🦋
Kaki Dea melangkah menyusuri koridor kelas XI sembari bersenandung ria mengikuti alunan musik yang dinyanyikan oleh salah satu penyanyi favoritnya. Lagu Attention—Charlie Put terus mengalun berulang-ulang sampai kakinya memasuki ruang kelas bertuliskan XI IPA 3.
Dea mendudukkan dirinya di kursi. Tanpa peduli dengan keadaan sekitar, Dea sudah tahu ini masih pagi dan kelasnya pun masih sepi. Untuk membunuh kebosanan Dea memainkan akun sosial medianya, earphone masih melekat di telinganya begitupun dengan lagu Attention yang menemani Dea saat berselancar di dunia maya.
Dea merasakan kepalanya dipukul sesuatu yang keras. Perempuan itu refleks mencopot earphone dari telinganya, lantas menoleh dan mendapati Indah—teman sebangkunya menampilkan wajah kusut.
"Pantesan aja, tadi gue panggil lo gak nyaut-nyaut. "
"Lah, lo manggil gue? Sejak kapan?" tanya Dea watados.
Sebelum menjawab, Indah mendudukkan dirinya di samping Dea. "Gue manggil lo sejak di koridor, sampe lari-lari tahu gak."
"Suruh siapa lari-lari."
Indah mengumpat dalam hati mendapat respon Dea yang terlampau menjengkelkan. "Dasar nyebelin! Gue kira 3 hari gue tinggal lo bakal berubah. Ternyata gak."
Dea tak menanggapi. Ia mengalihkan topik pembicaraannya. "Tiga hari, kemana aja lo?"
"Ada surat 'kan," jawab Indah.
"Maksud gue, yang izin itu kemana? Ada urusan keluarga kah?"
"Iya, yang pertama gue jenguk nenek di Jogja. Kedua gue jalan-jalan ke pantai."
Dea mengulurkan tangannya seolah meminta sesuatu. Sedangkan Indah yang paham maksud Dea langsung memberikan sebuah gantungan kunci dari kayu.
🦋
"Btw, lo masih berantem aja sama si Dean?" tanya Indah sekilas menoleh ke arah Dea.
"Lo juga udah tahu sendiri jawabannya." Dea melangkahkan kakinya sedikit cepat menyusuri koridor.
Tepat di depan ruang guru Dea dan Indah berpapasan dengan Dean yang baru saja keluar dari ruang guru.
"Hai," sapa Indah melambai seraya tersenyum ke arah Dean.
Dean hanya mengangguk dengan senyum tipisnya. Berbeda ketika pandangan Dea dan Dean bertemu, keduanya memandang satu sama lain dengan wajah datar. Sarat akan aura permusuhan.
"Gue nunggu di luar ajalah," ucap Indah tiba-tiba.
Dea hanya mengangguk saja, setelahnya ia memasuki ruang guru untuk menyetorkan uang kas bulan ini.
Dua puluh lima menit Indah menunggu, akhirnya yang ditunggu keluar juga sembari menenteng buku khusus bayar uang kas.
"De, lo ngapain aja sih di dalem?" Indah membuka suara begitu keduanya sudah berjalan jauh dari ruang guru.
"Yah, setoranlah. Emang menurut lo apa?"
"Gila! Setoran lama banget. Sampe lumutan gue nungguin lo, dan bagian terparahnya kita udah ngelewatin jam istirahat," keluh Indah.
"B aja, entar juga ada istirahat kedua."
"Ouh iya, katanya di kelas kita ada murid baru yah? Perasaan gue lihat gak ada yang baru di kelas kita," ungkap Indah bola matanya menatap Dea penuh rasa penasaran.
"Ada, dia izin."
"Bentar, sejak kapan lo ngomong irit. Gue rasa lo ketularan si Dean, deh."
Dea hanya mengangkat bahu acuh.
🦋
"Gue ke kelas dulu!" Dea melesat pergi meninggalkan Indah yang masih berdiri di parkiran.
Indah hanya mendengus kesal melihat tingkah teman sebangkunya yang tidak berubah. Dasar pelupa! Sudah Indah pastikan Dea pasti mau mengambil barangnya yang tertinggal di kelas. Yap, Indah sudah sering melihat tingkah Dea yang seperti itu.
Disisi lain, Dea melangkah memasuki kelas dengan terburu-buru. Tanpa Dea sadari lantai di ruang kelasnya sudah di pel, masih basah. Alhasil Dea yang masuk grasa-grusu jadi terpeleset dan jatuh. Sialnya lagi kaki Dea malah menabrak ember berisi air pel yang tak jauh dari sana.
Dea berdiri dengan keadaan roknya yang basah.
"Sial!" umpat Dea kesal.
Dea buru-buru berdiri. Mengumpati diri saja hanya akan membuang waktu. Jadi, perempuan itu segera mengambil barangnya yang ada di kolong meja setelah itu keluar dari kelas. Tapi, belum sempat Dea keluar. Ia dikejutkan dengan kedatangan Dean.
Dean melirik Dea sesaat. Tapi, kemudian pandangannya jatuh pada rok Dea yang basah kuyup. "Lo habis ngompol, apa mandi?" tanya Dean datar.
Dea hanya mendesis. "Minggir."
Begitu Dea bergeser. Dean dapat melihat ember berisi air pel nya tumpah dan meleber kemana-mana. "Tunggu, lo yang tumpahin ember itu?!" Tiba-tiba Dean meninggikan suaranya.
"Please deh, oke gue gak sengaja dan gue minta maaf. Gue buru-buru," jawab Dea, ia hendak melangkah. Tapi, tangannya dicekal.
"Gak, lo harus bantu gue."
Dea hanya menghela nafas, lantas mengangguk mengiyakan permintaan Dean. Sebelumnya ia sudah memberitahu Indah lewat WA untuk duluan pulang.
Dea dan Dean melaksanakan tugasnya mengepel kembali lantai ruang kelasnya. Sepanjang itu pun hanya keheningan yang menyelimuti. Sampai kurang lebih dua puluh menit keduanya selesai dengan tugas masing-masing.
Dean yang sudah berdiri di ambang pintu, menoleh ke belakang. "Gak pulang lo?!" tanya Dean ngegas.
Dea hanya memandang Dean dengan tatapan datar. "Duluan aja."
Dea berharap Dean peka dengan keadaannya saat ini. Tapi, nihil Dean tak menyadari itu. Laki-laki itu mengangguk, setelahnya meninggalkan Dea seorang diri di dalam kelas.
"Dasar! Emang mulut cabe!" maki Dea begitu Dean sudah pergi.
Dea termenung duduk di kursi semen dilapisi keramik yang ada di depan kelasnya. Ia sedang memikirkan bagaimana caranya pulang dalam keadaan rok basah. Apalagi lagi-lagi hari ini Dea tak membawa mobil. Tak dijemput pula.
"Pake!"
Dea memandang Dean dengan tatapan sulit diartikan. "Apa?"
"Pake, Gak paham juga lo?! Harus banget ya gue jelasin pake bahasa alien atau binatang?" Et dah sekalinya ngejawab panjang, Dea malah mendapat ucapan pedas dan ketus dari mulut Dean.
Emang dasar mulut cabe!
Dea mengambil sebuah baju dan celana olahraga yang di sodorkan Dean. "Oke."
🦋
Jangan lupa tinggalkan jejak❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANITA (TAMAT)
Novela Juvenil(#HIJRAHSERIES) "Kalau lo mau ngehina gue, lebih baik lo pergi!" Sederet kata pedas itu terus menghujami Dea ketika ia hendak berkomentar. Konflik yang menyadarkan Dea apa artinya menghargai dan memahami. Dititik terendah barulah Dea paham apa arti...
