Aku pulang dengan wajah seperti orang linglung. Aldian sempat menawarkan diri untuk mengantarku pulang tapi aku menolak. Perasaanku seperti tengah terombang-ambing oleh badai angin topan. Lelah dan letih itulah yang aku rasakan sekarang. Kembali terbayang dengan kisah cintaku di masa lalu yang selalu berakhir menyedihkan. Membuatku berpikir apa aku ditakdirkan untuk selalu disakiti dan dibodohi seperti ini?
Langkahku gontai saat memasuki rumah. Yang kuinginkan sekarang hanya berbaring di kasur sambil meratapi nasib. Bahkan panggilan suara Ibu yang menyuarakan namaku pun nggak aku hiraukan. Terus menaiki tangga hingga sampai di depan pintu kamarku.
Sebelum kuputar gagang pintu. Aku menarik napas panjang. Menatap tanganku yang dihiasi oleh kutek warna kuning cerah. Dipikir-pikir, seberusaha apapun aku merombak penampilanku menjadi cantik tak hayal membuat kisah cintaku berjalan sempurna. Kesalahan bukan berasal dari wajahku saja. Mungkin benar yang dikatakan Bima. Aku manja dan sok cantik. Sikapku itu yang mungkin membuat cowok-cowok nggak bisa menyukaiku dengan tulus.
Aku menggigit bibir. Menghapus air mataku yang mengalir begitu saja. Rasanya menyakitkan saat kembali mengingat kisah cintaku dulu. Kuhela napas sekali lagi lalu benar-benar membuka pintu. Tak ingin Ibu melihatku dalam keadaan segalau ini.
Namun apa yang kudapati? Ada Lando di dalam kamarku. Ia duduk di pinggir kasur dengan telapak tangan yang menutupi wajahnya. Saat menyadari kehadiranku, ia menoleh. Dan tubuhku membeku ketika melihat wajahnya yang lebih kusut dari semalam.
"Lo udah pulang?" tanyanya dengan suara lemah.
Kubasahi bibir. Menahan getaran tak kasat mata di hatiku saat melihatnya. Ingin rasanya kepeluk dia seperti yang kulakukan biasanya saat aku membutuhkan kehadiran Lando di hari beratku. Tapi nggak mungkin aku lakukan sekarang. Dengan keadaan kita yang kayak gini.
Terjadi kesenyapan untuk beberapa saat. Aku masih terdiam di tempat. Dan Lando mulai bangkit berdiri. Jantungku berdetak cepat ketika ia mendekat lalu menarik tubuhku dalam pelukannya. Samar-samar kudengar suara pintu tertutup disusul oleh tangannya yang membalut pinggangku erat.
"Kenapa lo ngehindar?...gue cuma mau ngomong," bisiknya lirih. "Bukan minta lo buat bales perasaan gue."
Aku menelan ludah dengan susah payah. Mengangkat tangan untuk mendorong tubuhnya sambil menyebut namanya. "Lan..."
"Bentar aja," dia kembali berkata mengeratkan pelukannya. "Gue nggak tahu kapan lagi gue bisa meluk lo kayak gini."
Dadaku sesak, dia berkata-kata seakan ini kali terakhir cowok itu bisa memelukku. Kupejamkan mata. Balas memeluknya. Menyandarkan kepalaku di dadanya karena dari dulu hanya dia tempatku bersandar.
***
"Orlan kalau mau makan tinggal ambil di dapur aja, ya? Jangan sungkan-sungkan. Selama ini kan Anin sering ngerpotin kamu."
Ibu berkata saat keluar dari kamar dengan tampilan rapi siap untuk pergi arisan. Dari dulu Ibu memang lebih suka memanggil Lando dengan panggilan Orlan. Padahal sudah kubilang nama panggilannya Lando bukan Orlan. Tapi sama sepertiku, Ibu lebih suka memakai nama depan dari nama belakang.
"Iya, Tante." Lando menjawab sopan. Duduk di ruang tamu tepat di depanku.
Setelah adegan peluk-pelukkan itu. Suara Ibu mengagetkan kami berdua. Menyuruh kami untuk segera turun kebawah karena nggak baik cewek dan cowok berduan di dalam kamar. Membuatku jadi malu sendiri dan canggung. Meminta Lando untuk keluar lebih dulu karena aku mau ganti baju. Dan ketika turun kebawah. Cowok itu sudah duduk tenang di sofa.
"Pintunya jangan ditutup ya. Biarin kebuka aja. Walaupun kalian udah temenan lama yang namanya setan nggak pandang bulu buat menggoda manusia." Ceramah Ibu sambil membetulkan letak jilbabnya yang memantul dari kaca lemari di ruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I'm Ugly
ChickLit[completed] Seumur hidupnya Anindira merasa selalu menjadi bayangan sahabatnya--Irene. Membuat kepercayaan dirinya berada di titik terendah dan mati-matian berusaha menjadi secantik Irene. Namun sekuat apapun dia mencoba, nyatanya Anindira tak bisa...