haloooo gaes apa kabar kalian selama seminggu tanpa cerita?
*biasa aja. kan banyak cerita lain. hahahaha*
*
Para tamu, rekan, dan kerabat silih bergantian menghampiri perkabungan Park Hyunsuk tak terkecuali Im ahjussi, Yoona, Jisoo, dan Seohyun. Di altar Ailee terus menangisi jasad ayahanda di dalam peti. Meraung-raung agar tidak ditinggal pergi. Namun, takdir telah berbicara. Park Hyunsuk mati setelah menembak dirinya sendiri tepat saat Ailee melempar botol soju ke dinding.
Yoona menatap wajah basah sang ayah karena kehilangan seseorang yang telah menjadi sahabat sejak beliau muda. Mengingat diri sendiri ketika harus berpisah dari Seohyun dan mengetahui bahwa orang teramat dicintai akan menjadi milik orang lain. Tapi tentu kehilangan yang dirasakan berbeda wujud dan rasa. Seohyun kembali ke sisinya. Park ahjussi? Mendiang sahabat ayahanda tidak bisa hidup lagi.
"Ailee, tabahkan hatimu, Nak!"
Ailee tersenyum sinis memandang rendah jemari Im ahjussi di lengannya. Langsung ditepis kasar dan menunjuk wajah sahabat mendiang ayahanda. "Pengkhianat! Ahjussi ada di mana saat appa terpuruk? Selama ini Ahjussi selalu menganggap appa sebagai sahabat, tapi lihat sekarang?"
"Ailee!" tegur seorang pria berwajah lebih muda dari appanya.
"Kalian bersahabat? Mengapa Ahjussi sama sekali tidak tahu beban diterima appa? Mengapa Ahjussi membiarkan appa terpuruk seorang diri? Bukankah Ahjussi menganggapku sebagai putri? Omong kosong! Ahjussi bahkan tidak peduli padaku. Pergi dari sini! Jangan pernah tunjukkan muka kalian di hari pengkremasan appa!"
"Ailee, keluarga sedang berkabung!"
"Tidak apa, dia hanya sedang tertekan."
"PERGI!" bentak Ailee menunjuk pintu keluar.
Di saat berduka pun Ailee masih tidak tahu diri. Sungguh keterlaluan. Yoona, Seohyun, dan Jisoo pun langsung berpamitan pada keluarga lain lalu menarik Im ahjussi agar angkat kaki dan tak mencoba meluluhkan hati wanita yang amat keras itu. Karena situasi tidak kondusif apalagi pelayat berhilir-mudik.
"Wanita gila!" umpat Yoona di bangku setir.
"Sssttt. Appa juga sedang berduka. Tahan." Tutur Seohyun mengusap dada Yoona agar menurunkan emosi. "Fokus saja ke jalan pulang."
"Ailee hanya kehilangan arah. Dia butuh teman, Yoong. Ibu pergi, ayah pergi. Tidak mudah menjadi Ailee. Jangan menghadapinya dengan amarah!"
Tidak bisa tidak pakai amarah apalagi bagi Yoona. Jika tidak mengingat kondisi, dia sangat ingin melayangkan tamparan sekali lagi ke pipi Ailee karena berani mengumpat seorang ayah di depan putri-putrinya. Yoona paling sulit menahan emosi bilamana ada orang berani sedikit saja melukai hati dan fisik orang-orang disayangi apalagi kalau tidak bersalah.
*
Yoona dan Jisoo mengintip sang ayah di ruang kerja duduk sendirian memandang keluar jendela. Mentari tidak terlalu terik karena tertutup mendung. Semendung wajah ayahanda sejak mendengar berita mendiang Park ahjussi. Jisoo memberi kode agar Yoona masuk lebih dulu.
"Appa," panggil Yoona masuk menghampiri meja kerja. "Mengapa tidak istirahat di kamar?"
"Susah tidur."
"Pasti masih memikirkan keputusan Park ahjussi mengakhiri hidup. Appa, kematiannya bukan kesalahan siapa-siapa. Dia sendiri mengambil pilihan itu." Tutur Yoona mengusap punggung ayahanda. "Lagipun Ailee harus tahu jika ayahnya bukan pria baik-baik. Kalau bukan karena kebaikan appa dan kebungkaman kita, dia pun sudah menggelandang di jalan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny (YoonHyun + ChaeSoo)
Fiksi PenggemarPolemik cinta empat wanita terhalang status sosial.