POV Satria
"Satria, nanti pulang kerja gak usah mampir kemana-mana, langsung pulang ya!" Titah mama kepadaku di sela-sela makan pagi kami.
"Hmm, memangnya Mama mau minta dianterin kemana?" tanyaku karena biasanya mama berpesan begitu kalau minta diantar ke suatu tempat.
"Gak, Mama gak mau minta anter. Nanti Tante Laras mau kesini. Mama mau ngenalin kamu sama anak Tante Laras." Jawab mama setelah menyudahi makannya.
"Ciee...Bang Tria mau dijodohin sama Rara ya, Ma?" Celetuk Dini dengan mulut penuh dengan roti, hingga tampak pipinya menggelembung. Lucu.
"Dasar bocah, keselek baru tau rasa! Haha..." kujitak kepalanya gemas.
"Aww...Bang, sakit tau!" Dini melotot ke arahku sambil mengusap kepalanya.
"Apa...mau la...," belum selesai kalimatku, mama melotot ke arah kami
"Sudah...Satria, Dini...bisa gak sehari saja gak ribut!"
"Ehmm..." papa berdehem sambil menatapku dan Dini yang duduk disebelahku. Kami paham, itu artinya papa tidak ingin ada keributan.
"Kali ini Mama serius, kamu sudah dewasa, sudah saatnya mencari pendamping. Bukan waktunya lagi pacaran-pacaran gak jelas." Mama menatapku dengan wajah menunjukkan kesungguhan.
"Ma, siapa yang pacaran gak jelas. Aku hanya belum menemukan seseorang yang pas, itu aja." Kilahku pada mama.
"Mau sampe kapan kamu mencari yang pas. Kamu itu sudah dewasa, sudah bekerja juga. Segeralah menikah, jangan ditunda-tunda. Menikah itu ibadah."
Aku menarik nafas, tiba-tiba selera makanku hilang. Huft, tumben mama membahas soal pernikahan, padahal sebelumnya tidak pernah. Apa memang aku sudah terlalu tua, hingga mama khawatir kalo aku gak laku. Hadeehh...jangankan cuma satu, sepuluh gadis juga bisa aku dapatkan kalau mau. Mama gak tau apa ya kalo anaknya yang ganteng ini banyak penggemar. Mulai dari rekan sesama guru yang masih single bahkan murid-murid perempuan di sekolah tempatku mengajar selalu cari-cari perhatian bila di dekatku. Tapi nyatanya sampai sekarang aku belum punya pacar, tepatnya belum menemukan yang klik di hati.
"Untuk saat ini aku belum mikir ke sana Ma. Lagian aku bisa cari sendiri, gak usah dijodoh-jodohkan segala."
"Satria, benar yang mama kamu bilang. Dulu Papa menikahi Mamamu di usia yang lebih muda dari kamu sekarang. Waktu itu Papa sudah bisa menafkahi Mama walau belum dapat pekerjaan tetap seperti sekarang. Jadi tidak ada alasan buat kamu untuk menunda menikah dalam kondisi kamu yang sudah mapan." Kali ini papa ikut bersuara. Kalau papa sudah turun tangan, berarti itu adalah perintah yang tak dapat terelakkan.
"Pokoknya Mama mau kamu kenalan dulu sama Rara, anak Tante Laras. Mama yakin kalian bisa cocok. Walau Mama sudah lama tidak bertemu dengannya tapi Mama ingat dulu waktu kecil Rara itu anak yang baik, lucu dan menggemaskan. Pastilah sekarang ia sudah dewasa dan makin cantik." Jelas mama panjang lebar.
Jadi mama belum tau Rara yang sekarang? Bagaimana kalo dia berubah, dulu boleh jadi dia lucu dan menggemaskan karena masih kecil. Lalu sekarang, setelah belasan tahun semua pasti berubah. Bagaimana kalo sekarang dia jadi gendut, bulat dan ah...tiba-tiba bayangan tokoh kartun doraemon yang gendut dan bulat menari-nari di mataku.
Kulihat Dini cekikikan menahan tawa ketika mendapatiku melamun. Dia pasti senang melihat aku terpojokkan. Dia segera beranjak dari kursi sebelum aku sempat menginjak kakinya. Dia berlalu sambil menjulurkan lidahnya ke arahku.
"Dini berangkat dulu Ma, Pa...Hari ini Dini pulangnya malam ada acara di kampus.Titip salam aja buat Tante Laras sama Rara, ya Ma?" Dini mencium tangan mama dan papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Imamku Nyebelin (Sudah Terbit)
RomanceSikap jutek yang sengaja ditunjukkan Rara untuk menggagalkan perjodohan dengan Satria, anak sahabat mamanya, ditanggapi oleh cowok itu dengan santai, bahkan keadaan berbalik. Sikap Satria yang jahil dan menyebalkan membuat Rara harus menghadapi cowo...