Mengistirahatkan Hati

1K 159 46
                                    

haaiii semua. plis jangan komen pendek ya! udah tiga harian bahuku sakit. sempat pijet tapi sakiittttt banget sampe nangis kayak anak kecil. hiks


"Lili," sapa Jennie membawakan dua cangkir susu hangat ke serambi. Di sana terduduk Lisa memandang purau sang sahabat, Rose.

Hampir setiap hari Rose tampak murung jika sudah tidak ada aktivitas. Duduk sendiri di bawah pohon memandang sungai kecil di belakang kontrakan mereka. Raga di mana, hati dan pikiran ke mana. Nyawa Rose seperti masih menetap di Seoul sementara raga terpaku bisu di pesisir sungai di Jeju.

"Besok Rose ada urusan sedikit di Seoul. Apa kita akan membiarkan dia sendiri? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?"

"Hanya dua hari. Tidak usah terlalu khawatir. Apalagi Rose belum tentu bertemu keluarga Jisoo. Kalaupun bertemu Im ahjussi tidak akan melakukan hal yang mempermalukan diri sendiri. Aku yakin jauh dari ketidakinginan beliau menerima Rose, masih ada rasa sayang pada Jisoo."

"Dan nama baik." Imbuh Lisa masih kesal mengingat orang berpangkat memperlakukan sahabatnya. "Seorang ayah tidak boleh menggunakan anak sebagai perisai apalagi kedok untuk nama baik dan kehormatan. Orang tua bijaksana tidak perlu takut kehilangan nama baik bila sudah mendidik putra-putri mereka."

Jennie tidak bisa menentang karena ucapan Lisa sangat benar. Jika Im ahjussi menyayangi Jisoo, maka bukan begini cara yang diambil. Bukan menjauhkan Jisoo dan Rose semata-mata anak pengedar narkoba, tapi menuntun keduanya agar selalu di jalan benar. Berkarya, punya profesi yang menghasilkan, mandiri, dan tidak salah jalan. Jika sedikit melenceng, diingatkan bukan dibuang.

"Kalau jodoh pasti dipertemukan entah bagaimana caranya. Bila tidak kita doakan supaya Rosie mendapat tambatan hati yang lebih baik." Tutur Jennie mengambil jalan tengah. Tidak mau memihak manapun karena Jisoo dan Rose adalah sahabatnya. Perpisahan ini bukan keinginan mereka. Im ahjussi lah yang menjadi jarak.

"Benar." Sahut Lisa menaruh kepala di paha Jennie. "Apa Jisoo unnie tidak bertanya padamu, Nini?"

"Tentu tanya, tapi kita bertiga sudah janji tidak akan membocorkan ini."

"Tidak ada yang curiga?"

Jennie mengulum bibir sambil mengkhayalkan seraut wajah. "Irene unnie. Di antara semuanya aku paling dekat Baechu unnie. Dia curiga karena tiba-tiba aku memutuskan pergi kemari. Memang Baechu unnie selalu menjadi orang pertama yang tahu kalau terjadi apa-apa padaku."

"Nini menjawab apa saat Irene unnie bertanya?"

"Aku hanya bilang suatu hari nanti kalau keadaan sudah membaik baru kukatakan. Tapi dia semakin kesal dan berkata tak akan memaafkan jikalau hal buruk menimpa dan keadaan tak membaik."

Kepedulian berlebih seorang sahabat membuat Lisa sontak menengadah dan menatap tanya. "Mengapa dia bersikap begitu? Kau bilang dia sudah punya pacar."

"Iya, benar. Tapi kami sudah seperti saudara. Aku juga kesal bila dia menyimpan masalah sendiri. Seperti hubungan kau dan Rosie. Wajar 'kan?"

"Mmm hah, ya, wajar." Sahut Lisa bak diberikan kaca. Karena keberadaan di sini pun semata-mata mau di sisi Rose yang hidup sebatang kara. Dia sampai memohon dipindahtugaskan di kantor cabang di Jeju agar bisa tinggal bersama Rose. Sebuah persahabatan solid yang menyetarai kekeluargaan.

*

Jisoo menghampiri dapur ingin menemui Seohyun. Sayang, tidak ada siapapun selain ART. Tidak ada pula tanda-tanda Seohyun atau Yoona masih di rumah. Kunci beserta mobil milik sang kakak juga tidak ada. Padahal selama ini dia yang selalu pergi lebih pagi.

Our Destiny (YoonHyun + ChaeSoo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang