah perempuan itu berbalik lagi. Ia menutup mulutnya pura-pura terkejut. "Ups, oh iya orang kayak lo gak punyak otak. Makanya bebal dan selalu berlindung dibalik kata 'senggol bacok' padahal dia sendiri yang salah."
Usai mengatakan kalimat tajam itu, Dea berlalu dan segera duduk di tempatnya. Lain halnya dengan Dean yang sudah mengepalkan tangan kesal. Sorot tajam masih terarah pada punggung perempuan itu.
"Tunggu balasan gue."
🦋
Oh, iya insya allah cerita ini bakalan aku up tiap hari. Karena aslinya memang cerita ini udah pernah dipublish. Sekarang republish, walau mungkin ada beberapa adegan tambahan sih.
Thanks for reading
Jangan lupa tinggalkan jejak❤️
Kuningan, 28 Januari 2024
Ana HR
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANITA (TAMAT)
Teen Fiction(#HIJRAHSERIES) "Kalau lo mau ngehina gue, lebih baik lo pergi!" Sederet kata pedas itu terus menghujami Dea ketika ia hendak berkomentar. Konflik yang menyadarkan Dea apa artinya menghargai dan memahami. Dititik terendah barulah Dea paham apa arti...
