09 | Padepokan Raksa Budhi

151 33 10
                                    

Hanya untuk hari ini, ingin kuberpaling dari dunia. Memandangmu sedikit lebih lama, sedikit lebih dekat. Mendengar suaramu sebanyak yang kumau. Untuk hari ini saja, bolehkah aku bahagia?

》》¤《《


Sudah hampir tiga bulan aku tak mengunjungi padepokan, kesibukan bersekolah menjadi faktor utama penyebabnya. Kendati begitu, jalinan komunikasiku dengan teman-teman se-padepokan tidak terganggu. Aku sering bertemu tak sengaja dengan mereka dan berakhir menghabiskan waktu mengobrol bersama.

Aku belajar silat di Padepokan Raksa Budhi sejak kelas satu SMP, papa yang mendaftarkanku. Dia menyuruhku belajar silat agar bisa mawas diri, tetapi seiring berjalannya waktu, aku semakin jatuh cinta dengan dunia pencak silat. Gerakannya yang mempesona tapi mematikan, acapkali membuatku takjub sendiri. Hingga tak terasa aku sudah menenteng banyak piala perlombaan dari tingkat daerah sampai internasional.

Berkunjung ke padepokan setelah satu bulan lebih aku tak ke sana, entahlah akan menjadi hari yang menyenangkan atau sebaliknya. Menyenangkan karena aku akan bertemu kembali dengan teman-teman juga terutama guru silatku, dan menyebalkan karena sedari tadi mama terus saja menggodaku.

"Serius, nih, teman?" Mama mengedipkan sebelah matanya kemudian menyodorkan nampan berisi minuman serta camilan padaku. "Sana! Berikan kepada, temanmu."

Aku mengembuskan napas lelah, sudah berkali-kali aku menjelaskan kepada mama bahwa Damar temanku yang hendak belajar silat di padepokan, tetapi mama tetap saja melancarkan serangannya. Untunglah papa sedang di kantornya, aku tak sanggup menangani ledekan dari satu orang lagi.

Tiba di ruang tamu, suhu tubuhku kembali naik drastis kala tak sengaja bersitatap dengan Damar. Pun saat Damar menyimpul senyumnya, sungguh tak kuasa lagi kakiku menyangga raga. Untunglah nampan berisi makanan sempurna terletak di tengah meja tanpa ada adegan terjatuh, dan isinya tumpah ke baju tamu.

"Kau terlihat gugup, Ron?"

Aku meneguk ludah lantas menggeleng kencang. Bagaimanalah ini? Kenapa aku tak bisa mengontrol diri sekali saja saat bersama Damar!

"Eh, aku tidak gugup, hehe ...." Dan kurasakan sikapku seperti orang idiot

Beruntunglah tak lama kemudian mama menghampiri kami, beliau membawakanku perlengkapan silat beserta dua seragamnya yang sudah terlipat rapi nan wangi. Mama, memang mama terbaik sedunia!

Mama menyiapkan perlengkapan silat sejak semalam setelah kubilang bahwa hari ini aku akan kembali berlatih silat di padepokan bersama temanku. Tak terlintas sedikitpun di benak mama kalau teman yang kumaksud berjenis kelamin laki-laki, itu sebabnya dari tadi dia terus saja menggodaku. Selain itu, ini kali pertama rumahku kedatangan remaja laki-laki selain Aryan. Ya, sejomlo itulah aku.

Saat jarum jam menunjukan pukul 08:00, aku dan Damar berpamitan pergi. Padepokan Raksa Budhi terletak 2 km dari rumahku, butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai di depan pagar kayu besar padepokan.

***

Tidak ada yang berubah, semuanya tetap sama. Tiang-tiang tinggi menjulang berbahan kayu jati berdiri kukuh menyangga bangunan besar itu. Saat pijak pertamaku di anak tangga, aroma khas padepokan tercium menyenangkan. Aku rindu sekali tempat ini.

Padepokan ini seperti stadion, berbentuk elips. Memiliki dua puluh ruangan yang tak kuhapal ruangan apa saja tepatnya. Di halaman depan terdapat balai kecil di antara kebun sintetis yang amat hijau ditumbuhi tanaman hias serta tanaman sayur-mayur. Biasanya sehabis penat berlatih, anak-anak silat beristirahat di sana ditemani makanan yang dipersiapkan khusus oleh kantin padepokan. Selain itu, guru silat kami melarang tegas anak-anaknya untuk minum es dan makan makanan pedas.

Dua Hati Satu (Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang