Klienya minta 2 bulan sedangkan gue masih ada 3 project yang minta di selesain. Itu namanya mereka mau bunuh gue perlahan-lahan dong, Lan. Bayangin aja nih ya...udah sebulan ini gue hampir lembur tiap hari. Lo liat nih kulit gue..." aku menunjukkan tangan dan wajahku. "Udah kusam, kering, nggak shining, shemmering, splendid lagi gara-gara kelelahan kerja. Kayak gini urusannya, apa gue resign aja, ya?" Curhatku pada Lando. Memasang tampang semenderita mungkin.
Beneran deh. Aku udah ngerasa burnout banget. Kayak udah mulai jenuh gitu, loh. Jangan kira hubungan pacaran aja ada masa jenuhnya. Kerja pun gitu.
Lando memandangku sejenak lalu tangannya terjulur, mengusap sudut bibirku.
Aku kaget kemudian nyengir saat cowok itu menunjukkan bekas es cream di jari telunjuknya.
"Nggak sadar, hehe."
Dia menggeleng. Tersenyum kecil.
Kayak biasanya, setiap Lando pulang, aku pasti mampir ke apartemennya sepulang kerja buat ngambil oleh-oleh sekalian curhat colongan padanya tentang hectic-nya dunia perkantoranku.
"Bukannya lo bilang lo suka banget sama kerjaan lo? Sesuai sama jurusan dan passion lo. Nggak sayang mau resign?"
Benar juga sih. Kerja sesuai jurusan dan passion itu anugerah banget. Nggak semua orang bisa punya nasib baik kayak aku. Banyak temen kantorku yang kerja nggak sesuai sama jurusan dan passion mereka. Ujung-ujungnya mereka milih resign karena jenuh.
Aku sudah betah banget kerja di Fenque sebenarnya. Dibalik beban kerjanya yang bikin pusing. Lingkungan kerja di sana sudah pas banget buatku. Apalagi, mengakrabkan diri sama temen kantor itu nggak gampang loh!
"Tapi gue capek, Lan..." desahku. Mencebikkan bibir, berbaring miring pada sandaran sofa.
"Yaudah, kalau capek istirahat. Ambil jatah cuti lo. Terus pergi liburan!" Sarannya enteng.
Oalah benar juga. Kok aku nggak kepikiran sampe situ sih. Mendadak mendungku hilang. Aku kembali menegakkan badan.
"Cerdas juga lo! Abis gue kelarin semua urusan sama klien. Gue akan ambil jatah libur gue." Kataku berbinar-binar. "Gue mau ke Bali, Lan. Pengen berjemur di Seminyak. Terus menikmati sunset di Rock Bar. SPA di Ayana, kepang rambut, kutekan. Eh, apa gue sekalian bikin tato juga ya? Biar monyet di tangan lo ada temannya? Omaigat, bayangin aja udah bikin gue excited!"
Lando tertawa, mengacak rambutku. "Iya, ntar gue temenin deh."
Keningku mengenyit. "Emang film lo udah mau selesai?"
"Finishing. Cuman tinggal syuting beberapa scene lagi di Jakarta."
Aku mengangguk.
Lalu mendapatkan ide baru. "Gue kasih tau Irene deh. Dia pasti sama capeknya kayak gue. Siapa tahu dia butuh piknik juga." Kataku dengan cekatan meletakkan kotak es cream di pangkuanku ke atas meja lalu mengambil ponsel di dalam tas.
Namun tindakkanku tertahan oleh tangan Lando yang kini berada di pergelangan tanganku.
"Kita berdua aja bisa gak, Ra?"
Keningku mengenyit.
Lando berdeham, membasahi tenggorakannya. Tangannya terlepas dariku. "Maksud gue...Irene kan lagi deket sama Randu. Kalau Irene ke Bali otomatis kemungkinan gedenya Randu pasti ikut. Emang hati lo udah siap ngeliat mereka mesraan di Bali? Yang ada ntar lo baper lagi."
Aku terdiam. Menyetujui ucapan Lando. Tujuanku ke Bali kan buat menghilangkan stress, masa aku mesti galau juga di sana.
"Tapi, Irene kan sahabat gue, Lan. Gak mungkin gue gak ngajak dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Think I'm Ugly
Chick-Lit[completed] Seumur hidupnya Anindira merasa selalu menjadi bayangan sahabatnya--Irene. Membuat kepercayaan dirinya berada di titik terendah dan mati-matian berusaha menjadi secantik Irene. Namun sekuat apapun dia mencoba, nyatanya Anindira tak bisa...