EPISODE 18

4.1K 288 35
                                    

꧁꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧇꧑꧘꧇꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋꧋

AUTHOR POV

Jam menunjukkan pukul satu malam ketika Bagus sampai di rumahnya. Dari luar tampak sepi, nampaknya orang rumah sudah terlelap. Ia memarkirkan motornya di garasi lalu memasuki rumah. Ia yakin kalau tidak akan ada surprise lagi di rumah, budaya mereka tidak menerapkan hal itu. Lalu ia segera masuk kamar, membersihkan diri kemudian tidur.

Pagi harinya, ia terbangun. Ia langsung turun ke bawah mengambil segelas air di dapur. Di sana ia mendapati ibunya sudah memasak makanan.

"Eh anak ibu udah bangun. Selamat ulang tahun ya, sayang" ucap ibunya sambil membuka pelukan lebar-lebar, Bagus pun meraihnya dan membalas pelukan tersebut.

"Makasih, ya, buk" ucapnya.

"Nggak usah dikasih kado kan?" Tanya ibunya.

"Hehe, udah banyak tuh buk, di atas"

Tak lama, disusul dengan ayahnya, adiknya yang paling kecil, dan adiknya yang paling bandel ikut mengucapkan.

Selepas dari itu, Bagus langsung ke atas lagi dan mandi. Usai mandi dan sebagainya, ia membopong semua kado ke atas kasur dan membuka kadonya satu persatu. Di awali dengan kado yang paling terakhir, ia sangat ingin tahu tentang kado paling misterius yang tidak tahu siapa pemberinya. Tiba-tiba digantung saja di Motor.

Dengan cepat, terburu namun hati-hati ia merobek kertas kado yang membungkus. Dipandanginya sekarang sebuah kotak sepatu dengan brand yang terkenal itu. Bagus terkejut bukan main, karena tak menyangka akan mendapatkan hadiah ini. Ia masih bertanya-tanya siapa gerangan yang memberinya kado ini.

Perlahan ia membuka karton itu. Sebuah sepatu berwarna dominan biru tua tepat berada di depan matanya. Itu adalah model keluaran terbaru yang sempat ia lihat di media sosial waktu. Bahkan ia sudah sempat mengincarnya tapi belum sempat membelinya. Saat ia asyik mengeluarkan sepatu dari kardusnya. Tertinggal selembar kertas kuning di dasar kardus, sebuah birthday card. Ia buka perlahan-lahan kertas itu. Isinya tak banyak, hanya dua baris kalimat yang ditulis rapi menggunakan tangan.

"Dipakai ya jangan disimpan!

M.R.P."

"MRP?!" gumam Bagus lirih. Sebuah inisial yang cukup familiar.

"Heh! Mocca Rahadian Putra?! seriusan?" ia berseru, awalnya sama sekali ia tak terbesit bahwa yang ada dibalik semua ini adalah Mocca. Ia tak habis pikir, anak seperti Mocca bisa membeli barang ini. Segera ia meraih ponselnya, memotretnya lalu mengirimnya ke ruang obrolan Mocca di Whatsapp.

"Terima kasih kadonya ya. Tapi kamu harus banyak berhemat setelah ini 😑" tulisnya dan dipungkas dengan emoticon. Tak ada balasan saat itu, ia memaklumi kalau Mocca mungkin masih dalam kondisi tidur, atau bahkan sudah menjalani kelas.

Ketika ia hendak mencobanya, ia lalu reflek melihat nomor sepatunya. Sesaat itu dia membalikkan sepatu dan mendapati ukuran sepatu yang sesuai dengan ukuran biasanya.

Dahinya berkerut seakan berpikir, "Kok bisa tahu ukuran sepatuku ya?" pungkasnya.

***

"Kabar bagus!" seru Arya. Ia datang berlarian dari koridor menuju gudang alat. Mocca yang saat itu sedang duduk di kursi panjang depan gudang sambil menikmati minuman dingin yang baru saja ia beli melihat Arya dengan terheran-heran.

"Kabar bagus, Mocc!" Ucap Arya sembari menggoyangkan bahu Mocca.

"Iiiih! Apaan sih?" Keluh Mocca. Minumannya tumpah tumpah saat Arya menggoyang tubuhnya hebat.

Pacarku, Pelatihku [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang