I Think I'm Ugly | 32. Waiting

26.9K 2.8K 163
                                    

"Jadi ya gitu, gue telat banget nyadar perasaan gue, Al." Kataku lemas. Menghapus air mata yang melintasi pipiku tanpa permisi. Seusai menceritakan penyebab aku menangis di bandara pada Aldian.

Benar. Orang yang mengataiku 'ngedrama' itu adalah Aldian. Bak selebriti—cowok itu mengernyitkan dahinya dengan matanya yang menatapku dari balik kacamata hitam gelapnya. Tampilannya stylist banget saat dengan songongnya dia berdiri di hadapanku. Kalau dalam situasi normal pasti aku sudah berdecak takjub melihat penampilannya. Tapi aku terlalu malas untuk meng-review merk dan harga pakaiannya. Tapi intinya, cowok itu kayak artis Korea yang menjadikan airport sebagai lantai fashion show-nya

Penampilanku yang seperti gembel bikin aku merasa seperti seorang babu yang tengah menemani majikannya makan di Hokben bandara. Cowok itu terlalu memukau hingga ada beberapa cewek yang mencuri-curi pandang padanya. Namun Aldian bersikap cuek-cuek aja. Seperti pemandangan itu sudah lazim dihadapi olehnya.

Cowok itu hanya manggut-manggut nggak peduli lantas mencomot udang di kotak bentonya. "Terus sekarang lo mau gimana?" tanyanya sebelum akhirnya memasukan udang crispy tersebut ke dalam mulutnya.

Aku membuang napas. Walaupun aku tahu—Aldian sama sekali tak bersimpati dengan masalahku sekarang. Setidaknya ada orang yang bisa aku ajak bicara. "Gue nggak tahu," desahku sambil menunduk. Lagi-lagi air mataku kembali turun. "Gue cuma pengin ngomong sama Lando...tapi..."

Tuh kan. Lagi-lagi aku nggak bisa nahan nangis. Dan tangisanku semakin menjadi-jadi. Mencipatakan isakan kecil yang bikin Aldian berdecak.

"Ah, elah. Malah nangis nih cewek? Orang-orang pada ngeliatin gue seakan-akan gue itu cowok brengsek yang nggak mau tanggung jawab setelah hamilin lo."

Kepalaku kembali mendongak. Mengapus air mataku dengan punggung tangan. "Enak aja. Gue bukan cewek gampangan. Najis banget gue hamil anak lo." Protesku.

"Makanya nggak usah nangis. Jadi cewek kok cengeng banget."

Bibirku mengerucut. Ingin menampol bibir merahnya itu dengan tanganku. Tapi urung kulakukan karena saat ini aku terlalu galau untuk beradu argumen dengan Aldian. Aku membuang muka, memperhatikan kesekitar dengan mata orang-orang yang melihat kami penasaran. Kemudian melirik sapu tangan di atas meja dekat bento milik Aldian.

"Gue boleh pinjem sapu tangan lo nggak?"

Kening Aldian terlipat. "Buat apa?"

"Lo itu nggak peka banget sih? Gue itu lagi nangis. Sapu tangan lo kan nganggur. Kasih gue kek."

"Ogah." Tolak Aldian lantas menyimpan sapu tangannya ke dalam saku blazernya. "Sapu tangan gue terlalu mahal buat ngelap ingus lo."

Bibirku mencebik. Nggak bisa membantah karena sapu tangan Aldian memang kelihatan mahal. Kalau sampai Aldian dan Kevin bersatu. Sudah kayak neraka mungkin hidupku.

"Dasar, nggak punya hati."

Cowok itu mengangkat bahu cuek dan berkata. "By the way, lo kesini naik apa?"

"Naik elang."

"Serius, njir." Gerutunya. Menatapku sebal.

"Mobil."

"Good."

Alisku menungkit. "Good, kenapa?"

"Gue bisa nebeng."

Aku menatapnya tak percaya. Mendelik padanya. "Orang kaya nebeng? Nggak malu sama jam rolex di tangan lo?

"Kalau bisa gratis kenapa harus susah-susah bayar." Sahutnya tak tahu malu.

I Think I'm UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang