Plis jangan protes kenapa up jam segini! pembaca lama pasti udah hafal kebiasaan author.
"Yoong, jangan!" tahan Seohyun tersentak kaget sigap mendorong pundak Yoona. "Kau apa-apaan?"
Seohyun mendudukkan badan melihat wajah sayu bercampur rasa bersalah. Hanya saja ada siratan lain di balik mimik muka, tapi tidak begitu mencolok. Yoona menyimpan sesuatu yang tidak dia ketahui. Cinta? Ah, bagaimana bisa tiba-tiba?
"Oh, mian."
"Mungkin kau terlalu lelah menghadap laptop." Basa-basi Seohyun menoleh ke layar laptop sejenak. Masih proses render sepertiga jalan.
"Aniyo, Hyunnie." Sangkal Yoona ikut bangkit seraya meraih jemari Seohyun ke pangkuan.
"Ada apa, Yoong? Kau terlihat gelisah." Andai Yoona tahu Seohyun susah-payah mengatur napas dan pusaran gejolak di dada.
"Tempo lalu kau bertanya kenapa aku cukup berubah selama tidak di sini?"
Waktu itu Yoona menolak menyinggung hal ini, kini diri sendiri ingin membahasnya. Dia pikir sudah saatnya menyatakan perasaan yang terkubur menahun. Tak ingin rasa cinta sejak berusia dini harus menua tanpa jawaban pasti.
"Hahahaha. Jadi sejak lalu memikirkan ini?" Sahut Seohyun pura-pura tertawa karena diri sendiri masih menyimpan pertanyaan dan ingin tahu alasan Yoona berubah.
"Aku mencintaimu."
Tubuh Seohyun reflek membeku sesaat memanah wajah Yoona.
"Sudah lama jauh sebelum kau dan Kyuhyun dekat. Mungkin sejak kita masih kecil. Dan saat mendengar Kyuhyun berencana melamarmu, aku hancur dan memilih pergi. Jichu sempat mencegah karena takut terjadi hal buruk padaku di tempat jauh. Dia berusaha sebisa mungkin menahan, tapi keinginanku sudah bulat. Kupikir dengan menjauh dan menyibukkan diri bisa melupakan perasaan ini."
"Termasuk melupakan aku."
"Tidak,"
"Ya," sahut Seohyun menarik jemari dan membuang muka. "Karena tidak bisa mengendalikan ego, kau menjauh. Sangat jauh. Sekarang menodai persahabatan belasan tahun kita."
"Aku sedang memperbaikinya, Hyunnie. Sadar bahwa kita berbeda. Kau straight dan aku lesbian. Pernyataan barusan juga bukan paksaan agar kau membalas perasaanku. Tidak, sungguh. Maaf, kalau tadi memang kelepasan."
Seohyun tarik napas dalam-dalam lalu beranjak dari ranjang tanpa menatap wajah Yoona sedikitpun. "Tidurlah di sini! Aku akan tidur di kamar tamu."
Yoona buru-buru menahan. "Sekarang kau yang menjauh." Tapi pandangan tiba-tiba menangkap sebuah buku kecil seukuran novel terjepit di laci meja rias di balik punggung Seohyun.
"Kendalikan perasaan dan hawa napsumu, Yoong! Aku mau tidur."
"Baiklah, selamat tidur dan terima kasih memberiku kamar." Desis Yoona mengendus mengantarkan kepergian Seohyun.
Dia mendengar suara pintu di kamar sebelah tertutup bahkan samar-samar mendengar kunci. Seohyun seakan melakukan pelindungan. Tapi Yoona ikut mengunci pintu baru berjalan ke laptop mengecek pekerjaan. Proses render masih butuh waktu. Kini dia beralih ke meja rias di mana buku yang sempat menarik perhatian berada.
Memo.
Tak puas mendapati sikap Seohyun tadi, Yoona ingin tahu lebih jelas soal perasaan Seohyun sebenarnya. Walau sudah jelas sang sahabat pernah menjalin hubungan dan menikah dengan pria. Yoona tetap mau tahu lebih detail.
"Dia menulis dari tahun ke tahun." Lirih Yoona melihat ada lima belas buku harian berjajar di laci. Di setiap sudut buku pun tertulis tahun penulisan dan ada keterangan waktu serta tanggal hampir di tiap halaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny (YoonHyun + ChaeSoo)
FanfictionPolemik cinta empat wanita terhalang status sosial.