9. Salah Sasaran

2.8K 100 5
                                    

Kami makan dalam diam, aku masih be te dengan ulahnya. Tapi itu tidak mempengaruhi selera makanku. Prinsipku, hati boleh kesal, tapi urusan makan jalan terus. Rugi donk ya, makanan enak dianggurin. Apalagi gratis, kan dia yang bayar. Hihihi.

Pantas saja restoran ini banyak pengunjungnya, karena rasa makanannya enak, pasti chefnya handal. Kulihat Satria makan dengan lahapnya. Ternyata dia suka masakan pedas. Sama seperti aku. Eh, kalo aku sih makanan apa aja suka. Tidak pilih-pilih, kata mama nafsu makanku kelewat bagus. Tapi syukurlah badanku tidak mudah gemuk walau makan banyak, jadi gak perlu susah-susah diet. Hihihi.

"Ehmm...katanya sudah makan, doyan apa lapar?" Sindirnya, ketika melihatku makan dengan lahap.

Terserah dia mau menilai apa. Kalo memang dia illfeel setelah melihatku begini, ya itu lebih baik. Aku gak mau sok-sok jaim depan dia.

"Dua-duanya." Jawabku cuek. Dia tergelak.

"Makan yang banyak biar cepet gede." Dia terkekeh. Aku melongo.

Diih, apanya yang gede? Dia pikir, aku anak kecil apa! Bodo amat yang penting aku menikmati makanku.

"Pelan-pelan aja makannya, ntar kesedak." Katanya menyudahi makan.

Perasaan...dia yang cepat makannya, buktinya dia sudah habis, aku belum, padahal mulainya barengan. Dasar! Lelaki kalo makan gak pake kunyah kali, langsung telan. Pantesan cepat.

Plecing kangkung sama tempe penyetnya lumayan pedas, hingga aku berkali-kali minum disela-sela makan, kepedesan. Mungkin itu yang membuat makanku lambat.

"Uhk..." tenggorokankan pedih kesedak minum.

"Tuh kan, makanya kalo makan gak usah sambil ngedumel!" Ujarnya cemas. Tau aja dia, kalo aku makan sambil ngedumel. Tapi itu juga kan, gara-gara dia.

Satria berdiri disampingku kemudian menepuk-nepuk punggungku.

"Uhk..."

"Tarik nafas dalam-dalam, hembuskan pelan, trus minum lagi. Pelan-pelan aja." Katanya sambil menyodorkan air minum.Aku mengikuti instruksinya.Dia terus menepuk-nepuk punggungku dengan lembut. Aku jadi salah tingkah. Meskipun terkesan lebay, tapi aku merasakan bahwa perhatiannya tulus. Dia mengkhawatirkan aku. Aku bingung dengan sikapnya, terkadang manis, lembut, tapi lebih banyak menyebalkan.

"Gimana, sudah enakan?" Tanyanya sambil mengelus kepalaku. Aku mengangguk.

Duuh...dia ini kenapa sih, selalu memperlakukanku seperti anak kecil. Apa aku tidak terlihat seperti seorang gadis di matanya?

Tak lama, Rio si manager restoran kembali menghampiri kami dengan membawa map di tangan. Dia mengeluarkan beberapa brosur dari dalam map.

"Ini Mas, brosur untuk perjalanan ke Bali. Sekalian ini ada paket honeymoon yang sedang diskon. Siapa tau Masnya tertarik, nanti bisa hubungi kami." Katanya sembari menyodorkan brosur pada Satria, kemudian dia berlalu.

Satria tersenyum mengerling ke arahku. Kali ini kurasakan senyumannya berbeda. Senyum yang...entah. Dia melihat-lihat brosur itu kemudian memperlihatkan padaku.

"Kamu mau yang mana?" katanya pe de.

"Maksudnya?"

"Pilih hotelnya." Aku melotot. Dia tergelak.

"Jangan ke-pe de-an ya Bang! kita baru juga kenal sudah mikir honeymoon!"

"Hmm...berarti kalo kenalnya sudah agak lama, boleh ya?" katanya terkekeh.

Huuh kalau saja tidak sedang di tempat umum, habis kamu Bang! Rutukku kesal.

"Yuk, berangkat."Ajaknya setelah membayar. Aku mengikuti langkahnya dari belakang. Masih kesal dengan ulahnya.

Calon Imamku Nyebelin (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang