Lima belas menit Bia menikmati duduk berboncengan dengan Mas Ganteng yang selama ini diidam-idamkannya. Akhirnya waktu yang nanti itu datang juga, tentu Bia tak bisa menyembunyikan ekspresi kegirangannya. Sepanjang perjalanan keduanya saling diam bak orang asing yang canggung. Bia mati kutu, ia seolah kehabisan kata untuk sekedar basa-basi hingga akhirnya sepeda motor berhenti tepat di sebuah halaman yang menjadi tujuan mereka.
Setelah turun dari boncengan barulah Bia membuka obrolan untuk memecah kebekuan sepanjang perjalanan.
"Thanks Pram udah dianterin sampai kos," ucap Bia tersipu. Mas Ganteng mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis dan itu sukses membuat Bia semakin terhipnotis. "Sama-sama."
"Eng- mampir Pram?"
"Next time ya, lagian kosku cuma situ." Bia mengikuti pergerakan tangan Mas Ganteng yang menunjuk sebuah bangunan di ujung jalan.
"Oke deh kalau gitu. Maaf ya jadi ngrepotin, Pram."
"Halah, santai aja."
"Btw, aku jadi nggak enak nih sama Kanya."
"Lah kenapa sama Kanya?"
"Ya kan-"
"Yaudah aku langsung balik ya."
"Eng, kirain kamu sama Kanya itu. Keknya dah akrab gitu?" lanjut Bia.
"Kanya mah cablak, gampang akrab sama sapa aja. Aku, Bash, Kanya itu baru kenal lho gara-gara ospek kemarin kita satu kelompok."
"Ow..."
Mendengar jawaban dari Pram tentang Kanya membuat Bia bisa bernapas lega. Ternyata apa yang ia takutkan tak beralasan karena faktanya Kanya hanyalah sebatas teman, catet ya cuma teman. Bia mengulas senyum penuh kemenangan. Kini posisinya tak jauh beda dengan Kanya hanya saja ia kalah start mengenal Pram.
"Yaudah balik deh, Bi."
"Oke Pram. Makasih ya."
Setelah menyalakan mesin Pram bersiap tancap gas tapi tiba-tiba Bia berdiri tepat di samping sepeda motor dan menyodorkan ponselnya pada Pram.
"Pram, lupa belum minta nomor WA. Kali aja kapan-kapan ada perlu."
Jantung Bia berdesir hebat, butuh nyali besar untuk mengatakan ini pada Pram. Dan akhirnya satu persatu keinginannya tercapai, Bia berhasil mendapatkan nomor whatsapp Mas Ganteng setelah ratusan purnama hanya menjadi pengagumnya dari jauh.
Bia menjejakkan kaki menaiki satu persatu anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.
Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta kepadaku. Beri sedikit waktu biar cinta datang karna terbiasa. Mulutnya tak berhenti bersenandung untuk mengungkapkan ekspresi kegirangannya. Mata Bia terus tertuju pada layar ponselnya, ia sedang terpana akan pesona Mas Ganteng dalam foto profil whatsappnya. "Cakep," ucapnya.
Baru saja meletakkan ponsel dan pergi ke kamar mandi tiba-tiba ada sebuah panggilan masuk. Ponsel Bia berdering beberapa kali karena panggilan telepon melalui whatsapp. Sekeluarnya Bia dari kamar mandi, ia bergegas meraih ponselnya namun ponselnya sudah berhenti berdering beberapa detik lalu.
"Jangan-jangan Mas Ganteng," ucapnya penuh semangat. GE-ER, ternyata ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Bia menghela napas panjang, kedua matanya membulat kala membaca sebuah nama yang baru saja menelponnya, Baskara.
Tak berselang lama sebuah pesan masuk melalui whatsapp, masih dari orang yang sama.
"Belum sampai kos Bia? Sorry tadi pakai acara ban bocor segala. Kasih kabar ya begitu sampai kos." Tanpa pikir panjang buru-buru Bia menekan tombol calling.
Argh sebegitu perhatiannya Bash...
****************************************************************************
Hooohooohooooo ada yang nungguin part 13 ini??
Maafkan karena authornya lagi sok sok sibuk jadi suka telat-telat updatenya.
Terus ikuti kisah si Bia ya, karena akan ada kejutan-kejutan lagi dari Bia.
Byee...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucin Kasta Tertinggi
Teen FictionSabia Maisadipta begitu terobsesi pada cowok yang dikenalnya saat kegiatan Ospek. Mas Ganteng, begitu panggilan sayang Bia untuk mahasiswa Fakultas Ekonomi itu. Berbagai cara dilakukan untuk menarik perhatian Mas Ganteng, beribu kesempatan datang. S...