02 | Kesan Pertama Untuknya

411 75 232
                                    

Awal jatuh cinta itu menyenangkan. Namun, ketika tahu akhirnya, kemungkinan menyakitkan.

》》¤《《

Murid berdesakkan mengerumuni kami. Aku sempat terpaku pada darah kental yang mengucur deras dari hidung cowok bermata sipit itu. Ingin rasanya memencet indra penciumnya agar darah tidak terus mengalir, tetapi kedua tanganku seakan menjadi tangan batu.

Di sekitarku murid-murid mulai berbisik membicarakan.

"Eh! kayaknya mereka bertengkar gara-gara Rona deh."

"Kamu kenal cewek itu?"

"Iya! Waktu MPLS aku satu gugus sama dia!"

"Udah jadi tabu, 'kan? Dua cowok bertengkar hanya karena satu cewek!"

Mereka pikir aku tidak mendengarnya? Kupingku pengang mendengar celotehan sok tahu itu. Jelas sekali mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tetapi dengan penuh percaya diri bertingkah layaknya tokoh utama dalam peristiwa ini.

Aku menghirup udara banyak-banyak, kurasa aku sedikit tenang sekarang. Kemudian aku menaruh batagor dan air mineral di lantai kantin, persetan dengan bakteri jahat yang berkesempatan masuk ke dalam pesananku. Yang kupikirkan sekarang, bagaimana menyelesaikan drama ini secepatnya. Aku paling tidak suka keramaian apalagi menjadi pusat perhatian.

Kakak kelas sombong itu hendak melayangkan lagi pukulan padanya yang kini duduk lesehan sembari menyeka darah di hidung, jika saja refleksku tidak bagus. Aku memiting tangannya ke belakang, kemudian menekuk lututnya dengan tendangan. Sehingga kini keadaan berbalik, kakak kelas sombong itu yang kewalahan.

Murid-murid bersorak-sorai tak jelas. Sebagian besar memujiku dan sebagiannya lagi mencercaku karena tidak sopan kepada kakak kelas.

"Lepasin gue! Dasar ade kelas songong!" Kakak kelas sombong itu berteriak lantang, berusaha melepaskan tangannya dari pitinganku

"Sebenarnya siapa yang songong duluan? Dasar kakak kelas gak sopan!" gertakku

Dari kerumunan yang kini bertambah banyak melingkari, muncul dua sosok yang berjalan tergesa menghampiri kami. Satu cewek, teman sekelasku yang kalau tidak salah bernama Dahayu Arsya, dan satu lagi sahabatku Aryan Aryasatya.

Oke! Bersiaplah kau diceramahi sampai ke akar-akarnya Rona!

"Astaga Rona! Apa-apaan kamu? Ayo lepaskan tangan Kak Bara!"

Dengan terpaksa, aku melepaskan pitinganku. Aku menatap Aryan sebal sembari melipat kedua tangan.

Aryan mengucapkan kata maaf beberapa kali pada kakak kelas sombong itu, lalu ia dihadiahi jitakan di kepala sekaligus nasihat, "Lain kali ajari pacarmu tatakrama yang baik sama kakak kelas!"

Aryan mengusap kepala bagian kanannya sambil mengaduh tertahan, kemudian ia membubarkan kerumunan murid di sekitar kami.

"Sudah kubilang jangan terlibat perkelahian gak jelas kayak tadi, Ron! Jadi orang kok bebal banget sih!" Aryan berkacak pinggang bak ibu-ibu yang sedang memarahi anaknya.

Aku tidak menghiraukan perkataannya, pandanganku justru terpaku pada dua objek yang kini berada di depanku. Dahayu sedang menyeka darah si cowok sipit baik hati itu kemudian membawanya pergi, mungkin ke UKS.

Dua Hati Satu (Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang