JS 27: Tetangga Baru

140 34 9
                                    

Wherever I go, my home is you.

•••

"Oh Angga, ya ampun kamu apa kabar?" Aku sangat antusias melihat Angga pulang.

"Tambah tinggi nih." Dengan Percaya dirinya ia berkata demikian.

"Temu kangennya di dalem aja woy." Rinjani tiba-tiba sewot.

"Mas lu marah ya?" Benar-benar Angga memang tidak berubah --masih sama cerewetnya.

"Dih, kenapa?" Rinjani mulai malas mendengarkan Angga.

"Gue udah bisa nyamain tinggi badan lo." Setelah mengucapkan kalimat itu Angga dengan sifat konyolnya berlari menemui mama ku.

Angga Negara. Pria seumuran dengan ku, dia adalah anak dari om Tio yang merupakan sahabat Ayah. Kami kenal dekat pada masa kecil. Keluarga kami sangat lekat, sehingga aku dan Angga bisa dibilang sahabat. Hingga tiba satu waktu ketika om Tio dan keluarga pindah ke Jepang, Angga terpaksa harus pindah rumah dan juga sekolah.

Kebersamaan kami hanya sampai pada tingkat Taman Kanak-kanak, setelah kepindahan mereka, sangat jarang kami berkomunikasi. Aku kehilangan tentunya, mengingat hanya Angga lah sahabat yang ku punya. Dia adalah anak yang ceria, pemecah suasana, dan pencuri ketenangan. Namun ia begitu ku rindukan, entah kenapa kepulangannya ke Indonesia membuat ku merasa menemukan sumber riang ku kembali.

"Tante, Ada kabar gembira untuk kita semua!" Angga dengan wajah gembira mendekat ke arah Mama.

"Angga ada ekstraknya? Sehatkan tubuh kita?" Rinjani sangat garing.

"Dengerin dulu mas, Gue sama keluarga memutuskan menetap di Indonesia. Gue mau kuliah di sini."

"Hah?!? Kuliah?!?" Aku dan Rinjani kebingungan, mengingat Angga adalah anak seusiaku yang baru menginjak kelas 11 SMA.

"Ah, kalau gue ceritain ke mas Gunung Rinjani sama Senja Kopi Anak Indie, kalian gak bakal percaya. Mami aja deh yang ngasih tahu." Tuh cerewetnya Angga kambuh.

"Iya, Angga udah bisa kuliah mulai tahun ini. Allhamdulillah, karena otaknya yang sangat berguna jadi Angga ikut akselerasi. Papinya Angga ngasih kebebasan untuk milih kuliah di mana, terus dia milih di sini."

"Lo benar-benar Angga-ran negara yang bermanfaat. Permisi gunung mau lewat." Rinjani dengan wajah bingung campur kesal meninggalkan ruangan keluarga kami,  sebelum pergi ia menepuk-nepuk pundak Angga seperti mengisyaratkan genderang perang bermagnitudo dahsyat.

"Terus Tante pindah di mana?" Tanyaku.

"Di depan rumah Anak Indie pastinya, supaya bisa makan Indomie bareng lagi." Angga membuat ku mengingat makanan kesukaan ku beberapa tahun lalu.

"Serius Tante?" Aku yang kurang mempercayai Angga, menanyakan ulang pada Tante Ita.

"Iya sayang." Entah kenapa aku sangat gembira mendengarnya.

"Senja bantuin pindahan yuk, nanti gue kasih kiss. Permen lho, mau nggak?" Angga memang anak yang pandai--pandai melawak.

Angga dan Tante Ita pindah rumah persis di depan rumahku. Rumah bergaya modern tentunya, sayangnya om Tio belum bisa ikut pulang karena pekerjaan yang begitu dia diprioritaskan. Tapi tak apa, seperti ini saja sudah cukup bahagia. Aku memutuskan menghabiskan hari liburku untuk membantu pindahan rumah Angga.

Setelah semuanya selesai. Rumah bersih, dan terasa lebih hidup dari sebelumnya. Dinding-dinding yang dulunya dingin kini tak lagi ingin penghuni. Ketika lantai dipijak, sudah tak ada lagi debur debu di udara sunyi. Dentuman jam dinding sudah terdengar lagi dari jantungnya. Bingkai foto bahagia Angga dan keluarga terpampang berisikan pasangan keluarga dengan cerianya, tembok kokoh itu sudah merasa lengkap menjadi tempat kebahagiaan manusia ketika melihat jepretan sederhana sebuah keluarga. Sederhananya, rumah ini kembali bertemu cemaranya.

•••

Jangan lupa komen di bawah, pencet tombol votenya, follow aku supaya nggak ketinggalan informasi selanjutnya, dan share ke teman-teman juga.

Find me on:
IG: @julfabella
Twitter:  @kotabulan

Tag aku jika kalian menggunakan kutipan dari karyaku. Aku minta bantuan kalian agar cerita ini berkembang. Terima kasih sudah berkenan baca.

JINGGANYA SENJA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang