Mading di hall lantai 1 kampus hukum UHB penuh sama mahasiswa yang melihat jadwal UTS yang udah keluar. Kina salah satunya. Disebelahnya, Sekar mencoba memotretnya dengan ponselnya.
"Anjir, Kin! Hukum Perdata Internasional hari pertama terus jam 7 pagi! Ngawur bener!" Sekar mengomel. Kina juga mengumpat. Mata kuliah yang susah kok ya di hari pertama?
Kina mengajak Sekar mundur, "Cuma punya waktu satu minggu lagi nih. Gaada main-main ya, Kar." Ucap Kina.
Sekar mengangguk lemas, "Iya nih. IPK gue bisa-bisa anjlok kalo misal UTS kali ini jelek. Lo sama Aiden nggak ada ngadain belajar bareng gitu? Bantuin gue kenapa?"
Belajar bareng Aiden udah kayak kebiasaan, sekarang. Kayak udah pasti bakal ada.
"Ya boleh aja, jadwalin. Tapi yang bener lo, belajarnya."
"Iya, gue serius! Nanti gue ajak Anton juga."
"Awas lo jangan pacaran!"
"Laksanakan!"
Jadilah selama 1 minggu UTS, Kina, Aiden, Sekar dan Anton selalu bareng-bareng buat belajar. Kadang, Kina mengajak temannya yang lain buat ikutan grup belajar bersama Aiden. Beberapa orang kaget sih liat Aiden bisa bukan grup buat belajar bareng dia. Sebelumnya nggak pernah. Ini yang pertama.
Aiden meregangkan tangannya, pegal. Ia baru saja menyelesaikan acara ajar-mengajar mata kuliah Hukum Lingkungan yang akan berlangsung besok pagi. Kini jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan 'para murid'-nya sudah pulang, menyisakan Kina dan dirinya di perpustakaan.
"Capek ya?" ucap Kina, sambil menaruh botol minum di hadapan Aiden, "Nih, minum dulu."
Dengan cepat, Aiden meneguk air minum yang dikasih Kina. "Gila, berbusa mulut gue."
Kina terkekeh, "Ini yang terakhir kok. Gimana? Mending ngajarin gue atau anak-anak yang lain?"
"Ya elo lah." Jawab Aiden tanpa ragu. Ia menghela napas, "Soalnya lo lebih cepet ngerti."
"Bisa aja lo!"
"Beneran. Lo makin hari makin pinter deh, Kin. Gue yakin sih, IPK lo bakal melesat semester ini."
Kina mendorong Aiden, "Apaan si. Iya, gue makin naik, dan lo juga."
Aiden terdiam, "IPK gak begitu penting buat gue, sih... Kin. Serius. Gue gak peduli kalopun IPK gue jeblok."
Pernyataan Aiden bikin Kina kaget. Disaat orang-orang pengen ada di posisi Aiden, sampai senggol bacok... Aiden malah nggak peduli dengan posisinya?
"Lo bercanda ah, Den."
"Gue serius. Gue gak suka kuliah di Hukum, Kin. Gue benci setiap menitnya."
Kina bener-bener aneh mendengar kata-kata itu muncul dari mulut Aiden. Kina menatap Aiden. Nggak ada keraguan di matanya. Aiden jujur.
"Den... lo serius? Kenapa?"
"Panjang ceritanya."
Kina mendekatkan kursinya ke dekat Aiden, "Perpus pas ujian buka 24 jam. Gue siap dengerin lo sampe pagi."
Aiden terkekeh, "Besok lo ujian, Kina."
"Seperti kata lo, gue udah pinter. Ayolah, Aiden. I got my time in the world."
"Bokap lo gimana? Oke gue cerita, tapi jam 8 lo balik ya? Gue anterin."
"Iya. Sok."
Aiden mulai cerita. Dimulai dari waktu ia kecil. Ia tahu, ayahnya seorang pengacara. Keren. Beberapa kali wajah ayahnya muncul di TV, memenangkan banyak kasus di pengadilan. Termasuk para artis. Tapi Aiden nggak percaya, keluarganya bisa ada di posisi yang ada di TV itu. Perceraian orang tuanya sendiri. Aiden merasa kecewa saat itu. Ayah nggak bisa mempertahankan keluarganya sendiri. Pengadilan menjadi horor baginya. Ia benci mendengar kata 'pengacara' atau 'pengadilan'. Itu mengingatkannya akan perpisahan kedua orang tuanya. Seiring berjalannya waktu, Aiden punya mimpi. Pengen jadi Arsitek. Pengen bikin gedung rancangannya sendiri.
