🦋
"Papa dengar kamu bolos pelajaran matematika." Begitu memasuki rumah, Dea disuguhkan dengan mama dan papanya yang tengah berdiri di depan pintu. Tatapan mengintimidasi di arahkan pada Dea.
"Aku ngantuk, Pa. Lagi pula kalau pun aku di kelas tetap aja akan dikeluarin dari kelas," jelas Dea, menatap sang papa.
Papa memijat keningnya. "Dea, dengar apa kata papa. Kamu harus rajin belajar, ini demi kebaikan kamu," nasihat papa seraya memegang bahu Dea.
"Aku izin keluar jam lima sore," ucap Dea sebelum pergi menuju kamarnya.
"Papa gak izinkan." Tiga kata yang terlontar tegas di indra pendengaran Dea. Ia paham maksudnya. Artinya papanya benar-benar serius tidak mengizinkan.
Tapi, Dea hanya berhenti sebentar dianak tangga ke tiga. Setelahnya kembali meniti anak tangga tanpa sepatah kata apapun yang dilemparkan. Ia tak mau memancing emosi lagi. Mungkin sebaiknya Dea menuruti kemauan mama dan papanya.
Indah
De, jangan lupa hari ini ke rumah gue. Belajar bareng😁Me
Gue gak bisa, sorryBelum lama Dea memejamkan mata. Ponselnya berdering. Meski malas ia tetap mengangkatnya.
"Apa lagi sih, Dah. Gue 'kan udah bilang gak bisa. Papa gak izinin," semprot Dea kesal karena sudah ditebak ini pasti Indah.
"Gue Dean."
Dea melepaskan ponsel yang sempat menempel di telinganya. Ternyata nomor tak dikenal. Ia pikir Indah.
"Lo masih hidup?"
Kening Dea mengernyit heran. Kenapa pula Dean bisa tahu nomornya dan tiba-tiba menghubungi begini. Mendadak ia jadi suudzon kan.
"Mau apa lo?" ketus Dea.
"Lo ke toko bunga deket taman. Sekalian ambil pesanan mama lo."
"Woy, gue ga—"
Panggilan diputuskan sepihak.
Dea mengambil jaket untuk menutupi seragamnya. Buru-buru menuruni anak tangga. Begitu sampai di lantai dasar mama dan papanya tengah sibuk dengan laptop.
"Ma, Pa Dea izin keluar. Mau ambil pesanan bunga mama."
"Iya silahkan, mama izinkan."
🦋
Dalam hati Dea sedikit mengumpat pada Dean. Laki-laki itu, ngerjain yah? Yang Dea lihat begitu sampai di depan toko bunga hanya tulisan tutup menempel pada jendela.
Belum sempat Dea mengetuk pintu toko bunga. Dari belakang seseorang menyodorkan bunga dari samping kanan Dea. Ia berbalik dan mendapati Dean dengan balutan jaket putih dan celana abunya.
"Semuanya 100 ribu."
Dea mengambil bunga dari genggaman Dean. Lantas membayarnya. Setelahnya pergi.
"Lo ngapain ngikutin gue!" Dea berbalik menghadap Dean yang berdiri di belakangnya.
"Geer, gue mau beli jajanan di depan sana!" Dean berlari mendahului Dea.
Dan benar saja begitu Dea melewati beberapa penjual di pinggir jalan. Salah satunya ada Dean yang sedang menunggu di penjual cilok bumbu cobek.
"Mang, tiga ribu yah!" pesan Dea pada penjual cilok bumbu cobek.
"Sekarang siapa yang nguntit," sindir Dean di tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANITA [TAMAT]
Подростковая литература(#HIJRAHSERIES) "Kalau lo mau ngehina gue, lebih baik lo pergi!" Sederet kata pedas itu terus menghujami Dea ketika ia hendak berkomentar. Konflik yang menyadarkan Dea apa artinya menghargai dan memahami. Dititik terendah barulah Dea paham apa arti...