Beberapa minggu terakhir, rohku seakan terlempar ke jagat antah berantah. Di tengah hiruk pikuknya kota industri, rasanya kaki seperti berdiri di atas tanah lapang yang luas. Di sana ramai orang berkumpul, namun mereka berdiri di dalam dunianya masing-masing.
Aku? Hanya celingukan. Seperti orang dari luar dimensi. Segalanya mendadak tidak nyambung. Kemampuan bersosialisasiku bahkan menurun. Akhir pekan pun hanya diisi dengan rebahan. Tapi Rinjani tidak tinggal diam. Dia selalu memaksaku untuk melakukan gerakan perubahan.
Aku tidak tahu apakah acara nonton film sendirian bisa memberi perubahan atau tidak. Kuturuti saja salah satu ide anak itu. Daripada dia rewel. Ujung-ujungnya malah pamer, bahwa dibanding aku, dia lebih berjiwa seorang traveller.
"Abang cuma putus, tapi kelakuannya udah kaya duda abis ditinggal mati istri. Nonton kek, ke timezone kek. Maen perosotan kek, ke Cartenz kek. Jangan kaya orang susah deh." tukasnya minggu lalu.
Mulutnya memang pedas. Minta kusumpal galon! Tapi dia ada benarnya juga. Aku laki-laki. Di luar sana pasti banyak perempuan yang ngantri untuk kujadikan sebagai (minimal calon) istri.
Dengan nikmat, kujilati sisa topping matcha donat yang menempel di jari. Masa bodoh dengan harga diri. Ingat perkataan Rinjani malah membuatku emosi.
Kukirim foto antrian bioskop pada bocah itu. Sekalian mengaminkan doa dia kemarin. “Siapa tahu bang Awan ketemu jodoh. Kalau enggak, ya minimal dapat hiburan, lah.”
Aku sudah punya tiket. Film Bebas. Sepertinya bagus. Lumayan, nostalgia jaman SMA.
Eh tunggu!
Ini, sih, namanya bunuh diri. Sama saja menggali kenangan masa lalu. Ish!
“Duh!”
Aku tersentak. Tak sengaja sikuku menyenggol orang di depan.
“Duh maaf maaf mbakㅡ eh! Arunika?”
“Oh! Pak?” Aru terdiam, sesaat pandangannya seperti mencari sesuatu di belakangku.
“Sendirian kok saya. Kamu?”
“Sendiri juga, Pak.”
Senyumku otomatis mengembang. Kebetulan yang bagus. Tak apalah walaupun tidak ketemu jodoh. Setidaknya ketemu orang yang dikenal. Minimal, aku jadi tidak terlihat kesepian-kesepian amat.
•••
*Cartenz : Gunung Jaya Wijaya*
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH (RAWS Festival)
Short StorySiapapun kamu, apapun yang tengah kamu hadapi, aku ingin kamu membaca kisah-kisah ini. Kisah mereka yang bernasib sama denganmu, yang malangnya tak sebanding denganmu, atau yang tak ditakdirkan seberuntung kamu. Ini hanyalah potongan-potongan fase k...