12 | Bunyi Rasa dalam Kelam

154 22 5
                                    

Jatuh cinta padamu adalah tentang durasi waktu di mana akan ada penghujung. Tak perlu sebuah alasan untuk menghentikannya, cukup menerima kenyataan bahwa kamu tidak mencintaiku, itu lebih dari cukup agar aku tahu diri dan segera menepi.

》》¤《《

Aku tidak pingsan, melainkan hanya ketiduran. Saat detik pertama membuka mata, kudapati Aryan khidmat membaca tulisan di layar laptop, aku tergelak kaget. kurebut laptop dari jangkauannya dan menyembunyikannya di belakang tubuh. Namun, itu sia-sia saja dilakukan, Aryan telanjur mengetahui semua rahasia batin yang selama ini kutuangkan dalam ketikan jari.

"Kenapa kamu lancang sekali!" Karena kesal aku membentaknya.

"Eh ... aku tadi cuma...."

"PAPA! ARYAN MAU MACAM-MACAM SAMA RONA!"

Tak perlu menunggu waktu dua menit untuk kaki papa menginjak lantai kamarku. Kulihat wajah Aryan pucat pasi kala papa mengunci tangannya ke belakang lantas membawanya turun. Aku mengekori mereka dengan perasaan cemas juga rasa bersalah yang kentara. Sungguh, aku refleks memanggil papa. Lagipula, kenapa Aryan selancang itu membaca tulisanku tanpa seizinku!

Papa membawa Aryan ke halaman belakang rumah di mana terdapat kolam renang pribadi. Kuharap papa hanya menghukum Aryan dengan push-up 50-100 kali bukan menyuruhnya terjun dan berendam di malam dingin seperti ini.

"Kamu sudah berani macam-macam sama Rona, Aryan. Bukankah Om selalu menyuruhmu untuk menjaganya bukan malah merusaknya?!" Papa menatap tajam membuat Aryan terintimidasi.

"Om, saya tadi hanya-"

Papa menunjuk kolam renang dengan dagunya kemudian menatap Aryan intens. Agaknya, kecemasanku akan terjadi....

"Turun atau kau mau Om larang untuk berteman lagi dengan putri Om?"

Aryan mengacak surainya dengan tampang lesu. "Baiklah, Om, Aryan turun. Tapi ini dingin sekali."

Sesungguhnya aku kasihan pada Aryan, tetapi melihat kejadian malam ini membuatku ingin sekali tertawa terpingkal-pingkal jika saja tidak ada papa. Debum air terdengar saat Aryan menjatuhkah diri di papan loncat setelah membuka kausnya. Aryan meringis ngilu ketika tubuhnya sempurna terendam air kolam yang tentu saja amat dingin mengingat hujan baru saja turun di tambah angin malam yang terus berembus.

"Hahaha..." Tak mampu lagi aku menahan tawa.

Dan celakanya, aku melupakan papa yang sudah ahli di bidang investigasi.

"Kenapa kamu tertawa, Rona?"

"Eh ... " Percuma saja aku merancang beribu alasan untuk melancarkan kebohongan. Papa sudah tahu duluan rencanaku hanya dengan tatapan tajamnya yang terus menghujam. Aku pasrah saja saat papa menyuruhku bergabung bersama Aryan, aku bersumpah baru pertama kali melihat muka papa yang marah sekali.

"Papa tidak pernah mengajarkanmu berbohong!" bentaknya, kemudian menyuruhku untuk segera menjalani tugas. Kini, Aryan yang gantian menertawaiku. Menyebalkan!

Setelah melihatku sempurna di dalam air, papa menyuruh kami untuk berenang sebanyak sepuluh kali putaran lantas beliau melenggang. Walau begitu, tidak ada pikiran mangkal dari tugas yang diberikannya di kepala kami, agaknya wajah beringas papa yang seorang Polisi membuat kami terpaksa jujur.

Aryan masih tertawa di posisinya, kuhampiri dia kemudian menampar keras permukaan air di depan wajahnya.

"Makanya jangan suka fitnah orang!" Aryan menjulurkan lidah padaku.

"Makanya jangan suka kepo lihat tulisan orang sembarangan! Dasar tidak sopan." Aku balas menjulurkan lidah.

Aryan hanya tertawa menanggapi kemudian menyemangatiku untuk menjalankan tugas. Sepuluh menit kami habiskan bolak-balik melawan arus air, meski dengan mati-matian menahan dingin yang luar biasa, kami tetap pantang mencurangi lapa atau hukuman akan lebih berat daripada ini.

Dua Hati Satu (Rahasia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang