SEMBILAN

635 73 3
                                    

Keesokan harinya...

Bia dan Bash janjian untuk hunting buku murah di kawasan Stadion Diponegoro. Usai pertemuan di mall kemarin, keduanya saling bertukar nomor whatsapp. Ada banyak hal yang mereka obrolkan, mulai dari kuliah, film, tempat makan yang murah dan enak. Bia merasa Bash adalah teman ngobrol yang asyik, sepertinya ia tahu banyak tempat di Semarang. Hal ini penting bagi Bia, terlebih sebagai anak rantau yang baru beberapa minggu hijrah ke Semarang.

Usai kelas Bia mengemasi buku-bukunya ke dalam tas lalu beranjak dari bangkunya. Elita dan Anggun yang duduk mengapitnya terheran-heran.

"Kamu mau setor, Bi? Buru-buru amir?" seru Elita.

"Syem! Eh aku duluan ya."

"Lah, ntar dulu napa. Kan dah nggak ada kelas."

"Iya, Bi. Santuy. Ngapain juga balik kos jam segini? Jadi gabut iya." Imbuh Anggun.

Sebuah dering ponsel menghentikan percakapan mereka, Bia meraih ponsel dari dalam tas dan segera menggeser tombol hijau yang menandakan sebuah panggilan masuk. Sebuah nama tertera di sana, Baskara.

"Halo." Tut..tut..tut...Baskara mengakhiri panggilan. Bia menatap kembali layar ponsel dan mendapati sebuah pesan masuk. Buru-buru ia membukanya.

"Dah slese kelas, Bi. Gimana jadi mau ikut?"

Alih-alih menjawab pesan dari Bash, Bia malah memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Buibuk aku duluan ya. Ketemu di kos ya, Lit."

Bia meninggalkan ruangan dan berjalan ke arah tangga. Baru beberapa langkah ia mendengar Anggun sambil berlari-lari kecil mengejarnya.

"Bia...Sabia...Bi!"

Langkah Bia terhenti, ia membalikkan badan dan tercengang melihat Anggun yang tergopoh-gopoh mengejarnya. Anggun mengatur napas lalu menyodorkan ponselnya pada Bia.

"Ngapain sih pada lari-lari gitu?" tanya Bia.

"Tuh mau ngomong."

Bia menatap layar ponsel milik Anggun, tertera sebuah nama sayang di sana. Bia masih tak mengerti.

"Siapa?"

Setahu Bia Anggun menamai kontak pacarnya itu dengan nama sayang. Dan kali ini tebakan Bia tepat.

"Halo," jawab Bia ragu.

"Ini Bia?"

"Iya," jawabnya sambil mengangguk.

"Bash?"

Elita mengernyitkan dahi mendengar nama yang tak asing itu. Sedang Anggun menatap Bia penuh curiga.

"sorry..sorry habis wa tadi cuma kamu baca."

"Oh.."

"Gimana jadi ikut?"

"Ehm, jadi."

"Oke, kamu tunggu aja dekat pos satpam ya. Aku jalan dari FE."

"Oke."

"Eh Bi, tunggu-tunggu tunggu. Kamu bawa helm?"

"Nggak bawa. Apa aku ambil dulu ke kos?"

"Nggak-nggak, aku bawain aja."

"Oke."

Setelah sambungan terputus Bia mengembalikan ponsel milik Anggun. Lalu detik berikutnya sepanjang jalan dari kelas menuju pos satpam Bia dicerca berbagai pertanyaan dari Elita dan Anggun secara bergantian.

"Ciee...cieee...lanjut nih ceritanya, ucap Anggun sambil menoel bahu Bia.

"Dih, kudet banget sih eike ketinggalan gosip."

"Huh, dasar. Jangan-jangan kamu selama ini admin lambe turah, Lit?" Bia mencoba mengganti topik pembicaraan.

"Gimana, Bash? Asyik kan?"

Bia berusaha rileks meski diberondong berbagai pertanyaan dari kedua temannya. Lalu tiba-tiba ia memasang wajah serius dan berhenti satu langkah di depan Elita dan Bia.

"Eh tahu nggak?"

"Nggak!" Kompak Elita dan Anggun menyambar.

"Hufft."

Langkah Bia tiba-tiba terhenti ketika menangkap seseorang yang tengah menatapnya dari jauh. Bia menghembuskan napas dari hidung juga mulut, ia berusaha bersikap senormal mungkin. Tiba-tiba ada desiran aneh menerjangnya.

Stay cool Bia...santuy...

Bia berjalan mendekati Bash yang berdiri di dekat pos satpam sedang sepeda motornya terparkir tak jauh dari sana. Senyum Bia merekah kala jarak keduanya semakin dekat. Ah menatap Baskara sedekat ini membuat jantung Bia berdetak tak beraturan.

"Hai.." Sapa Bash ramah.

"Hai, maaf ya lama."

"Nggak kok, baru sampai."

"Uhukk..uhukk.. dunia serasa milik berdua nih. Trus yang lain pada kos." Celoteh Anggun.

"Kalian mau ikut juga?" tanya Bash menatap Elita dan Anggun bergantian.

"Nggak-nggak, kalian berdua aja. Takut ganggu."

"Halah!"

"Bash, nitip temenku satu ini ya."

"Shap, aman pokoknya. Aku jagain deh kalau perlu hatinya juga tak jaga."

Eaaa...Bia membeku mendengar apa yang baru saja ia dengar. Ia mencerna baik-baik kalimat yang baru saja Bash ucapkan. Bia tak ingin ambil pusing karena sudah pasti itu hanya sebuah candaan. Tapi kenapa rasannya ada kupu-kupu yang kini menari-nari di dadanya.

Ya begitulah cewek. Sudah dari sananya dikaruniai hati yang lembut dan mudah tersentuh. Nggak heran deh segengsian apapun cewek, tetap saja deg-degan kalau dihujani oleh kata-kata manis yang membuat hati jumpalitan.

Bucin Kasta TertinggiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang