Halloooo para reader yang di kasur, yang di kursi, yang nongkrong, yang jomblo, eehhh??
"Karena perbuatan buruk seorang semasa hidup, kalian membiarkan publik menghukum seorang anak yang tidak tahu apa-apa? Bahkan yang telah menorehkan prestasi dan mengharumkan nama kampus? Bukankah kalian di sini juga orang tua dan punya anak. Apa tidak pernah sekali saja kalian buruk? Lalu bagaimana kalau anak kalian diperlakukan sama. Apa terima?"
Seluruh mulut bungkam terpaku. Tak ada yang berani bersuara selain dari hembusan napas. Beberapa wajah di ruangan rektor tertunduk malu. Malu karena di skakmat mahasiswi bercampur malu menyadari perbuatan sendiri. Hanya Rose, Jisoo, dan seorang rektor tetap meluruskan muka.
"Jika apa yang kuperbuat pada mereka melebihi yang semua terjadi padaku, aku terima kalau dikeluarkan. Asal,"
Sebagian wajah terangkat menunggu Rose meneruskan kalimat. Menerka apa ini sebuah ancaman? Mungkin pula penawaran biasa?
"Asal kalian rela menghapus prestasi di bidang sastra inggris yang selama ini kuraih. Ingin menghapus nama Roseanne Park, maka harus menghapus seluruh riwayatnya. Apa kalian bisa?"
*
"Jjang!" seru Jisoo menepuk-nepuk lengan Rose sekeluar dari ruangan rektor.
Usai memberi persyaratan rektor langsung menurunkan amanah agar siapapun yang berani menindas warga kampus harus diadili. Dan korban penindasan akan mendapat pelindungan tanpa memandang latar belakang. Bersalah tetap bersalah. Hak-hak Rose dikembalikan tapi tegas ditolak demi harga diri.
"Kalau bukan karenamu aku tak bisa seberani ini. Gomawo, Jisoo ah."
"Tidak, aku hanya perantara. Selebihnya dari dirimu sendiri. Orang tuamu akan bangga."
Tiba-tiba perut Rose berbunyi karena belum makan. Biskuit dan air mineral terbuang sia-sia karena kelakuan jahanam tiga mahasiswa.
"Kau lapar ya? Ayo kita beli makan!"
"Ngghh, tidak usah. Mata kuliah sampai jam dua siang. Aku bisa menahannya sampai rumah." Papar Rose yang sebenarnya adalah dia tidak punya uang membeli makan karena lagi-lagi harus berhemat.
"Tidak boleh begitu. Belajar juga perlu tenaga. Ayo!"
Jisoo memaksa Rose ke kantin yang sempat ramai tadi. Sengaja mengajak ke sana agar setelah pertikaian Rose tidak merasa terintimidasi. Dia pun membeli 2 porsi pasta jumbo dan 2 soda berukuran tanggung berlumuran keju.
"Ji-jisoo ah," kaget Rose melihat porsi pasta menggunung yang pasti sangat amat mengenyangkan. "Kau tidak bercanda 'kan?"
Jisoo menggeleng sambil tercengir. Dikeluarkan ponsel dan membuka stopwatch. "Ini tidak cuma-cuma. Siapa sanggup menghabiskan duluan, dia pemenang. Yang kalah harus membayar semua pesanan."
"Mwo?"
"Mulai!"
Tit! Waktu berjalan dan Jisoo langsung melahap limpahan pasta saus bolognese dilengkapi potongan ayam cincang. Rose tercekat karena sadar tak punya uang apalagi membayar semuanya. Dia pun menyusul memakan tak kalah lahap.
Jisoo tersenyum melihat Rose akhirnya makan. Lomba dadakan mereka hanya alasan agar Rose mau makan banyak tanpa sungkan-sungkan. Lagipun dia sendiri sudah makan di lapangan tadi. Mana bisa menandingi orang yang sedang kelaparan apalagi sudah buang tenaga menghadapi masalah.
"Nini," sapa Jisoo melihat Jennie masuk ke kantin. "Nini, kemari!"
"Ne?" bingung Jennie menghampiri dan duduk di sisi Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny (YoonHyun + ChaeSoo)
Fiksi PenggemarPolemik cinta empat wanita terhalang status sosial.