🌻-PolyQuotes-🌻
Aku tahu, semua hal memiliki titik penghujung. Maka ketika tiba akhirnya, berikan aku satu detik untuk menyampaikan bahwa; hanya dengan melihatnya saja, aku merasa memiliki segalanya.
[☆]
Begitu sederhana bagiku definisi kebahagiaan, yaitu setiap waktu kebersamaan denganmu. Aku menikmatinya, sungguh menikmatinya.
[☆]
Jika kamu bertanya seperti apa rindu, ... benamkanlah kepalamu ke air tanpa batasan waktu. Kamu akan mati karena di dalam sana, begitu menyesakkan.
[☆]
🌻The Part-Ending of DHS(R)🌻
Suara jangkrik mulai terdengar bersahut-sahutan mengisi sekitar. Sang Chandra menenggelamkan kepala terakhirnya dengan salam perpisahan rona jingga di langit petang, begitu menakjubkan. Selepas dia sempurna tak tampak, rembulan sigap ganti berjaga, bersinar lembut.
Satu per satu kedai-kedai yang seharian teronggok bisu di pinggir jalan Soedirman, serentak unjuk eksistensi. Hiruk pikuk semakin ramai terdengar, bunyi knalpot motor semakin membuat pengang. Namun, walaupun begitu, pesona tiga air mancur yang menyalakan berbagai warna tetap terjaga keharmonisannya.
Aku memasang senyum. "Sudah lama tidak ke sini."
Aku memerhatikan dengan saksama bagaimana air itu meluncur dengan kecepatan maksimal yang membuat ujungnya seolah mata pisau. Terakhir berkunjung ke sini, Taman Air Mancur yang berada di ujung Jalan Soedirman begitu tak terawat; kumuh dan juga tak didapati air mancur sungguhan, hanya ada kolam keruh yang entah berfaedah untuk apa.
Kini, bukan saja terdapat air mancur betulan, tetapi tanaman bunga berbagai rupa yang dulu hidup segan mati tak mau, ditata rapi sepanjang sisi taman, menjadi pembatas alamiah. Pijakan kaki pun sudah diratakan dengan papingblok. Sementara tepat di depan ketiga air mancur tersebut, sebuah undakan menumpu mantap tulisan 'Taman Air Mancur' yang berukuran besar dan menghadap jalanan untuk memudahkan pengunjung luar kota menemukan harta karun kota Bogor.
"Kapan terakhir ke sini dan sama siapa?"
Setelah sekian menit hanya berdiri saling mendiamkan sembari memandang ikon utama di Taman Air Mancur, akhirnya Damar bersuara. Aku mengalihkan pandang padanya, tersenyum lebar. "Tahun kemarin bersama papa dan mama!" jawabku antusias.
"Oh, kukira bersamaku."
Aku mengerut. "Hah? Gimana Dam?"
"Hus!" desis Damar, melambai tangan di depan wajahku. "Lupakan. Tunggu di sini, Ron, aku segera kembali," titahnya sebelum kemudian berlalu.
Melihat punggung Damar yang kian menghilang di antara lalu-lalang para pejalan kaki, serta-merta bayang kepergian sejatinya mengusik batinku. Pelepasan ini, entah bagaimana caranya, ingin sekali aku hindari---jikalau bisa. Namun, aku tersadarkan oleh fakta; aku bukan siapa-siapanya.
Saat ini, aku hanya bisa berandai-andai sembari menikmati kerlap-kerlip sekitar, pun berangan-angan sembari membiarkan telinga mendengar apa saja yang tertangkap reseptor sarafnya. Hingga pemandangan kedua anak kecil terjatuh saat berboncengan di sepeda menarik perhatianku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Hati Satu (Rahasia)
Fiksi RemajaTeruntuk dia di antara surat-surat mungil tak berbalas, bisakah aku merengkuh dengan sebenar-benarnya? Pun, teruntuk kamu yang telah sabar mencintai, maukah jatuh cinta sekali lagi? :: Rona tahu, memu...