"Kai-nya Krystal"Krystal tersenyum membaca tulisan tersebut. Tulisannya jaman kelas 3 SMP dulu. Bisa-bisanya dia menulis ini di buku hariannya.
Sambil tersenyum, ia pun melanjutkan membuka lembar ketiga pada buku harian tersebut.
"Dek?"
Krystal menoleh kaget mendengar suara familiar yang berasal dari arah ruang tamu. Mata Krystal berbinar melihat orang yang berjalan masuk dan mendekat ke arahnya. "Mas Ian?"
Krystal langsung meletakkan bukunya kemudian sedikit berlari menghampiri orang yang ia panggil Mas Ian tadi, orang yang merupakan kakak kandungnya tersebut. Krystal kemudian memeluk Mas Ian dengan erat. "Kangen, Mas."
"Aduduh, anak kecil ya." Mas Ian mengacak rambut Krystal pelan yang tiba-tiba merangsek ke pelukannya. Adik perempuan satu-satunya, adik yang walaupun usianya sudah dewasa pun akan selalu ia anggap sebagai anak kecil.
"Kok nggak sama Mbak Nina? Naka juga nggak diajak, Mas?" Tanya Krystal sambil mengerucutkan bibirnya. Mbak Nina adalah istri dari Mas Ian sedangkan Naka adalah anak mereka yang masih balita.
"Iya, tadi Mas dari kantor langsung. Nina sama Naka kan di rumah, nanti deh Mas ajakin ke sini lagi ketemu sama kamu. Mereka juga kangen banget sama kamu." Mas Ian mengajak Krystal untuk duduk di sofa, rasanya lama banget ia nggak ketemu sama adiknya ini, sekalinya ketemu hanya beberapa hari aja. "Kamu beneran balik ke Jakarta kan?"
"Iya, Mas."
"Ya udah bagus, di sini aja nggak usah jauh-jauh. Naka tuh sampe nggak tau tantenya loh saking nggak pernah ketemu." Mas Ian kembali mengacak rambut Krystal dan Krystal hanya meringis.
Krystal meninggalkan Jakarta saat Naka masih dalam kandungan istrinya di usia yang baru beberapa bulan. Dan Krystal yang jarang sekali pulang memang jarang bertemu sama Naka, komunikasi mereka hanya lewat skype atau video call, rasanya tetap berbeda dengan berinteraksi secara langsung.
Dan ketika beberapa bulan lalu Krystal mengatakan bahwa ingin kembali ke Jakarta, Mas Ian jelas sangat senang, ia sebenarnya nggak begitu menyetujui keputusan Krystal pergi ke Sydney. Tapi mengingat apa yang terjadi pada Krystal, Mas Ian akhirnya menyetujui kepindahan Krystal.
Bulan demi bulan ia dan orang tuanya berharap semoga Krystal secepatnya kembali ke Jakarta. Tapi sampai tiga tahun lebih Krystal nggak ada keinginan untuk pulang ke Jakarta. Baru di tahun keempatnya, Krystal mengubah pikirannya.
Ia akhirnya memutuskan untuk kembali.
"Kamu dateng, Mas?" Suara Mama terdengar dari arah kamar menuju ke sofa tempat Mas Ian dan Krystal duduk.
"Iya, Ma."
"Udah makan belum? Makan dulu tuh, tadi Mama masak." Mama menunjuk meja makan, beliau yang biasanya hanya berdua sama Papa jarang sekali memasak. Paling hanya beli lauk aja, tapi karena hari ini Krystal pulang jadi Mama berniat memasakkan anak perempuannya.
"Nanti aja, Ma."
"Ya udah, ngobrol gih sama adek kamu. Mama mau mandi dulu." Mama berjalan memasuki kamarnya setelah Mas Ian mengacungkan jempolnya pada Mama.
"Jadi gimana dek, rencana kamu apa setelah di Jakarta?"
"Mau liburan dulu deh kayaknya, capek kerja mulu." Krystal tersenyum senang, ia sudah merencanakan untuk liburan di beberapa kota di Indonesia yang sudah ia searching sebelumnya.
"Wah, kerja mulu dollar banyak nih?"
"Hahaha. Aamiin." Krystal tergelak mendengar candaan Mas Ian. Hari-harinya di sana memang ia habiskan untuk bekerja saja. Karena upahnya dihitung per jam jadi semakin banyak waktu yang ia gunakan untuk kerja semakin banyak pula pundi-pundi uang yang ia kumpulkan.