9

3.5K 460 58
                                    

"Pegang tanganku."

"Kenapa aku harus memegang tanganmu?"

Sebastian tersenyum sebagai balasan saat Odelia benar-benar memegang tangannya, tapi dari cara Odelia memegangnya sangat jelas terlihat tunangannya itu tidak ikhlas sama sekali.

"Sekarang pejamkan matamu."

"Aaargh!
Kenapa aku harus menurut dengan apa yang kau katakan?" Odelia benar-benar menyembur Pangeran Erebus dengan protesan.

Sebastian masih tetap tersenyum, ia belum pernah berhadapan dengan orang secerewet ini sebelumnya dan belum pernah ada di Erebus yang berani menentang keinginannya.
Ini jadi semakin menarik saja.

Walaupun begitu Odelia tetap menutup matanya.

"Sekarang apa?" Si cantik itu bertanya tidak sabar.

"Pikirkan seseorang yang ingin kau ajak berbicara, wajahnya, sifatnya, semua yang kau tahu." Sebastian diam-diam mengamati wajah Odelia dengan kagum, kenapa ada makhluk seindah ini di dunia?
Walaupun perkataan dari mulut si cantik ini tidak bisa dikontrol tapi ia yakin suatu saat nanti Odelia akan melakukan sesuatu yang besar dan menakjubkan.
Maka dari itu tugasnya mulai saat ini adalah melindungi makhluk cantik ini.

"Sebas!"

Sebastian berjengit kaget, Dewa! Kemana ia berpikir tadi?
Apa otaknya mulai bermasalah?

"Kenapa tidak terjadi apa-apa?
Apa kau sedang mencoba membodohiku?" Odelia kembali protes.

Sebastian menggeleng pelan seraya tersenyum, ia kemudian ikut memejamkan matanya.
Membagikan sedikit energi zoe miliknya untuk Odelia.

Angin tiba-tiba menghembus kedua remaja berbeda kepribadian itu. Setelah itu muncul mantra dengan huruf yunani kuno mengelilingi Sebastian dan Odelia tanpa mereka sadari.

"Ibu?" Odelia mencoba memanggil ibunya melalui kepalanya.

"Della? Itu kau nak?" Kentara sekali nada terkejut yang dikeluarkan Enee, pemilik zoe berwarna ungu itu hampir menjatuhkan keranjang berisi tanaman obat-obatan di tangannya.

"Iya, ini aku!" Odelia menjadi antusias.

"Bagaimana Della bisa melakukan ini?" Enee sangat penasaran dengan hal yang sedang ia alami itu.

Benarkah?
Apa yang ditakutkan ia dan Obelix benar-benar akan menjadi kenyataan?
Dewa, lindungi Odelia dimanapun ia berada!

"Itu tidak penting!
Apa ibu baik-baik saja?
Tidak ada sesuatu yang buruk terjadi kan?"

"Ibu baik.
Bagaimana denganmu?
Apa ayah jahat padamu?"

"Ayah selalu jahat padaku!"

Enee tertawa pelan mendengar itu.
"Itu karena Della terlalu iseng padanya.
Ibu tidak memintamu untuk merubah sifatmu tapi belajarlah untuk tidak menyusahkan orang lain.
Kau mengerti, Della?"

"Hm... ya, aku mengerti,"

"Ibu..." Odelia merengek, ia ingin sekali memeluk ibunya sekarang.

"Kau bisa melakukannya, nak.
Ibu akan berdoa untukmu disini."
Enee memberi semangat, ia tahu betul apa yang ingin dilakukan putranya sendiri.
Odelia tidak pernah jauh dari dirinya dan Obelix, wajar jika Odelia merasa tidak nyaman.

"Ibu."
Sebastian ikut berbicara, ia juga ingin berbincang dengan calon ibunya.

"Kau?!" Odelia melotot, berani sekali pangeran gila ini memanggil ibunya seperti itu.

"Siapa itu? Pangeran?" Enee menebak.

"Benar, ini aku." Sebastian tersenyum mendengar suara orang yang melahirkan Odelia itu, sangat lembut. Ia yakin sifat ibu Odelia mirip ibunya dari caranya berbicara.

"Rupanya pangeran yang membantu Della untuk berbicara denganku?" Enee bertanya senang, akhirnya tiba waktunya ia bisa berbicara dengan putra mahkota Erebus.
Walaupun tidak bertemu langsung tetapi seperti ini saja sudah cukup.

"Itu bukan masalah, Ibu.
Aku akan menjaganya disini untukmu." Sebastian mengedipkan sebelah matanya kepada Odelia yang wajahnya sudah memerah menahan kesal.

"Terima-kasih."

Terdengar suara tawa lembut dari Enee.

"Kalau begitu tolong jaga Odelia."

"Tentu. Kita akan segera bertemu, ibu."

"Tidak perlu terburu-buru pangeran, masih ada hal penting yang harus pangeran lakukan dibandingkan bertemu denganku."

"Baiklah." Sebastian menjawab keinginan ibu Odelia itu.

"Della, istirahatlah.
Ibu tebak kau baru sampai di Ether beberapa jam yang lalu bukan?
Ibu tidak mau Della sakit."

"Iya. Aku akan istirahat lebih awal, Ibu." Odelia tersenyum tanpa sadar.

Itu adalah senyum pertama Odelia yang bisa dilihat Sebastian secara langsung, membuat pangeran Erebus itu makin terpesona.
Percayalah, senyum seseorang yang biasanya selalu marah-marah itu sangat manis.
Ehem, itu menurut Sebastian ya.

"Ibu pesan, berhati-hatilah selama disana ya?" Suara Enee tampak sedikit bergetar karena khawatir.

"Ibu tenang saja.
Aku yang tidak bisa tenang karena ibu sendirian dirumah.
Aku akan minta ayah untuk segera pulang besok!" Enee mengepalkan tangannya, ide bagus!

Enee tertawa kecil, "Sudah ya.
Della harus istirahat."

"Iya."

Mantra disekeliling Sebastian dan Odelia memudar perlahan.
Selepas itu Odelia menampakan wajah murung padahal tadi ia sangat antusias bisa berbicara dengan ibunya.
Ia benar-benar ingin bertemu ibunya secara langsung.

Sebastian menepuk bahu Odelia seraya tersenyum.

Odelia mendongak, pemilik zenna berwarna pelangi itu mengerutkan alisnya menatap pangeran Erebus itu dengan bingung.

"Aku bisa meminta izin ayah jika kau ingin ibumu tinggal disini." Sebastian memberikan tatapan serius, ia tidak tega melihat wajah murung Odelia.

Odelia menggeleng, tidak mungkin ibunya mau ikut ke Ether.
Lagipula ia sudah janji akan membuat bangga ibunya.

Odelia tiba-tiba menatap Sebastian tajam, tanpa berkata apapun ia memukul tangan Sebastian yang masih berada di bahunya agak keras kemudian secepat kilat masuk kedalam kamar tak lupa membanting pintu kokoh bercat putih disana setelah menjulurkan lidahnya sebal kepada pangeran Erebus itu.

Sebastian menggelengkan kepalanya setelah tertawa kecil.
Ia masih terdiam di posisi terakhirnya sembari menghirup aroma mawar yang ditinggalkan Odelia.

Sial, ia masih merindukan si cantik tukang marah-marah itu.

EREBUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang