Right Here - 3

2.3K 351 23
                                    

Aku sedang menjemput Jelita dari sekolahnya. Sembari mengedarkan pandanganku mencari dimana putri kecilku menunggu. Hari ini adalah jadwal ekstrakulikulernya dan aku sudah mengatur jadwalku sedemikian rupa agar tetap bisa menjemputnya pulang sekolah dan mengajaknya ke rumah Aro ataupun orang tua Aro sampai jam kerjaku selesai.

"Tita." Panggilku.

"Mama!" Serunya. Dia berjalan cepat, tapi di ikuti oleh gadis kecil lainnya. "Ini Vanya. Temen sekelas Tita."

"Halo, Vanya." Sapaku. Vanya menyalim tanganku. "Lagi nunggu jemputan?"

Vanya mengangguk.

"Dia udah nunggu jemputan dari tadi banget lho, Ma. Dari pulang sekolah." Jelas Jelita.

Aku terkaget, kelas Jelita pulang pukul 1 siang dan ini sudah pukul 3.30 sore. Jelita pulang sore karena ikut aktivitas pulang sekolah, berenang. Sedangkan Vanya?

"Lho mama sama papa Vanya nggak ada yang datang sama sekali?" Tanyaku.

"Papa Nyanya lupa jemput Nyanya kayaknya, Tante. Jadi Nyanya liatin Tita berenang dari tadi."

Ya ampun.

"Ya udah, kita tunggu sama-sama atau Vanya mau Tante antar pulang?"

Vanya berpikir sebentar. "Tapi Nyanya nggak ingat jalan pulang.." Bisiknya.

Ya wajar. Anak usia 6,5 tahun mana ingat jelas jalan dari dan menuju pulang kerumah. "Ya udah kita tunggu Papa kamu aja ya. Sudah makan belum?"

Vanya menggeleng. Astaga!

"Dari tadi?"

Vanya mengangguk. "Tapi tadi dikasi bekal punya Tita sedikit sih."

"Ya udah, ayo ke kantin cari makan. Kasian kamu."

Aku langsung mengambil peralatan berenang Jelita dan membiarkan mereka berjalan bersama menuju kantin sekolah.

Hingga suara laki-laki memanggil nama Vanya.

"Dek?" Kami menoleh.

Pria ini berlari menuju ke arah kami. "Papa lupa kalau kamu nggak ada kelas tari hari ini. Maaf ya."

"Papa nih. Aku laper tau." Ujar Vanya dengan wajah cemberutnya.

Aku dan Jelita berdiri memandang laki-laki satu ini. Bisa-bisanya dia lupa putrinya pulang jam berapa hari ini. "Syukur ada Tita." Lanjut gadis kecil ini.

"Iya, maaf." Ujar si pria ini. "Makasi ya. Saya Damar, Papanya Vanya." sembari mengulurkan jabat tangannya Padaku.

Aku tersenyum. "Saya Juwita. Ibunya Jelita."

"Saya mau makan sama Vanya. Tita pasti lapar juga, sekalian aja mau?" Tanya Damar.

Well. Kenapa nggak? Lagipula sales call ku sudah beres dan bahkan deal dengan beberapa travel agent. Sedikit berleha-leha dijam kerja rasanya tidak berdosa.

"Tita mau?" Tanyaku pada Jelita. Putriku mengangguk. "Ayo." Ajakku.

"Ayo." Balasnya.

Kubiarkan Jelita dan Vanya duduk berdampingan di meja dekat lapangan basket. Sementara aku dan Damar duduk agak berjauhan dari meja mereka. Tidak ada kata yang keluar dari bibir kami. Benar-benar makan dalam diam hingga Damar membuka percakapan.

"Makasih ya." Ujar Damar setelah meneguk minuman botolnya.

Aku mengangguk pelan dan tersenyum, "Sama-sama, siapa tau nanti saya yang lupa untuk jemput Tita." Kekehku.

Damar menggeleng, "Kayaknya nggak deh, kamu tipe ibu-ibu yang gak akan lupa kalau punya anak." Jawabnya sambil tertawa kecil.

Bibirku membulat dan kata pertama yang keluar tentu saja, "Hah?"

Right HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang