Episode 15

395 45 0
                                    


Pintu gerbang Benteng Api terbuka. Taealha bersama prajuritnya memasuki benteng sambil menunggang kuda. Setelah turun dari kuda, ia berjalan dengan anggun menaiki anak tangga menuju sebuah pintu yang tidak pernah terbuka sejak tragedi pembantaian ratusan tahun silam. Namun sejak Mihol berencana melakukan kudeta, diam-diam tiap malam ia membersihkan ruangan di balik pintu itu.

Dan pintu besar itu terbuka. Interiornya sangat mewah nan megah layaknya istana. Sebuah kursi tahta berdiri dengan gagahnya. Taealha duduk di sana.

"Sebentar lagi, tempat ini akan digunakan sebagaimana mestinya," kata Taealha.

Jadi pada zaman dahulu kala, benteng ini merupakan istana kerajaan Hae. Namun suatu hari Suku Saenyeok menyusup dengan menyamar sebagai pelayan dan pengawal, kemudian perlahan-lahan menggerogoti dari dalam, hingga kerajaan ini mulai melemah karena mencurigai satu sama lain. Ketika mereka sadar, mereka telah terlambat, karena Suku Saenyeok keburu menyerang. Suku terbesar dinegeri itu nyaris punah. Seorang anak raja Suku Hae yang lahir dari gundik mencoba untuk bernegosiasi dengan menawarkan kerjasama dengan Suku Saenyeok dan negosiasi itu berhasil. Meskipun kerajaan mereka hancur, setidaknya suku mereka tidak punah dan bisa menyimpan dendam mereka turun temurun hingga kini.

"Mengapa tadi malam Tagon tidak langsung kau bunuh saja?" tanya Hae Tuak.

"Kita kurang jumlah. Meskipun senjata kita lebih kuat, tetapi fisik dan ilmu pedang kita ternyata masih belum sebanding dengan mereka, makanya banyak saudara kita yang tewas tadi malam. Kita membutuhkan pendukung lebih banyak," kata Taealha.

Sementara itu Tagon juga sedang menyusun strategi bersama Mubaek. Untuk sementara mereka bisa mengandalkan jumlah prajurit yang sangat banyak. Tetapi bila persenjataan kurang, mereka akan tetap kalah. Mereka tidak bisa membuat senjata, apalagi Benteng Api kini sudah dikuasai Taealha, sedangkan semua bahan pembuatan senjata perunggu ada di sana.

Gilsun datang untuk melapor, "Niruha, ayah Tanya-nim datang. Dia kini sedang berada di kamar Tanya-nim

Tagon menghela napas lega, "suruh dia segera menemuiku setelah dari sana."

"Ah, kemudian..." lanjut Tagon, "Kau sudah menemukan Saya?"

"Belum, Niruha. Kami masih berusaha."

"Aku mau kalian menangkap mereka hidup-hidup. Karena mereka hanya boleh mati di tanganku," gumam Tagon geram.

-

Puluhan pengawal berjaga di depan kamar Tanya, membuat Yeolson sedikit takut untuk memasukinya. Untung ada pengawal yang sehari-hari selalu bersama putrinya, yang memakai penutup mulut itu, mengantarkan Yeolson untuk masuk.

"Tanya, kau baik-baik saja? Aku mendengar ada huru-hara di istana," tanya Yeolson dengan cemas sambil menggenggam tangan putrinya.

"Aku baik-baik saja," kata Tanya sambil melirik kepada Yangcha yang berdiri tak jauh darinya. Ia melihat tangan pria itu sudah berbalut kain perban.

 Ia melihat tangan pria itu sudah berbalut kain perban

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[Idn-AC FF] Unspoken Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang