🦋
Sudah dua hari Dea tak masuk sekolah dikarenakan sakit. Alhamdulillahnya di hari ketiga Dea bisa sekolah. Entah kenapa melihat sepanjang koridor pagi ini terlihat agak berbeda.
Dea tak mempedulikannya. Ia memasuki kelas yang gaduh dengan macam-macam kegiatan anak-anak. Soal hujatan itu, akhir-akhir ini Dea tak pernah mendengarkannya lagi. Mungkin hilang ditelan masa karena sekarang Papa Dea sudah mulai merintis kembali usahanya.
Dunia memang begitu. Ketika berada di bawah orang terkadang mencemooh dan menghina kita. Tapi ketika kita berada di atas semuanya berlagak sok manis dan baik.
Dea menenggelamkan wajahnya diantara lipatan tangan. Tak lama setelah itu, sebuah tangan mengusap kepalanya yang tertutup kerudung.
Kepala Dea mendongak. Dan mendapati Indah yang sedang tersenyum ke arahnya.
Dea mengernyit. "Lo kenapa?"
Indah lebih dulu duduk di kursi sebelah Dea. Lalu menaruh tasnya. "Lo gak tahu."
"Apa? Lo aja gak kasih tahu."
Lagi dan lagi Indah tersenyum. "Gak jadi deh, gue lupa ceritanya."
"Wah, parah. Lo udah buat gue penasaran tahu."
"Ya ... gimana gue beneran lupa." Indah nyengir dengan jari membentuk 'V'
Dea hanya mendengus.
🦋
Dea dan Indah menikmati makanan dan minuman di kantin. Tapi, pikiran Dea sedikit bercabang. Ia merasa ada sesuatu yang beda. Tapi, apa?
"Dah, gue ...." Dea menghentikan ucapannya karena tanpa sengaja mendengar gosip dari dua orang perempuan yang duduknya di sampingnya.
"Kasihan, kok Dean pindah sih?"
"Gue rasa ada orang yang buat dia gak nyaman."
"Setuju, tapi gue kangen ih sama Dean. Dia itu bla ...." Selebihnya Dea tak mendengarkan percakapan dua cewek itu.
Dea beranjak dari tempat duduk. Meninggalkan Indah yang sempat berteriak memanggilnya. Lalu berjalan ke belakang sekolah. Duduklah Dea di kursi taman belakang. Padahal Dea ingin mengembalikan pemberian Dean dua hari yang lalu. Dan soal suratnya Dea belum sempat baca.
For : Dea
Gue harap lo bisa berubah jadi lebih baik lagi. Gak perlu cari gue!
Tertanda
DeanKalau dibilang sedih tapi tidak. Tapi kalau dibilang tidak merasa sedih juga. Dea tak bisa mendeskripsikan perasaannya. Lebih tepatnya ia hanya merasa kehilangan. Apa ini termasuk suka?
Rasanya tidak mungkin. Lagipula Dea harus berusaha mengatasi perasaan ini. Jangan sampai memberikan dampak buruk padanya.
Dea beranjak dari kursi. "Gue harap lo bahagia."
"Sebelumnya maaf." Dea merobek surat itu, lalu membuangnya ke tong sampah.
Ia hanya merasa tak perlu menyimpan surat itu. Baginya tak akan berguna. Lebih baik mencegah perasaannya tumbuh melebar, dari pada membiarkan rasanya tumbuh tak terkendali dan menyesal kemudian.
Prinsip gue. Jangan sampai hal secuil dan sepele apapun memporak-porandakan kehidupan gue. Cegahlah sebelum merajalela, jangan membiarkannya yang akhirnya berujung penyesalan.
—TAMAT—
🦋
Makasih buat yang udah baca ❤️
See you di extra part, masih ada part epilog ya
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANITA [TAMAT]
Teen Fiction(#HIJRAHSERIES) "Kalau lo mau ngehina gue, lebih baik lo pergi!" Sederet kata pedas itu terus menghujami Dea ketika ia hendak berkomentar. Konflik yang menyadarkan Dea apa artinya menghargai dan memahami. Dititik terendah barulah Dea paham apa arti...