DUA PULUH SEMBILAN

411 45 2
                                    


Bia tak bisa berhenti tersenyum sambil memikirkan acara surprise untuk ulang tahun Bash yang digagas Kanya. Meski hanya berperan sebagai figuran, setidaknya Bia ikut andil besar. Sepulang kuliah, Bia langsung bersiap-siap. Ia mengobrak-abrik lemari bajunya memilih baju yang akan dipakainya untuk nanti malam. Bia memilih setelan kaos warna hitam dan celana jeans, namun ia geleng-geleng setelah melihatnya di cermin. Lalu ia mengambil sebuah mini dress. "Nggak, nggak cocok!" katanya bicara dengan pantulan dirinya pada cermin. "Huft, apalagi yang ini." Bia menunjuk sebuah atasan jenis Off-Shoulder yang terbuka di bagian bahunya.

Setelah hampir dua jam dibuat galau dalam dengan seisi lemari, pilihannya jatuh pada atasan jenis ruffled. Bia berdandan, memoles wajahnya dengan bedak, lipstik, maskara dan eyeliner yang memberi kesan tegas juga feminim. Bia duduk di ruang tengah, ia terus memandangi jam dinding. "Kenapa sih waktu berjalan lambreta kalo ditunggu," gerutunya. Pintu kos terbuka, Bia berdiri, ketika tahu siapa yang datang Bia mendengus kesal.

"Cantik amat, kondangan ke mana, Buk?" Elita tercengang melihat penampilan Bia yang sedikit beda.

"Sialan!" Bia melempar bantal pada Elita yang baru saja masuk kos. Elita duduk di samping Bia, ia mulai kepo dan berusaha mengorek info. Sayang, sebelum itu dilakukan ponsel Bia berdering. Dari Bash, ia mengatakan sudah ada di depan kos.

"Aku pergi dulu zheyeng. Bye bye..." Bia meneloyor keluar meninggalkan Elita, karena penasaran Elita membuntuti Bia sampai ke depan kos. Seperti penguntit yang mengendap-endap, Elita melirik dari balik gorden. Begitu tahu Bash yang sedang bersama Bia, ia tak bisa menahan diri untuk tidak keluar.

"Hayoloh!!"

Kompak Bia dan Bash menatap Elita yang tiba-tiba muncul dari balik pintu. Keduanya sama-sama terkejut.

"Lit, jalan dulu ya."

"Mau ngedate ke mana nih?"

"Ada deh..."

"Bye bye, yuk Bash." Bia menarik lengan Bash agar cepat-cepat pergi sebelum Elita menginterogasi Bash lebih dalam.

Bash mulai mengegas motornya, awalnya kecepatannya biasa saja seperti tukang ojek yang membonceng penumpangnya. Lama-lama kecepatannya bertambah. Bia memajukan tubuhnya ke depan hingga dagunya menempel di bahu Bash.

"Nggak usah ngebut-ngebut."

Alih-alih memperlambat laju sepeda motornya, Bash malah menambah kecepatan. Kedua tangan Bia memegangi jaket Bash. Ia melirik Bia dari kaca spion. Jantung Bia berdebar cepat, begitu juga dengan Bash yang merasakan jantungnya berdebar tiap kali jemari mungil itu bertumpu pada perutnya.

Bia bernafas lega kala sepeda motor yang dikemudikan Bash berhenti di sebuah traffic light. Ia membenarkan posisi duduk dan menarik tubuhnya ke belakang. Saat lampu hijau, sepeda motor kembali melaju. Tiba-tiba Bia menepuk pundak Bash, bukan karena meminta Bash supaya mengurangi kecepatan namun Bia sadar jika tempat yang hendak mereka tuju seharusnya tidak melewati jalan ini.

"Bash, harusnya kan belok kanan."

"Haa, kenapa?"

"Bukannya ke kanan ya harusnya?"

"Nggak denger!" seru Bash. Bia terpaksa memajukan tubuhnya agar suaranya tidak kalah dengan angin dan kendaraan lain di jalan.

" Bener lewat sini jalannya?"

Bash hanya menjawab dengan memberi kode jempol pada Bia lalu kembali fokus ke depan. Akhirnya sepeda motor berhenti tepat di sebuah parkiran bangunan yang menjulang tinggi. Bukan kafe, bukan restoran, melainkan hotel. Ya benar itu hotel. Bia menatap Bash dengan tatapan intimidasi.

"Kok ke sini, mau ngapain ke sini?"

Bash masih bungkam, ia melepas helm dan mengaitkannya dengan motornya.

"Nggak ah!"

Bash menarik paksa tangan Bia, terpaksa Bia mengikutinya. Bia merogoh ponsel dari dalam tasnya, ia bersiap menekan calling pada Elita seandainya apa-apa terjadi pada Bia.

"Kamu mau ngapain sih Bash ke sini?"

"Nanti juga tahu."

Bia mengikuti Bash masuk ke dalam lift, keduanya saling diam sampai pintu terbuka tepat diangka tiga puluh.

"Lantai tiga puluh?"

Kehadiran Bia dan bash disambut alunan musik klasik. Bia membeku saat kedua bola matanya dimanjakan dengan pemandangan yang mempesona. Saat itu suasana terasa begitu syahdu dan romantis. Kali ini apa yang dilakukan Bash berhasil membuat Bia tersadar karena pada akhirnya yang tampan akan kalah dengan yang membuat nyaman.

Bucin Kasta TertinggiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang