I Think I'm Ugly | 14. I like you too

30.2K 2.8K 118
                                    

Selepas dari kantor, aku nggak langsung pulang ke rumah. Adrian meneleponku siang tadi buat menanyakan keadaanku. Dia bilang aku nelpon dia malam itu terus ngomong ngalor-ngidul—sama sekali nggak menjelaskan ngalor ngidul yang seperti apa. Membuatku jadi tambah panik. Yang dibalasnya hanya dengan tawa kecil saat aku menyerobotnya dengan berbagai pertanyaan kayak wartawan infotainment.

Kamarin malam, Adrian datang ke kelab buat menjemputku. Tapi setiba di sana aku sudah nggak ada. Terus dia menghubungi Tari dan yang ngangkat cowok—kusimpulkan langsung kalau itu Johnny, memberitahu kalau aku sudah dijemput oleh Lando. Karena ponselku nggak aktif—Adrian masih ngerasa tidak tenang. Makanya dia pun memutuskan untuk datang ke kantorku tadi pagi.

Seperti yang diceritakan Tari, cowok itu menungguku sampai jam sepuluh karena sebenarnya hari ini adalah hari pameran lukisannya. Dia memang lagi sibuk-sibuknya mengurusi pemerannya. Mendengar hal itu, aku jadi merasa bersalah karena sudah menganggu pekerjaannya.

Adrian mengajakku untuk ketemuan, menanyakan apakah aku lembur hari ini atau enggak. Biar nanti dia bisa jemput. Tahu kalau dia pasti lagi sibuk, aku pun berinisiatif buat
mendatangi dia aja. Menyambangi tempat pamerannya diadakan.

Sesampai di sana, pamerannya sudah mulai sepi. Cuma ada segelintir orang sehingga nggak sulit buatku menemukan sosok Adrian yang sedang bicara dengan seorang pria paruh baya. Aku nggak memanggilnya—karena cowok itu kelihatan sedang terlibat pembicaraan serius. Memilih buat menunggu sampai mereka selesai. Tapi ternyata Adrian lebih dulu menyadari kehadiranku.

Senyumnya langsung mengembang saat mata kami beradu. Merasakan jantungku yang kembali berdetak cepat melihat bagaimana indahnya Adrian tiap kali ia melemparkan senyuman mematikannya itu.

Dia bicara singkat pada pria paruh baya tersebut, sebelum akhirnya menyampiriku.

"Hey...nggak kena macet kan tadi?" tanyanya.

Aku tersenyum. "Bukan Jakarta namanya kalau nggak macet. Tapi untungnya ada abang gojek yang selalu setia buat nganterin aku kemana aja tanpa harus bermacet-macet ria."

Adrian terkekeh, mengacak poniku. Nggak menyadari kalau tindakannya barusan juga berhasil mengacak perasaanku.

"Pak Adrian,"

Sebuah suara membuatku dan Adrian menoleh. Melihat seorang cewek masih muda dengan pakaian rapi mendekat. Lalu bicara dengan suara pelan sampai aku nggak tahu apa yang mereka bicarakan.

Adrian mengangguk singkat sebagai respon. Kembali memberikan perhatiannya padaku.

"Aku ada urusan sebentar. Kamu nggak keberatan buat nunggu atau mau lihat-lihat lukisan disini dulu...mungkin?

Kepalaku menggeleng pelan. Memulas senyum penuh pengertian. "It's okay. Aku bisa lihat-lihat dulu sambil nunggu kamu."

Senyum Adrian kembali terbit, mengusap lenganku lembut sebelum berlalu bersama cewek muda tadi.

Sebenarnya aku bukanlah penikmat seni. Kendati aku bekerja di bidang kreatif nggak membuatku paham betul tentang seni itu apa. Aku lebih menganggumi paras ganteng idol Korea yang wajahnya kadang sudah seperti pahatan dewa Yunani.

Apalagi penyanyi baru idol sekarang gantengnya sudah berkembang seiring zaman. Membuat kaum noona-noona sepertiku jadi gemes melihat mereka.

Aku berjalan menyusuri deretan lukisan yang terpajang di sepanjang dinding dengan rapi. Sekali-kali berhenti untuk melihat lebih jelas. Tapi hanya kebingungan yang hinggap di kepala karena tidak mampu memahami nilai seni di dalam sana.

Sampai aku melewati ruangan—yang mana semua isinya adalah lukisan milik Adrian. Ada nama Adrian ditulis dengan huruf besar bersambung pada papan yang ditempelkan di sebuah dinding.

I Think I'm UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang