Untuk pertama kalinya selama ratusan tahun, Klan Myo dan Klan Tae dari Suku Ago bersatu di dalam sebuah pernikahan. Myodalchi adalah Ketua Klan Myo, menikahi Ketua Klan Tae, Taemaya. Bersama mereka memimpin Suku Ago dalam damai dan sejahtera. Pernikahan itu menghasilkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Dangyeol, yang berarti perpaduan atau persatuan, dan diharapkan akan menjadi pemimpin persatuan Suku Ago di masa depan.Dangyeol memasang sebuah pemberat di ujung tali, kemudian melemparkan tali itu hingga bisa melilit di ranting kokoh sebuah pohon besar. Ia memanjat pohon itu dan duduk di atas ranting sambil memakan buah yang tergantung di sana.
"Hei, Dangyeol, jangan makan sendiri! Bagi, dong!" Seru Ipsaeng yang ada di bawah pohon.
"Kalau mau naik ke sini," kata Dangyeol.
"Kau tahu aku takut ketinggian."
Dangyeol terkekeh, "apa ada yang tidak kau takutkan? Bahkan serangga saja kau takut. Kau ini laki-laki Suku Ago atau bukan, sih?" Ejek Dangyeol.
"Siapa bilang aku takut pada serangga?" Omel Ipsaeng tidak terima.
"Eh... eh... lebah... ada lebah di dekat kepalamu!" Seru Dangyeol yang membuat Ipsaeng menjerit sambil mengibas-ibas sekitar kepalanya yang sebenarnya tidak ada apapun. Dangyeol tertawa terbahak-bahak.
"Sialan!" Umpat Ipsaeng saat tahu kalau dirinya hanya sedang dikerjai.
Menghentikan tawanya, Dangyeol kini sedang mengagumi pemandangan matahari tenggelam dari atas pohon.
"Ipsaeng, kau yakin tidak ingin naik? Mataharinya indah, lho."
"Matahari ya begitu-begitu saja, apanya yang istimewa?" Dumel Ipsaeng yang masih kesal sambil berjongkok di bawah pohon.
"Anak-anak, ayo pulang, waktunya makan malam!" Seru Taemaya dari kejauhan.
Dangyeol menuruni pohon dan pulang bersama Ipsaeng. Mereka makan bersama di rumah Dangyeol sambil sesekali berebut daging.
Dangyeol dan Ipsaeng adalah saudara sepupu sekaligus sahabat karib. Ayah Ipsaeng adalah adik ibu Dangyeol. Daripada keluarganya sendiri, Ipsaeng lebih nyaman berada di keluarga Dangyeol. Ayah Ipsaeng sangat kasar, suka memukuli anaknya ketika mabuk. Hal ini terjadi sejak ibu Ipsaeng meninggal setelah melahirkan Ipsaeng. Ia seolah menganggap Ipsaeng adalah anak pembawa sial.
~~~
Lima tahun pasca tragedi di Neanthal, Tagon mulai melirik Suku Ago. Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan suku itu. Wilayahnya tidak terlalu besar dan tidak memiliki sumber daya alam apapun di tanah mereka. Dibandingkan dengan wilayah lain, bisa dibilang Suku Ago adalah suku yang paling miskin. Suku Ago terbagi menjadi beberapa klan dan yang terbesar adalah Klan Tae dan Klan Myo. Sudah sejak ratusan tahun sering terjadi perang antar klan, baik dalam perebutan wilayah maupun makanan.
Akan tetapi sejak pernikahan yang mempersatukan kedua klan besar Suku Ago lima belas tahun silam, seluruh klan pun perlahan-lahan mulai bersatu dan Suku Ago kini menjadi lebih besar daripada perserikatan suku-suku di Arth. Tagon khawatir suatu saat nanti Suku Ago akan menyerang Arth.
Sanung Niruha hanya menertawakan kekhawatiran putranya, tetapi ia juga mewanti-wanti jangan sampai tragedi Neanthal terjadi lagi di Ago. Akan tetapi Tagon selalu punya cara untuk mewujudkan segala rencananya.
Diam-diam Tagon dan Taeapdok, adik Taemaya, bertemu. Tagon menjanjikan harta kekayaan serta kekuasaan, asalkan Taeapdok menghancurkan persatuan klan Suku Ago.
~~~
Ketika semua orang tengah terlelap di tengah malam, Taeapdok mendatangi rumah kakaknya dengan menggenggam pedang pemberian Tagon. Berdiri di depan ranjang tempat kakak dan kakak iparnya tidur, ia menghunuskan pedang dan menancapkannya ke jantung Myodalchi. Taemaya terbangun dan terkejut. Tak sempat menjerit, lehernya telah tertebas pedang oleh adik kandungnya sendiri.
Dangyeol berdiri terpaku di depan kamar, melihat pembantaian terhadap orang tuanya. Tiba-tiba tangannya ditarik oleh Ipsaeng. Mereka segera kabur sebelum Taeapdok membunuh mereka juga.
Saat berlari di hutan, mereka terperosok ke dalam jurang kecil. Kaki Dangyeol terluka. Susah payah Ipsaeng memapahnya hingga mereka bisa bersembunyi sementara di sebuah goa kecil.
"Dangyeol, aku akan mengambilkan air dan mencari daun obat," kata Ipsaeng ketika pagi tiba.
"Jangan lama-lama, ya."
Ipsaeng memetik dedaunan obat dan menumbuknya, lalu turun ke sungai untuk mengambil air. Tiba-tiba sebuah pedang terhunus di depan lehernya.
"A... ayah..." Ipsaeng ketakutan hingga menjatuhkan air dan daun obat racikannya.
"Antarkan aku menemui anak itu."
Ipsaeng mengepalkan tangannya, berusaha untuk membangkitkan keberaniannya, "Tidak! Ayah tidak boleh membunuh Dangyeol!"
"Kalau begitu kau yang akan mati... dengan sangat menyakitkan..."
Tubuh Ipsaeng gemetar hingga ia buang air kecil di celana.
~~~
"Kau lama sekali, aku sangat haus," kata Dangyeol saat melihat Ipsaeng baru datang setelah hampir tengah hari.
"Lho? Mana airnya?" Tanya Dangyeol karena melihat Ipsaeng kembali dengan tangan kosong.
Ia tak menjawab. Kepalanya menunduk dalam. Dangyeol merasa heran sampai ketika Taeapdok muncul di belakang Ipsaeng. Dangyeol terkejut dan menyeret tubuhnya menjauhi Taeapdok yang semakin mendekat.
Ipsaeng mulai menangis, "maafkan aku..."
"Ipsaeng, pegangi dia!" Perintah Taeapdok saat berusaha menahan tubuh Dangyeol yang meronta-ronta.
Ipsaeng mengangkat tangan Dangyeol ke atas dan dicengkeram dengan kuat. Taeapdok merogoh mulut Dangyeol, memotong lidah anak itu menggunakan pisau dan tak sengaja pisau itu juga menggores pipi Dangyeol.
"Dengan begini kau tidak akan bisa menjadi pemimpin persatuan omong kosong itu," bisik Taeapdok sebelum meninggalkan Dangyeol begitu saja sambil menarik tangan anaknya.
Ipsaeng menoleh, melihat sepupu dan sahabatnya itu mengerang dengan mulut penuh darah. Sorot mata Dangyeol menatapnya dengan penuh rasa dendam.
~~~
Sanung Niruha yang mendengar kabar huru-hara di Desa Ago, mengutus Mubaek yang saat itu belum menjadi pemimpin Daekan, untuk memantau situasi dan kondisi di sana. Saat itulah ia melihat seorang remaja terkapar di dekat sebuah goa.
"Hei... hei... kau baik-baik saja?" Mubaek menepuk-nepuk pipi anak itu.
Ia pun membawanya pulang dan meminta tolong kepada Harim untuk mengobatinya. Lidah anak itu terpotong. Ia tidak bisa berbicara lagi. Ia diajak Mubaek untuk tinggal bersama.
Suatu kali Mubaek melihat anak itu memanjat pohon menggunakan tali yang dipasangi pemberat dengan lincahnya. Melihat potensi di dalam diri anak itu, Mubaek memasukkannya ke dalam pelatihan prajurit elit Daekan. Mubaek bahkan merancang senjata khusus yang hanya bisa digunakan oleh anak itu, sebuah rantai perunggu. Ia juga memberikan penutup mulut untuk menutupi bekas luka codet yang sering dijadikan bahan ledekan oleh Mugwang dan teman-temannya.
Dan ia menamai anak itu Yangcha.
.
.
.Notes:
Episode selanjutnya mohon menunggu beberapa hari, masih dalam proses dan banyak kesibukan di real life 😆😘
Happy reading...
KAMU SEDANG MEMBACA
[Idn-AC FF] Unspoken Love ✔
FanfictionRaja Tagon yang lalim memerintah Negeri Arth, menjajah berbagai wilayah termasuk desa suku Wahan. Tanya, anak kepala suku Wahan, berusaha untuk menyelamatkan sukunya dari perbudakan. Ia mengalami berbagai kesulitan hingga ia menyadari misi dan ambis...