Pengen masuk Arstiketur UHB, tapi nggak dibolehin sama Ayahnya. Aiden, menjadi anak penurut, Cuma bisa mengiyakan aja. Ditambah sang ibu juga menyarankan Aiden buat nurut aja sama Ayahnya.
"Hidup gue udah diatur, Kin. Gue gak bisa menentukan apa yang gue mau. Jujur, gue... gue iri sama elo. Elo tau apa yang lo mau, dan lo kejar itu. Sedangkan gue... buat ngejar apa yang gue mau aja gak bisa."
Entah dapet dorongan dari mana, Kina memegang tangan Aiden. "Den... gue gak tau harus jawab apa..."
"Makanya, gue pengen lo nyusulin gue. Kejar mimpi masuk Adhidarma. Gue yakin lo bisa."
Kina menatap Aiden. Lama. Menatap matanya lekat-lekat.
Satu yang Kina tahu.
Ia jatuh cinta pada Aiden.
Bener apa kata orang, cinta itu datang tanpa permisi. Nggak tau tempat, nggak tau waktu, nggak kenal alasan. Contohnya ya Kina ini. Di perpustakaan, jam 7 malam, kepada seorang pria yang baru saja mengatakan ia membenci kuliah di hukum—yang jelas ini adalah mimpinya.
"Udah ya ceritanya. Cukup sampe situ aja." Aiden menggaruk tengkuknya, "Gue gak pernah kasih tau orang soal ini. Wajar sih kalo lo awalnya kesel sama gue. Gue aja yang gak niat kuliah di Hukum, dapet spotlight terus. Gue jadi merasa bersalah banget."
Kina melepas genggaman tangannya, "Lo juga manusia, ya."
"Yaiyalah, selama ini lo ngira gue apa? Siluman?"
Tawa mereka pun pecah.
"Oke, fix." Ucap Kina tiba-tiba. Aiden menaikkan alisnya,
"Apaan tiba-tiba Fix?"
"Gue bakal bikin lo bahagia kuliah disini, Den."
"Hah?"
"Iya, setidaknya, enjoy while it last aja sih, Den. Gue gak mau lo kuliah disini tapi penuh dengan penyesalan."
Aiden terpana. "Gimana caranya?"
"Ya jadi mahasiswa pada umumnya, Den."
Aiden nggak paham. "Maksud, lo?"
"Lo terima jadi aja. Pokoknya, lo harus ikutin apa kata gue ya. Setelah UTS kita mulai." Kina tersenyum. Aiden geleng-geleng kepala. Kina ini anaknya penuh kejutan banget.
Akhirnya, mereka berdua meninggalkan kampus. Setengah sembilan, jadinya karena keasikan ngobrol. Seperti janjinya, Aiden mengantar Kina sampai depan rumah. Sesampainya di rumah Kina, sepi. Papanya enggak keluar kayak waktu itu.
"Papamu nggak keluar, Kin?"
"Kenapa? Kamu kangen sama Papa?"
"Nanya doang, yaampun."
Kina terkekeh, "Gak tau deh. Tapi gue udah bilang pulang sama elo, Den. Mungkin dia percaya aja kalo lo yang anter."
Aiden senang mendengarnya. "Kalo gitu sering-sering aja gue anter pulang ya?"
Kina tegang sendiri dengernya. "Kalo lo ikhlas sih ya gapapa, hemat ongkos!"
"Gapapa, gue seneng jalan-jalan."
"Bener ya? Yes! Yaudah, gue masuk dulu ya."
"Bentar," Aiden menahan tangan Kina, lalu mengacak pelan rambut Kina, "Goodluck ya besok ujiannya. Hari terakhir. Semoga usaha kita nggak sia-sia."
Rasanya jantung Kina mau meledak.
"I—iya... lo juga."
Aiden tersenyum lembut, "Masuk gih."
"Ini mau. Dah, Aiden."
Kina cepet-cepet masuk kamar. Aiden beneran bisa bikin jantungnya berdebar. Kina bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Ya tuhan, gue beneran suka sama Aiden... gimana dong? Belum apa-apa Kina udah kangen. Pengen cepet-cepet ketemu Aiden besok.
---
Personally, I loooooooooove this chapter. wdyt? haha
btw, aku sedikit writers block nih huhu. jadi maafkan jika nantinya update akan melambat sedikit. aku pun ingin cepat-cepat menyelesaikan FF ini haha karena aku gak sabar buat nulis buat Nathan!!!
Selamat hari Selasa. Jangan lupa bahagia ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
e·the·re·al #1: aiden ✔️
Fanfictione·the·re·al /əˈTHirēəl/ something/someone of such pure beauty that it seems out of this world or heavenly "When he met her; it was completely ethereal" - Mimpi Kina itu jadi pengacara hebat yang bisa bantu-bantu orang kecil untuk mendapat keadilan...