part 25

34 3 0
                                    

Putra hanya bisa memandangi ara yang tengah terbaring lemah, dia rindu kebawelan nya ara, dia rindu suara dari ara.

Putra sudah menghubungi sahabat ara, mereka sedang berada dalam perjalanan.

"Ra, bisa bangun sekarang nggak? Aku kangen nih."

"Ra jangan sakit sakit gini, aku nggak kuat lihat nya."

"Aku bakalan jaga in kamu dari siapapun yang jahat sama kamu, tapi aku mohon banget kamu bangun sekarang."

Tit... tit.. tit...
Bunyi peralatan rumah sakit yang hanya menemani putra disini.

Suasana sangat hening, suara nafas pun bisa terdengar, saking hening nya.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu, menghilangkan keheningan di ruangan itu.

Putra berjalan menuju pintu dan keluar menemui seseorang yang telah mengetuk pintu tadi.

"Gimana ara keadaan nya?" Tanya vania ke putra. Badan vania lemas setelah melihat keadaan putra yang baju nya banyak berlumuran darah.

"Ara gue kenapa bisa sih." Latin udah nangis karena khawatir.

"Lo apain dia bisa kayak gitu?" Dana ngegas ke putra karena dia nggak tau permasalahan nya.

"Hush, jangan berisik dulu, biar putra jelasin."

"Gu- gue lambat bawa ara kesini, gue bodoh bisa gak ngebut bawa dia cepet ke rumah sakit, gue bodoh nggak bisa dengan cepat nyamperin dia ke tempat kejadian tadi gue bodoh van." Ucap putra sambil meninju tembok sampai tanganya berdarah, lalu dia duduk dan menundukkan kepala nya.

Dia nangis.

Dia hanya tidak mau kehilangan ara.

Sama seperti vania, vania ngelihatin putra juga sambil nangis karena ia tahu persis gimana dia sayang ke ara.

"Udah put, jangan nyalahin diri kamu, ini nggak terlambat, lo berhasil nyelamatin ara put." Ucap vania menenangkan putra.

Latin sama dana hanya bisa menunduk dan menangis, ia belum sanggup masuk ke dalam.

"Gimana kata dokter?" Tanya vania.

Putra nge jelasin apa kata dokter, itu lebih membuat sahabat ara menangis.

"Gue gak terima kalo kak radit kayak gitu ke ara." Ucap dana sambil mengepalkan tangan nya.

"Gue juga gak terima, kakak brengsek kayak dia nggak berhak melihat ara." Teriak putra frustasi.

"Udah udah jangan gini, kasian pasien yang lain." Vania mengelus elus pundak dana.

"Tapi dia berhak tahu putra, dia satu satu nya keluarga yang ada di sini, orang tua mereka lagi di dinas kan ke luar negeri, bukan di luar kota lagi."

"Tapi lo nggak tahu perasaan ara saat sebelum kecelakaan vania."

"Lo tau dia bertengkar sama kakak nya, kakak yang nggak tahu diri di saat adek nya sakit setiap hari gara gara mikirin dia yang egois, beruntung ara punya sahabat baik kayak kita, kalo enggak gimana keadaan dia saat ini."

"Gue tahu put, tapi dia tetap berhak buat tahu masalah ini, masak lo merahasiakan ini dari kak radit? Semua bakalan tahu juga."

"Lo aja yang ngasih tahu, gue males berurusan sama radit."

Sengaja putra tidak menyebut bang radit, karena dia sudah sangat kesal.

Bagaimana mungkin bisa seorang kakak kandung, melupakan dan tidak peduli dengan adik nya hanya gara gara cewek.

NGENESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang