"Hah? Terus, terus..."
"Gue lepas dong, Tar. Malu banget gue! Gila lo! Ntar dikira gue sengaja lagi mau ngegoda dia. Padahal sumpah nih, ya! Rela gue jadi perawan tua. Gue itu sama sekali gak berniat mengambil kesempatan dalam kegelapan. Tangan laknat gue aja yang terlalu paham mana produk bagus sampe nemplok di lengan Adrian!"
"Kok lo lepas sih, Dir?" Tari mendesah kecewa. "Itu momentnnya udah pas banget, tauk! Nih ya, seharusnya pas lo sadar tangan lo udah gandeng tangannya dan dia ngeliat lo! Langsung lo sosor aja bibirnya. Pasti nggak nolak deh si Adrian. Mana gelap-gelapan lagi. Udah pas banget tuh!"
Aku menatap Tari dengan tampang 'Are you kidding me?'
Kuedarkan pandangan ke kanan dan kiri buat memastikan nggak ada orang yang mendengar ucapan Tari barusan. Untungnya, kantin kantor lagi ramai. Jadi orang-orang pada sibuk sama urusan masing-masing.
Sekali-kali aku harus nyuruh Tari nonton Azab dalam Kubur biar dia segera tobat.
"Astaga, Tar. Otak lo perlu durikiyah kayaknya! Lo kira gue cewek apaan?!"
Tari menggeleng pelan, menggeser minumannya lalu meletakkan salah satu tangannya disana. Semakin mencondongkan badannya padaku untuk bicara serius.
"Lagian lo itu kok pasif banget sih, Dir? Sekarang itu udah zaman emansipasi wanita. Cewek agresif itu bukan lagi murahan. Nggak ada yang salah dari cewek yang mengejar. " Katanya lalu mengambil napas dan melanjutkan kembali ucapannya.
"Lo tahu? Menurut data dari Amerika sana. Sekarang ini, populasi cewek itu lebih banyak dari cowok. Which mean, kalau lo diam ditempat lo gak akan pernah dapet cowok, beb. Apalagi zaman kayak gini, cowok ganteng doyannya cowok ganteng juga. Cowok cantik dimana-mana dan palakor udah merajalela. Kalau lo masih jadi cewek yang insecure dan pasif kayak gini lo gak akan dapet cowok. Kalau pun dapet paling itu cowok brengsek karena mikir lo gampang dibegoin!"
WOW.
Tari emang beneran temenku ternyata.
Liat gimana santainya dia mengorek luka lamaku.
Even, aku baru temenan sama Tari dua tahun pas kita sama-sama masih jadi junior di kantor. Aku udah ngerasa bestie banget sama nih cewek. Dibalik liarnya Tari dia benar-benar setia kawan.
Apalagi waktu itu aku dan Irene ditempatkan di divisi yang berbeda. Ditambah dengan Irene naik jabatan dalam waktu yang cepat. Membuatku makin kesepian karena Irene jadi sibuk banget sama kerajaannya. Dan aku jadi jarang punya waktu bareng dia.
Aku yang emang nggak bisa menyimpan rahasia pun menceritakan semua derita hidup yang pernah aku alami pada Tari. Termasuk kisah percintaanku yang menyedihkan.
"Makasih loh, Tar. Lo emang temen gue yang paling baik." Sarkasku.
"Udah kayak gini aja," Tari berucap acuh. "Gimana kalau kita jebak Adrian?"
Huh? Jebak?
"Jebak apaan? Jebakan Batman? Buat apa?" kataku mengernyitkan kening.
Tari menghela napasnya sambil memutar bola mata. "Please deh, Dira! Lo kira gue tim kreatifnya Uya Kuya? Kenapa nggak sekalian aja kita bawa Adrian ke acara Rumah Uya buat nyelesaiin masalah mukanya itu yang terlalu handsome yang bikin perawan dan nggak perawan di muka bumi jadi mendadak punya standar cowok yang tinggi. Gara-gara dia populasi jomblo di dunia semakin meningkat!"
"Ya, terus jebak apaan? Adrian manusia suci kayak gitu kenapa harus dijebak sih?" sawotku.
"Jebak dia supaya tidur sama lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I'm Ugly
ChickLit[completed] Seumur hidupnya Anindira merasa selalu menjadi bayangan sahabatnya--Irene. Membuat kepercayaan dirinya berada di titik terendah dan mati-matian berusaha menjadi secantik Irene. Namun sekuat apapun dia mencoba, nyatanya Anindira tak bisa...