SEMBILAN BELAS

449 49 1
                                    

"Hidup adalah rangkaian-rangkaian kebetulan yang tak bisa dijelaskan"

Sepasang bola mata hitam Bia tak lepas dari pemandangan di meja yang terletak pada sudut ruangan, melihat Pram bersama teman-temannya. Bia memilih pamit lebih dulu, niatnya mau kasih kode ala-ala FTV, alhasil Pram tak bergerak dan tetap asyik sendiri. Sekali lagi Bia mengarahkan pandangannya untuk pada Pram, tatapan mereka sempat bertemu. Jantung Bia berdesir hebat, namun ia harus buru-buru pergi agar tak terjebak dalam situasi yang menyedihkan. Terlebih ada Kanya, ah pasti Kanya tertawa penuh kemenangan sekarang!

"Balik bareng yuk, Bi."

Bia memperlambat langkah dan sedikit terkejut melihat Kanya yang tiba-tiba berdiri di sebelahnya. Alis kanan Bia terangkat tanpa menjawab "ya". Kanya tersenyum lebar mempertontonkan giginya yang berlapis behel.

"Mobil aku di sana." Gadis itu menunjuk mobil yaris merah yang terparkir di seberang jalan. Bia tergeregap dan buru-buru meralat ucapan Kanya. "Aku balik sendiri aja nggak pa-pa, Nya."

"Dah bareng aja!"

"Nggak-"

"Udah." Kanya menarik pergelangan tangan Bia untuk mengikutinya ke tempat mobil terparkir. Bia tertunduk dan ragu-ragu untuk ikut masuk. Kanya membuka kaca mobilnya, "Kok bengong, buruan masuk." Kanya mempersilakan Bia duduk di depan. "Duduk depan aja, aku kan bukan driver ojol," ucap Kanya disambut senyum tipis di bibir mungil Bia.

Mobil melaju dalam keheningan. Keduanya saling diam, Bia seperti canggung sedang Kanya terlihat kikuk untuk memulai obrolan dari mana. Kanya menyalakan radio, lagu dari Dewa berjudul pupus di putar oleh salah satu stasiun radio.

Baru kusadari cintaku bertepuk sebelah tangan...

Kanya memecahkan suasana lalu terdengar ia menggumam menyanyikan penggalan lirik lagu tersebut.

Kau buat remuk sluruh hatiku, Bia menimpali.

"Cieilah, curcol."

Suasana yang hening kembali pecah. Kanya mulai menemukan topik pembicaraan yang bisa memancing Bia untuk bersuara.

"Lurus aja, nanti gang depan belok."

"Kos kamu dekat sama kosan Bash, kan?"

Bia memiringkan wajahnya mencoba membaca ekspresi kanya. Kembali Bia diselimuti pikiran-pikiran negatif tentang Kanya. Tapi buru-buru Bia menepisnya. Astagfirullah, Bi. Suudzon aja. Apa yang kamu pikirkan tentang Kanya nggak terbukti, nyatanya Kanya tidak sedang tertawa penuh kemenangan. Justru bebalikannya, Mas Ganteng yang kamu harapkan itu yang membuat kecewa.

"Ini kosan Bash, kan?

Suara Kanya membuyarkan lamunan dan tanpa sadar Bia hampir sampai kos. "Nah itu yang pager cokelat." Bia menunjuk sebuah bangunan dengan pagar besi yang pintunya tertutup satu sisi. Kanya menghentikan mobil sedikit lebih maju agar tak menghalangi jalan.

"Thanks ya, Nya!"

"Macama, Bia."

"Kamu mau mampir dulu, Nya?" tanya Bia dengan nada ragu. Kanya melirik pergelangan tangannya, sebuah jam monel melingkar di sana.

"Next time deh..."

"Oke deh, aku turun ya, Nya."

"Bye..."

Baru saja keluar dari mobil, Kanya membuka kaca, "Bia..." Bia menundukkan badannya untuk melihat Kanya dari dalam mobil. "Save nomor kamu ya." Kanya menyodorkan ponselnya.

"Bye..."

Matahari nyaris terbenam, semburat orangenya memberikan keidahan pada langit sore. Setelah membuka pintu gerbang, Bia memasuki pelataran kos. Aroma kopi menyapa indera penciumannya.

"Woi sini!" Anggun melambaikan tangan. Begitu Bia mendekat, dipandangi sahabatnya itu lekat-lekat. "Gitu ya, enak-enakan pacaran!" Ucap Bia sarkas.

"Uluh-uluh, tayang tayang tayang. Makanya cari pacar biar bisa pacaran. Sini duduk dulu, lagi dibuatin cokelat panas. Sabar yak!."

"Duh baik banget sih Elita."

"Dih, dia ma cuma nemenin yang legi nebeng buat cokelat di daput kali Bi."

"Emang sapa yang buat?"

"Tuh..."

Elita keluar dari dalam kos sambil membawa nampan berisi dua cangkir cokelat panas. Bia tercengang saat tahu siapa yang muncul setelahnya. Ada sensasi ganjil yang tiba-tiba menyergapnya, Bia mengerjapkan mata beberapa kali untuk meyakinkan jika matanya tidak dipengaruhi ilusi objek. Dan hasilnya tetap sama, cowok berkaos hitam yang dipadankan dengan kemeja flanel yang lengannya digulung hingga ke siku itu adalah Bash. Baskara Yudha....

Bucin Kasta TertinggiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang