🦋
Sebuah harapan yang diharapkan Nisa sebelumnya seketika pudar. Kalian tahu seberapa sakitnya kaki Nisa yang terkadang terantuk kursi dan meja. Namun, hal itu pun tak dapat Nisa elakan, terlebih lagi ia hanya piket berdua dengan Dea. Bukannya suudzon hanya saja Nisa masih merasa canggung dan tak enak jika berhadapan dengan Dea.
"Lo bisa cepet gak sih piketnya?!" Suara Dea tiba-tiba melengking membuat Nisa terlonjak kaget, hingga tak sadar kakinya menabrak ember berisi air pel. Akhirnya air dalam ember tersebut tumpah kemana-mana.
Kali ini emosi Dea sudah naik keubun-ubun hingga dengan kasarnya ia melempar sapu ke sembarang arah.
Dea mengambil ember yang sudah tak ada airnya. Dengan rasa kesal Dea melempar ember tersebut ke arah Nisa. Tapi, sayangnya bukan Nisa yang kena lemparan melainkan orang lain yang tiba-tiba muncul.
Seketika laki-laki yang terkena lemparan tersebut menoleh ke arah Dea. Tatapan matanya menusuk. "Lo pikir pantes ngelakuin tindak kekerasan di sekolah!" tegas Dean dengan nada tinggi.
Sedangkan Nisa hanya diam mendengar suara melengking khas laki-laki yang tak jauh darinya.
Dea terdiam sejenak. "Apa urusan lo?! Berasa jadi pahlawan yah. Ck, sinetron banget." Dea menatap Dean dengan tatapan meremehkan.
"Gue gak suka lo ngerendahin orang," jawab Dean.
Dea maju mengikis jaraknya dengan Dean. Namun sayang akibat genangan air tersebut, Dea terpeleset. Dan akhirnya jatuh.
"Mampus lo! Kena karma 'kan." mati-matian Dean menahan tawanya.
"Apa lo?!" Dea menatap Dean tak suka, masih dengan rasa sakit Dea berusaha bangkit.
🦋
Dea berjalan menyusuri koridor menuju ke arah parkiran. Hari ini memang kebetulan Dea membawa mobil sendiri tidak dijemput. Beruntung pula ia punya celana panjang yang disimpan diloker. Jadi, perempuan itu tak perlu pulang dalam keadaan rok basah akibat terpeleset tadi.
Mengingat kejadian tadi saja sudah membuat Dea naik darah. Dean itu bener-bener orang ternyebelin yang pernah perempuan itu temui.
"Muka songongnya minta ditabok," gerutu Dea sembari terus melangkah dengan langkah cepat.
Begitu sampai diparkiran, tatapan Dea langsung bertubrukan dengan Dean yang tersenyum meremehkannya. Laki-laki itu memegang beberapa peralatan mekanik yang bisa Dea tebak kalau Dean sudah mensabotase mobilnya.
Emosi Dea makin membludak kala Dean dengan santainya menendang ban mobil. "Apa kabar Bu Bendahara garang." Itu bukan sapaan, lebih tepatnya ejekan.
Dea melangkah cepat. Tanpa kata perempuan itu menendang Dean dengan lututnya. Membuat Dean yang tak siap meringis memegangi perutnya.
Dea menjambak rambut Dean hingga laki-laki itu mendongak. Namun, hanya tahan sebentar karena laki-laki itu lebih dulu menepis tangan Dea.
Keduanya bertatapan sesaat. Menunjukkan dengan jelas kilat permusuhan di mata masing-masing.
"Heh!" teriak Dea kala Dean berlalu pergi melewatinya.
Dea menyusul Dean hingga ia berencana menendang laki-laki itu dari belakang. Sayangnya justru refleks Dean cepat. Laki-laki itu justru berhasil menjegal kaki Dea hingga perempuan itu terjatuh di tanah.
Senyum meremehkan Dean terukir. "Jangan ngusik."
Dean berlalu pergi usai mengatakan itu. Sedangkan Dea masih terduduk di tanah. Matanya terus mengikuti Dean hingga laki-laki itu tak terlihat lagi dengan sorot tajam.
"Gue bales, liat aja nanti."
🦋
Jangan lupa tinggalkan jejak❤️
Kuningan, 30 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANITA [TAMAT]
Jugendliteratur(#HIJRAHSERIES) "Kalau lo mau ngehina gue, lebih baik lo pergi!" Sederet kata pedas itu terus menghujami Dea ketika ia hendak berkomentar. Konflik yang menyadarkan Dea apa artinya menghargai dan memahami. Dititik terendah barulah Dea paham apa arti...