POV Satria
Seperti de javu percakapan pagi ini hampir sama dengan pagi dua hari yang lalu, saat makan pagi. Kembali aku mendapat titah dari mama. Tapi permintaannya kali ini, membuat hatiku bahagia.
"Satria, siang ini kamu gak ada acara, kan?" tanya mama.
"Enggak, Mama mau dianterin kemana?"
"Kamu ini, Mama nanya begitu bukan berarti mau minta dianterin." Mama kesal, sebab setiap kali nanya gitu, pikiranku selalu mama mau minta diantar ke suatu tempat. Haha...padahal biasanya kan emang gitu.
"Biasa Ma, naluri sopir Bang Tria tu selalu muncul setiap dengar pertanyaan gitu." Celetuk Dini membuat papa dan mama tertawa bersamaan. Dasar bocah gemblung!
"Sopir ganteng kayak Abang ini, pasti banyak penumpang cewek yang berebut."
"Iya...berebut nabok! Huahaha...." Dini tertawa lepas, sampai nasi yang dimulutnya tersembur sebagian, tangannya sibuk menangkap nasi yang berhamburan dari mulutnya.
Kali ini aku dan papa yang tertawa geli melihat tingkah konyolnya. Sementara mama melotot ke arahnya.
"Dini! Sudah sering Mama bilang, kalau mulut penuh gak usah sambil ngomong, apalagi ketawa. Gak sopan itu! Kalo kesedak gimana? Nih minum dulu." omel mama sambil menyodorkan minum melihat Dini susah payah menelan sisa nasi dalam mulutnya. Haha...sukur diomelin. Aku tersenyum menang.
"Maaf Ma, habis Bang Tria sok kegantengan sih!" ujarnya mencebik ke arahku, mukanya terlihat aneh tapi lucu. Aku tak menghiraukannya meneruskan makanku.
"Kalo gak ada acara, nanti siang tolong ke rumah Tante Lusi jenguk Oma. Waktu kemarin Mama ke sana, Oma nanyain kamu." Mama kembali ke topik pembicaraan.
"Oma kenapa Ma? Sakit lagi?" Tanyaku khawatir, karena tiga hari yang lalu aku jenguk Oma yang sedang sakit, sepertinya kesehatannya sudah mulai membaik. Oma tinggal bersama dengan Tante Lusi adiknya mama.
"Oma sudah baikan, cuma pengen kenalan aja sama calon cucu mantunya." Jawab mama mengerling ke arahku.
"Maksudnya?" tanyaku bingung.
"Nanti kamu kesananya bareng Rara. Jemput dia, Mama sudah telepon Tante Laras tadi." Mama tersenyum penuh makna.
"Oh..." aku hanya mampu ber oh ria mengerti arah pembicaraan mama, sementara bibirku reflek membentuk lengkungan ke atas.
"Haahh...jadi sudah positif ya, Ma?" Pertanyaan Dini, membuat kami tertegun.
"Apanya yang positif Din? Abang kamu belum ngapa-ngapain dia, koq positif." Seloroh papa, spontan membuat mama dan Dini melotot sementara aku nyaris tersedak.
"Papa...?" sergah Mama dan Dini serentak. Papa ketawa. Aku garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
Hadeeh, papa memang jarang ngomong, tapi sekalinya bersuara bikin orang mati kutu. Kalimat papa seolah menggelitik jiwa lelakiku. Haha... Sial! Bibirku tak bisa berhenti tersenyum.
"Ciee...Bang Tria senyum-senyum terus, kesenengan tuh, Ma!" ledek Dini.
Aku biarkan Dini ngoceh sendiri, pura-pura gak dengar. Hatiku berbunga, seperti a-be-ge yang sedang jatuh cinta. Entah kenapa aku pengen segera menjumpainya. Ini kesempatan yang bagus, ada alasan untuk bertemu dengannya.
***
Siang ini setelah sholat dzuhur aku berangkat ke rumah Tante Laras. Mengenakan kemeja denim abu dengan celana jeans biru dan sepatu kets putih biar terkesan lebih santai.
Sampai di rumah Tante Laras tak butuh waktu lama menunggu, karena Rara sudah siap. Aku menunggu di teras ketika Tante Laras memanggilnya. Dia keluar dengan wajah cemberut, mungkin dia merasa terpaksa menuruti perintah mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Imamku Nyebelin (Sudah Terbit)
RomanceSikap jutek yang sengaja ditunjukkan Rara untuk menggagalkan perjodohan dengan Satria, anak sahabat mamanya, ditanggapi oleh cowok itu dengan santai, bahkan keadaan berbalik. Sikap Satria yang jahil dan menyebalkan membuat Rara harus menghadapi cowo...