haaiiiii para kesayangan author. yg besok kerja, ngampul, dan sekolah, SEMANGATTTTTT!
"Rose?"
Seohyun terkejut saat bangun tak menemukan Rose di ranjang. Semua barang Rose seperti jaket dan sepatu pun tidak ada. Peralatan dokter dan kondisi ranjang juga sudah rapi. Seohyun lekas turun dari ranjang melangkah keluar ingin mencari Rose. Tapi datang Yoona bersama ajudan ingin menjemputnya pulang.
"Yeobo, mau ke mana?"
"Yoongie, Rose tidak ada. Dia pasti pergi diam-diam. Jika Jichu tahu maka..."
"Aniyo, Yeobo." Potong Yoona memeluk Seohyun dan membawanya kembali ke ranjang setengah memaksa karena sang istri sempat menolak. "Sayang, tidak perlu khawatir. Jisoo mengantar Rose pagi-pagi ke bandara. Rose harus kembali ke Jeju."
"Mwo?"
Yoona memanggut sambil mengeluarkan pakaian Seohyun dari tas. Di sisinya ajudan keluar membiarkan sepasang istri menuntaskan obrolan.
"Mengapa Jisoo membiarkan Rose pergi lagi? Jisoo seharusnya menahan."
"Tapi begitulah pilihan adik kita. Aku harus berbuat apa? Kalaupun direstui jika Jichu sendiri mengambil pilihan itu mau bagaimana lagi?" ujar Yoona menggandeng Seohyun ke kamar mandi.
"Apa alasan Jisoo memilih untuk melepaskan Rose? Mereka saling mencintai dan menyiksa diri sendiri selama ini."
"Yeobo," panggil Yoona sabar menyelipkan jemari di tengkuk dan antara helai rambut Seohyun. "Kita tiba memaksa kehendak mereka. Apa yang menurut kita baik belum tentu bagi mereka baik juga."
*
Jisoo dan Rose duduk di taxi sambil bertaut jemari. Namun, kedua bibir bungkam satu sama lain serta pandangan sama-sama memaling ke jendela menatap jalan luar. Memandang arah berbeda. Seperti mereka yang memilih jalan yang tak sama.
Sopir taxi pun kikuk melirik kedua penumpang dari spion atas. Agak was-was karena suasana hening di antara wanita adalah hal langka. Tapi dari mimik keduanya, sang sopir bisa menebak bahwa kedua wanita tidak dalam keadaan baik.
"Bukan kau yang tak pantas untukku, tapi aku yang tak pantas di sisimu." Batin Jisoo bertopang dagu tak ingin menarik pandang dari daratan bertanamkan gedung-gedung. "Karena kalap, ayahmu terpaksa masuk ke dunia hitam. Tapi siapa yang tidak pernah berbuat salah? Sementara aku? Hanya anak yang tidak diinginkan orang tua dan mendapat belas kasihan orang tua angkat. Dibesarkan seorang ayah yang demi nama baik tega menawarkan sejumlah uang pada gadis seusia putrinya sendiri. Tidakkah itu lebih memalukan?"
Rose menoleh sesaat berganti menyisir dua telapak tangan saling mengisi kekosongan. Hari masih cerah, tapi wajahnya masih sayu seperti tak siap menghadapi kepergian kali ini. Keberangkatan dulu rasanya tak begitu berat. Tapi sekarang dia diantar oleh orang yang entah apa bisa disebut kekasih atau tidak. Tak pernah ada putus, tapi juga memilih jalan masing-masing.
"Agasshi, sudah sampai."
Taxi memasuki kawasan Gimpo di mana sekerumunan orang datang dan pergi ke tujuan masing-masing. Ada yang pulang ke pelukan keluarga, ada pula yang memisahkan diri dan memperpanjang jarak. Terpatri raut senang juga sedih.
"Gamsa hamnida," tutur Jisoo dan Rose pada sopir kemudian masuk.
Masih sama-sama membisu serta telapak enggan terlepas. Jisoo berjalan lemah sedikit di depan Rose. Antara ingin menunjukkan bahwa siap menghadapi jalan masing-masing atau tak mau bila wajah tak rela tertangkap mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny (YoonHyun + ChaeSoo)
FanfictionPolemik cinta empat wanita terhalang status sosial.