6. Pembalasanku

3.1K 102 1
                                    

Huft...aku menarik nafas, semoga permintaanya tidak aneh-aneh.

"Hmm...baiklah kamu boleh minta apa saja, tapi jangan yang aneh-aneh ya?"

Dia menarik tangannya kasar, sepertinya baru sadar kalau tangannya masih berada dalam genggamanku.Haha...padahal kalau suka sih, biarin aja kali.Dia melengos.

"Minta kertas sama pena." Katanya kemudian.

Eh, permintaannya cuma kertas sama pena? Huft...syukurlah.

"Hanya kertas sama pena?" tanyaku meyakinkan pendengaran. Dia mengangguk.

"Sebentar, Abang ambilkan." Aku bangkit mengambil buku dan pena dari laci meja yang ada di kamar tamu dan menyodorkan padanya. Dia mengambil tanpa melihat ke arahku.

Pelan-pelan dia bangkit, duduk beringsut ke sandaran di kepala ranjang namun posisinya belum benar.Ketika aku membantunya supaya duduk dengan nyaman, lagi-lagi dia menepis tanganku.Kedua lututnya ditekuk, kemudian dia mulai menulis dengan bertumpu pada lututnya.

"Jauh-jauh, gak usah ngintip."Katanya ketus.Dia mengusirku dengan isyarat tangannya menghalau ketika aku melongok ke arah kertas yang dia pegang.Lagi-lagi aku menarik nafas.Sabar...sabar, ini ujian.Dimaklumi saja dia lagi sensi.Batinku berkompromi.

Aku berdiri, mundur beberapa langkah dari tepian ranjang. Entah apa yang ditulisnya. Aku harap itu surat cinta untukku. Haha...sepertinya tidak mungkin.Sesekali dia melirik ke arahku seperti ada keraguan, kemudian menulis lagi.Dia merobek selembar kertas dari buku, kemudian melipat kertas itu seperti melipat origami.

"Ini."Katanya mengulurkan lipatan kertas ke arahku.

Aku mendekat, menerimanya dengan penuh tanda tanya, "Apa ini? Surat cinta buat Abang?"

"Jangan ngarep deh Bang!Aku mau abang pergi ke mini market, Itu daftar belanjaan yang harus dibeli."Jawabnya ketus.

"Hehehe...kirain."

"Gak usah dibuka, apalagi dibaca!"Cegahnya ketika aku hendak membuka lipatan kertas itu.

"Ohh...jadi gimana bisa tau apa yang harus dibeli?"

"Berikan saja catatan itu sama pelayan mini marketnya."

Aku menatapnya tak percaya.Hadeeh, ada-ada saja.

"Baiklah, ada lagi yang bisa saya bantu, Nyonya?" Aku berkata dengan gaya seorang pembantu melayani majikannya. Dia tidak menanggapi candaanku.Tatapannya datar.

"Waktunya 15 menit dimulai dari sekarang."

"Hahh...maksudnya?" tanyaku bingung.

"Iya, Abang punya waktu 15 menit dari mulai berangkat sampai nyampe sini kembali"

Hadeeh...lagi-lagi dia menguji kesabaranku.Seketika otakku berputar, mengatur waktu, untuk menjangkau mini market terdekat butuh waktu 5 menit.PP berarti 10 menit.Tersisa 5 menit untuk belanja, belum lagi kalau antri di kasir.Setidaknya aku perlu tambahan waktu 5 menit lagi untuk antisipasi antrian.

"Oke, tapi tolong tambah 5 menit lagi ya, ya...?" mohonku.Dia diam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk.

Dia melihat jam di pergelangan tangannya,"satu menit lagi jam tujuh pas, berarti jam tujuh dua puluh menit, harus sudah sampai di sini."

"Hah...sekarang?"

"Enggak, tahun depan! Ya iyalah, sekarang! 1...2...3...Go!

Seperti orang terhipnotis, aku mengikuti perintahnya.Berlari keluar kamar begitu mendengar instruksi darinya.

"Awas jangan coba-coba buka dan baca." teriaknya mengingatkan sekali lagi.

Di pintu kamar, aku berpapasan dengan Tante Laras yang nampak kebingungan melihat aku berlari dari dalam kamar.

Calon Imamku Nyebelin (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang