JS 29: Perlahan Runtuh

123 31 0
                                    

Apa yang terjadi dengan kebahagiaan yang kamu doakan?

•••

Libur semester sebentar lagi tiba. Raut wajah bahagia sudah mulai terajut sempurna, walau hanya dua Minggu saja. Di masa-masa sekarang, sekolah mulai lengang. Ada beberapa siswa yang tidak berangkat karena memilih libur lebih awal dengan banyak alasan. Padahal pihak sekolah telah memberikan waktu luang untuk bersenang-senang.

Hari ini siswa-siswi berhamburan menuju lapangan pertandingan, karena akan ada perlombaan basket putri antar angkatan. Kebetulan aku menjadi anggota di tim kelas 11 MIPA.

"Senja kumpul di kelas sebelah ya, aku tunggu." Ucap Alfa sebagai official tim yang tengah sibuk mengumpulkan anak-anak.

Seluruh tim dan official sudah berkumpul dan berdoa bersama. Sebentar lagi pertandingan akan dimulai dan tim kami bermain diurutan kedua. Di pinggir lapangan terlihat Ben dan kawan-kawan sedang mempersiapkan yel-yel kemenangan. Mereka sangat antusias mendukung kami.

Sekarang giliran kami yang berlaga, teriakkan mereka terdengar seperti mendoakan kekalahan dan juga kemenangan. Bola basket kini ada di tanganku, aku hantam ke tanah dengan sekuat tenaga, dan anggota tim kami berhasil menguasai bola dan jalannya pertandingan hingga kami unggul dari lawan. Di menit-menit akhir pertandingan suara sorak sorai penonton seperti mengetahui siapa yang akan menjadi pemenang. Waktu permainan habis dan akhirnya tim kami berhasil lolos ke babak selanjutnya.

"Good job my sister, nih minum." Elin, Oca dan Fanny mendekat ke arahku diikuti Ben dan gengnya.

"Well done, well done." Jodhy bertepuk tangan dengan raut wajah kegirangan.

Setelah pertandingan selesai, kami pergi kembali ke kelas masing-masing.

"Senja, nih hp Lo ternyata dari tadi ada panggilan dan gak ke angkat sama gue." Oca menyerahkan ponselku yang aku titipkan sebelum mulai bertanding.

Aku heran kenapa ayah menelfon ku berulang kali, begitu juga dengan Rinjani. Ternyata Rinjani juga meninggalkan pesan.

'Senja, mama masuk rumah sakit. Cepat pulang.'

Seketika wajahku pucat dan otakku berhenti berpikir. Aku terkejut membaca pesan singkat dari Rinjani. Apa yang terjadi?

"Senja, ada apa?" Tanya Ben terlihat cemas.

Aku masih terdiam, kucoba menghubungi ayah dan Rinjani tapi tidak ada jawaban. Aku tidak tau harus bagaimana, di mana rumah sakitnya? Dan bagaimana keadaan mama? Dari luar kelas terdengar derapan telapak kaki berlarian.

"Senja, ayo ikut saya. Saya tau di mana mama kamu dirawat." Jingga datang terburu-buru dengan membawa selembar kertas izin keluar dari sekolah. Ia memegang tanganku berusaha meyakinkanku. Aku masih bingung menguraikan apa yang terjadi saat ini. Tanpa pikir panjang aku mengambil jaket dan juga tasku. Kami berlari meninggalkan kelas dan menyisakan tanya bagi teman-teman.

"Senja ada apa sih?" Tanya Fanny yang juga khawatir.

"Nanti aku ceritain ya." Aku dan Jingga bergegas ke parkiran sekolah. Di tengah perjalanan aku hanya merapal doa berharap mama baik-baik saja. Angin menghembus berhasil menembus seragam basket yang masih ku kenakan.

Sesampainya di rumah sakit, Jingga menuntunku menemui Rinjani. Di sana ada ayah dan juga Rinjani yang sedang menunggu di depan ruang ICU.

"Ayah." Aku memeluk ayah sembari meneteskan air mata.

"Ayah, Mama kenapa?" Suaraku terdengar sesenggukan.

"Mama kamu tadi tiba-tiba pingsan di dapur, sayang. Sekarang kondisinya masih kritis." Ayah menjelaskan dan menyuruhku duduk.

JINGGANYA SENJA (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang