13. belajar bareng

660 152 3
                                    

Setelah menunggu sekitar 1 setengah jam, akhirnya yang ditunggu datang juga. Aiden datang dengan ransel di bahunya. Kina langsung melambai. Entah kenapa seneng banget liat Aiden dateng.

"Sorry, lama banget ya?" ucapnya sambil menarik kursi.

"Ya lama sih, tapi... Nathan nemenin gue kok haha."

"Oya?" Aiden melirik ke arah Nathan yang lagi menuangkan kopi ke dalam satu cangkir kopi. Aiden mengatakan 'thank you' tanpa suara ke Nathan. Nathan mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.

"Ngapain aja sama Nathan?"

"Ngobrol bentar doang. Nanya password wifi. Sama dia rekomen beberapa film di Netflix udah gitu doang sisanya dia gawe haha!"

"Oh... bagus deh haha."

"Oya! Sama... thanks loh udah ngasih red velvet. Padahal gak usah... dan sorry, udah abis..."

Aiden tersenyum, "Gak papa. Gue gak enak. Gue yang bilang jam 4, tapi guenya telat. Sekarang udah sore banget. Bokap lo gimana? Aman?"

"Tenang, kalo alasannya belajar dia suka kasih spare time,"

"Syukur deh. Yaudah, kita mulai aja lah ya."

"Oke!"


Kina dan Aiden benar-benar belajar. Aiden mengeluarkan banyak catatan di bindernya, begitu juga Kina. Kina amaze sama Aiden. Kenapa? Cara dia jelasin satu materi bener-bener gampang dimengerti. Jauh banget sama dosen-dosennya di kampus. Pas dijelasin sama Aiden, kayak magic, dia langsung ngerti! Aiden juga kasih beberapa website dan jurnal referensi, bahkan Youtube Channel yang ngebahas tetek bengek soal Hukum.

"Den, lo kenapa gak jadi Teaching Assistant aja sih?" ucap Kina di sela rehat mereka. Aiden memesan muffin buat mengisi perutnya yang lapar, sedangkan Kina memesan creme brulee.

"Kenapa emangnya?"

"Cara lo jelasin ke gua beneran crystal clear. Gue lebih ngerti dijelasin elo daripada sama dosen."

"Ah masa sih?" Jujur, Aiden malu.

"Beneran!"

"Lo mau tau rahasianya gak?"

Kina mengangguk tanpa ragu.

"Lo itu pinter, Kin. Serius deh. Gak gampang dapet IPK segede elo di Hukum. Lo tau kenapa lo itu bagus tapi hasilnya kurang maksimal?"

Kina menggeleng, "Karena gue bego?"

Aiden terkekeh, "Barusan gue bilang lo pinter, Kina. Bukan, bukan karena lo bego."

"Terus?"

Kina merasa jantungnya berdetak sangat kencang saat jari telunjuk Aiden mendarat di keningnya, seraya berkata, "Kebanyakan orang menggunakan seluruh logika buat menyelesaikan case, dan memahami materi-materi Hukum."

Tangannya kini turun, meraih tangan Kina, dan menaruhnya di dada Kina, "Padahal, harusnya pake hati juga, Kin."

Tangan Aiden kerasa lembut banget waktu menyentuh tangannya. Bikin Kina bengong. Udah gitu, gak bisa napas.

"M—maksud lo?"

"Jujur gue seneng denger alasan lo masuk Hukum, buat bantu keadilan orang kecil, kan? Tapi lo tuh malah kebanyakan teori."

Kina nggak mengerti, "Loh, itu kan gunanya Kuliah, Aiden!"

"Kata siapa? Udah pernah ngerasain sidang beneran?"

Kina menggeleng. Dia Cuma pernah liat di youtube, dan simulasi di kelas.

"Gue pernah Kin, dan teori aja tuh nggak cukup. Sebagai pengacara, lo juga harus punya hati."

"Lo udah pernah ngerasain sidang?"

Aiden mengangguk, "Yeah. Gue dateng di sidang cerai orang tua gue waktu itu."

"Eh? Aiden—sorry, gue gak maksud—"

"Kina, it's okay. Udah lama. Dan ditambah, bokap gue pengacara... so..."

Melihat suasana yang jadi agak mellow, Aiden terkekeh, "Kina, jangan dipikirin!"

"Siapa yang mikirin?"

"Muka lo tuh, tiba-tiba kayak merasa bersalah gitu. Intinya, lo harus coba memahami dengan hati lo juga. Yakin, beda deh jawaban ujian nanti kalo otak sama hati seimbang. Terus, gue Cuma mau bilang, you can't save everyone, Kin. Tapi, semangat lo sebagai pengacara buat bela orang kecil jangan sampe ilang, Kin. Pengacara kayak gitu langka banget."

Kina speechless. Nggak tahu harus balas apa. Yang pasti Kina kini melihat Aiden dengan pandangan yang jauh berbeda. Ada sesuatu yang mengacak-ngacak hatinya sekarang.

"Kin? Kok bengong?"

"Hah? Siapa yang bengong?"

"Elo, lah. Lo gak papa?"

"Gak papa. Yuk lanjut lagi."

Kina bohong. Gue barusan gak bisa napas, Den.


Pada akhirnya, mereka malah banyak ngobrolnya. Kalo dilanjut belajar, Kina udah gak fokus. Tiap liat Aiden ketawa, bawaannya gak bisa napas. Entah ini efek caffeein atau apa (Kina ditawarin minum latte sama Aiden, dibuatin sama Nathan, dan enak ternyata!).

"Gue harus pulang nih. Udah jam 10." Ucap Kina. Gak kerasa banget sumpah!

"Gue anter."

"Naik ojol aja gue Den."

Aiden menggeleng, lalu berdiri membereskan barang-barangnya, "Sama gue aja."

"Jauh ih. Antapani loh."

"Kenapa emang? Gapapa. Yuk."

Kalo Aiden udah insist gini tentu aja Kina gak bisa nolak.

Sehabis beres-beres, Aiden dan Kina pamit sama Nathan.

"Nath, duluan yak! Mangat bro gawenya." Aiden tos sama Nathan.

"Yo thank you bro. Tiati loh, anak orang, jangan macem-macem. Kin, kalo Aiden macem-macem tonjok aja."

Kina terkekeh, "Gue pelintir."

Nathan menunjukkan ekspresi pissed, "Ngeri, ngerrriiii."

Aiden terlihat bete, "Apaan sih, gue gak bakal apa-apain Kina lah."

"Canda elah! Tiati ya kalian berdua."

Kina mengangguk. Aiden menyuruh Nathan mendekat, lalu berbisik, "Yang red velvet gue transfer aja yak."

Nathan mengibas tangannya, "Santai. Anter dulu cewek lo."

"Bukan cewek gue!"


***


HEY GENGS! Huwaaa aku senang sekali sudah banyak yang baca cerita ini hehehehe. Oyah, karena aku gabisa update untuk besok-besok, hari ini aku akan double update ya :))) doakan saja Senin aku bisa update :D 

e·the·re·al #1: aiden ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang