"Gila ya lo. Datengin tamu nggak ngira-ngira apa." Cerocos Arinda. Temanku di Pholux Resort Seminyak.
Sudah 2 tahun terakhir aku bekerja disini sebagai Senior Sales Manager. Naik level sedikit dari tempatku sebelumnya di Canggu.
Awalnya posisiku sudah hampir sampai di Director of Sales di hotel bintang 5 plus bahkan. Karena kesibukan dan adanya bagasi-bagasi-ku dibelakang, membuatku mau tidak mau harus turun dan merelakan posisi yang sudah ku idam-idamkan dari sewaktu aku merintis karir di dunia ini. Aku tau, tantangan menjadi ibu rumah tangga dan wanita karir tidak akan mulus seperti jalan tol. Harus ada yang aku korbankan.
"Bagus dong. Revenue tinggi, service tinggi, bawa pulang duit yang banyak kita." Ujarku sembari mengambil kopi dingin yang sudah kupesan di bar tempatku bekerja. "Makasih." Balasku ketika Rahde, bartender di Petunia, salah satu restoran di sini, memberikan minuman pesananku.
"Sama-sama Bu. Nanti Ayu yang cari tanda tangannya Ibu ya." Ujar Rahde. Aku membalas dengan mangangguk.
"Tapi ya nggak gini gini juga Wi. Kita lagi keteteran sama event wedding dan gathering yang anak-anak lo kasi. Lo jangan nambah-nambah lagi deh pakai datengin tamu ini banyak banget."
Aku berhenti dan menoleh ke Arinda. "Rin, gue ini tugasnya jualan. Apapun yang bisa gue jual disini, gue jual. Demi revenue. Lagipula, GM kita udah ok kita tetep tinggin sales kamar. Bagus kan jadi hotel nggak sepi-sepi banget."
"Tapi gue pengen liburan, Wi." Keluh Arinda.
"CDC apaan ngeluh pengin liburan." Balasku.
"Ya lo enak, sales trip ke Jepang, Hong Kong, Macau terus Korea. Gue? Di kitchen terus. Yang gue liat kalau nggak chiller ya freezer ya kompor ya oven ya piring."
Aku tertawa. "Ngopi dulu gih. Lo cuma stress karena manning lo diturunin ketika occupancy kita tinggi. Nanti juga biasa. Udah ya, gue mau meeting sama Pak Darwin." Ujarku sambil memeluknya sekilas.
Arinda adalah chef di tempat kami bekerja. Posisinya adalah chef de cuisine, posisi tertinggi di department-nya. Sedangkan posisiku sebagai senior sales manager adalah posisi tertinggi di department-ku. Maklum, hotel tempatku bekerja saat ini tidak sebesar sebelumnya. Sama-sama hotel bintang 5, tapi kamar dan restaurant tidak sebanyak kemarin. Hanya 48 kamar, 2 outlet restoran, 1 outlet spa, 1 ballroom dan 1 chapel. Jelas kecil dibandingkan dengan hotel-hotel sebelumnya. Arinda mengatur kedua restoran itu dan memiliki 2 sous chef dan 8 staff kitchen di bawahnya. Sedangkan aku, aku hanya punya 3 staff di bawahku. Tidak seperti dulu. Yah tidak menyalahkan juga.
Aku harus kembali mengulang hidup setiap aku pindah tempat kerja. Teman baru, lingkungan baru, tantangan baru. Namun kali ini berbeda. Kali ini, benar-benar baru.
Hidupku seperti kembali mengulang ketika aku masih belum menikah dan punya anak. Seperti aku kembali menaiki tangga dari bawah. Memang banyak teman-teman kerjaku saat ini adalah rekan kerjaku ketika aku masih di tempat sebelum-sebelumnya.
"Pagi Bu Juwita." Sapa Ngurah, staff ku di bagian reservasi. Ngurah selalu masuk jam 8 pagi. Jadi dia adalah juru kunci di ruangan Sales&Marketing.
"Pagi Ngurah." Balasku sambil meletakkan bungkusan nasi kuning. Ngurah selalu titip dibawakan sarapan untuknya. Katanya, nasi kuning yang aku bawa menggugah selera. Ya sudah, sekalian aku beli untukku juga bukan.
"Makasi Bu." Kekehnya. "Bu, ini untuk brifing hari ini. Oh iya, ada yang yang reservasi dadakan untuk hari ini, tapi check in malam karena pesawat baru sampai Bali jam 9 malam. Tapi kamar ada yang di blok housekeeping dan engineering untuk project apa gitu, saya nggak baca di kolom komen. Bisa nggak ya di buka? Saya tadi telepon HK, katanya nggak bisa. Engineering masih maintenance, ada yang bocor gitu." Tanya Ngurah sambil menyerahkan catatan untuk aku briefing pagi kali ini.
Tidak banyak yang harus di sampaikan. Hanya beberapa tanggal di minggu ke tiga bulan ini masih banyak kamar yang kosong. Otomatis aku dan tim sales harus berjualan lebih giat. Memang sih, revenue event sudah menutupi budget, tapi jelas itu nggak cukup bagi General Manager-ku disini.
Aku segera mem-follow up pertanyaan Ngurah barusan. Yang ku telpon tentu saja department head masing-masing. Sayang sekali jawaban mereka tidak bisa.
"Jangan di bawa ke briefing ya, Wi." Ujar Ida, Houspeeking Manager.
Begitu juga dengan Erwin, chief engineering, memintaku untuk tidak membawa hal ini ke atas.
"Duh.." Ujarku. "Masak ya, mereka nggak mau buka kamarnya, padahal udah di kerjain dari 3 hari lalu. Project apaan sih.." Omelku sambil membuka minute meeting 3 hari lalu, tidak ada project yang mereka kerjakan. Tidak ada.
"Bu, jangan deh.." Pinta Ngurah. "Jangan buat masalah sama mereka deh."
Aku mengangkat kepalaku dari depan monitor dan menatap Ngurah. "Kenapa?"
"Mereka itu kayak anak kesayangan Pak Darwin. Pasti ujung-ujungnya kita yang disalahin." Jelasnya Pelan.
Memang betul, semenjak aku masuk ke perusahaan ini, desas desusnya adalah Ida dan Erwin merupakan anak emas Pak Darwin, GM-ku. Apapun yang mereka kerjakan, selalu sempurna dan apapun kesalaham mereka akan di maafkan. Aku masih bisa berteman dengan Erwin, namun dengan Ida? Tidak.
Ida seperti lobby duster. Semua debu di bilas. Lobby duster punya fungsi yang bagus, sedangkan Ida tidak. Dia tidak segan akan menyingkirkan siapapun yang dia tidak suka. Mungkin kalau dia tidak suka padaku, dia akan berusaha menendangku. Alasan apapun akan di buat didepan Pak Darwin. Tentu saja, Pak Darwin mengiyakan.
Jam sudah menunjukan pukul 9.00 pagi. Eka, sales executive dan Rani sales coordinator-ku sudah duduk di meja masing-masing menyampaikan catatan informasi untukku bawa briefing. Aku langsung mengambil agendaku dan meluncur keruang meeting. Arinda sudah berdiri di dekat gazebo dengan rokok di himpitan jarinya.
"Yuk." Ajaknya sembari mematikan rokoknya. Aku balas mengangguk.
Hotel tempatku bekerja saat ini memiliki bentuk yang aneh. Mungkin owner kami suka dengan design aneh seperti ini. Mirip seperti labirin. Perlu waktu enam bulan untukku menghapal seluruh posisi kamar, tangga darurat dan lift yg tersedia.
Ruang meeting juga lumayan jauh dari ruang kantor setiap department. Tapi tidak sampai menggunakan buggy, cukup dengan berjalan kaki melewati labirin ini. Tidak seperti dulu. Aku tahu, aku seharusnya tidak membanding-bandingkan tempat kerjaku yang sekarang dengan yang terdahulu, tapi sudah kebiasaan.
"Pagi Juwita," Sapa Ida dengan senyum tipisnya. Bibir tebal dengan lipstick merah merona. Seragam yang lumayan ketat dan menampakan tubuh sintalnya. Aku tidak tahu apakah dia sudah berkeluarga atau belum
"Pagi Ida." Balasku. "Jangan lupa follow up kamar yang OO¹, supaya bisa aku jual." Lanjutku dalam bisikan.
Ida mengangguk dan langsung berjalan menuju singgasananya yang tidak boleh diduduki oleh department head lainnya. Kursi tepat disamping Pak Darwin. Sementara Erwin, duduk di seberang Ida. Kelompok penjilat.
Aku dan yang lainnya duduk berbaur dan berpencar. Kadang diposisi terjauh, kadang di sebelah Ida ataupun Erwin.
Here we go again, setiap pagi selama aku bekerja menjadi manajer di bidang sales, morning briefing selalu menjadi drama berepisod dalam hidupku.
To be continued...
Sekian dulu, kita lanjut kalau Kata Mereka sudah selesai dan kalau mood juga ya...
Love,
Utami❤OO¹ = Out of Order. Kamar yang memerlukan perbaikan yang serius, biasanya lama perbaikan lebih dari satu hari. Status ini dapat terjadi karena kerusakan di kamar atau progam cleaning dari housekeeping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Here
General FictionSudah berapa tahun kami berpisah? 5 tahun betul? Selama itu aku merasa bebas hingga pertemuanku dengan pria berbuntut ini. Pertemuan ini, tidak seperti pertemuanku dengan yang sebelumnya. Berbeda. Aku seperti jatuh cinta. Kali ini dengan tepat. Semo...