"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Kuhentikan aktifitas mengetikku dengan meletakkan laptop yang sedari tadi di pangkuan ke atas meja. Bergegas ke pintu depan membukakan pintu untuk mama yang baru saja datang.
"Ihh...anak gadis sudah sore belum mandi ya? Baunya acem!" protes Mama begitu masuk dan melihat penampilanku yang masih kusut dengan rambut riap-riap kayak kuntil. Hihihi.
"Biarin, tapi tetap cantik kan?" Jawabku sambil mencium punggung tangan Mama.
"Percuma cantik, kalau bau acem juga...siapa yang mau dekat-dekat?" kali ini Mama berkata sambil menutup hidung dengan sebelah tangannya, sementara tangan sebelahnya mendorong tubuhku menjauh.
Aku terkekeh melihat reaksi Mama, sengaja kubergeming sehingga mama tak berhasil mendorongku, aku malah makin mendekat kearah mama dan menempelkan badanku ke punggungnya sambil memeluk erat lengannya."Hehehe...biar ketularan acem."
"Rara...ihh, anak ini bandel amat sih!Ayo buruan mandi, keburu maghrib tuh." Mama berusaha melepas pelukanku. "Kalau gak Mama jewer lho!" ancam mama kemudian sambil tangannya bersiap mengincar telingaku.
Spontan aku melerai pelukan, tak mau ambil resiko kena jewer karena kalau mama sudah mengancam ia tak akan pernah main-main. Ihh sadis ya...padahal aku anak semata wayang mama yang imut, cantik dan lucu tapi juga bandel.Hihihi.
***
Aroma sedap masakan menguar dari arah dapur keseluruh ruangan masuk ke kamarku melalui ventilasi kamar. Segera kulipat mukena yang tadi kupakai untuk sholat maghrib, demi mencium aroma masakan yang membuat perutku tiba-tiba minta diisi. Padahal tadi sore sudah makan serabi yang dibawa mama sepulang dari arisan. Aku memang mudah lapar, dan porsi makanku lumayan banyak tapi syukurlah badanku tidak mudah gemuk tetap imut dan menggemaskan.Hihihi....Mungkin karena metabolisme tubuhku bagus sehingga pembuangannya lancar.
"Hmm...sedapnya, masak apa Ma? Jadi laper nih." Seruku ketika sudah sampai di dapur, mendekat ke arah mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam kami berdua. Meski kami hanya tinggal berdua, tapi mama selalu menyiapkan menu makan lengkap untuk kami nikmati berdua, tidak berubah seperti yang ia lakukan saat papa masih ada.
"Ini ayam goreng lengkuas kesukaanmu sama sayur asem, tempe goreng dan sambel terasi.Tapi ini sambelnya belum diulek, tolong kamu ulekin ya sayang." Mama menyodorkan ulekan yang sudah terisi racikan sambel terasi di dalamnya.
"Siap laksanakan komandan, urusan ulek mengulek serahkan sama ahlinya" jawabku dengan gaya seorang prajurit menerima perintah dari komandannya. Kemudian aku memulai aksi mengulek sambel dengan menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti irama ulekan. Mama terkekeh melihat aksiku.
"Sambel terasi nan menggugah selera sudah ready, saatnya makan...yuhuu," segera kupindahkan ulekan ke atas meja makan, tak sabar lagi rasanya tuk melahap semua masakan yang sudah terhidang.
"Eit...baca doa dulu, kebiasaan!" mama menepis tanganku yang hendak mencomot tempe goreng, aku hanya nyengir mendapat teguran dari mama.
"Maaf Ma, khilaf...hehehe."
"Khilaf koq setiap hari." Gerutu mama.
Seperti biasa mama memintaku untuk memimpin doa makan. Dulu sewaktu papa masih ada, beliau yang memimpin doa setiap kali kami makan bersama. Kini tugas itu beralih padaku.
Setelahnya kami menikmati makan malam dengan khidmat, sesekali kuberikan pujian untuk masakan mama yang selalu lezat.
"Tadi waktu arisan di rumahnya Tante Wati, Mama ketemu sama Tante Nany teman SMA mama dulu. Kamu ingat sama Tante Nany kan?" tanya mama disela-sela makan malam kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Imamku Nyebelin (Sudah Terbit)
Любовные романыSikap jutek yang sengaja ditunjukkan Rara untuk menggagalkan perjodohan dengan Satria, anak sahabat mamanya, ditanggapi oleh cowok itu dengan santai, bahkan keadaan berbalik. Sikap Satria yang jahil dan menyebalkan membuat Rara harus menghadapi cowo...