“Nah! Beres!”
Bang Awan bertepuktangan kecil. Orang ini memang kadang suka kekanakan.
“Cuma buka pasang perban doang juga!”
“Bilang makasih, kek.”
“Iya, iya! Maaciw!”
“Iwh. Geli, dek. Kaya cabe-cabean ngomongnya, tau gak!”
Aku mendengkus mendengar perkataannya yang ngaco.
Tak berniat menimpali, aku memilih memperhatikannya yang sedang membereskan kotak obat-obatan untuk perawatan kakiku.
Setelah beres, ia menaruhnya di dekat nakas. Berjalan ke meja belajarku untuk mengambil laptop lalu duduk bersila di lantai.
Orang lain mungkin menyebut lelaki terhebat perempuan adalah ayahnya. Bagiku, Abanglah orangnya. Papa mungkin hebat di mata kami, tetapi aku tak pernah merasakan momen hebat yang dia lakukan.
Justru Abanglah yang berperan sebagai kakak, ayah, teman, pacar, bahkan ibu bagiku.
Setelah lulus SMA, dia bekerja sebagai buruh pabrik sambil kuliah untuk membantu Mama. Mulai dari biaya sekolahku hingga beli peralatan mendaki, dia yang tanggung. Meskipun Mama masih sanggup membiayai kami berdua, bang Awan memilih jalannya sendiri.
Termasuk ikut membantu Mbak Kirana yang kadang kesulitan finansial semasa kuliah, Abang selalu ada.
Aku bahkan pernah melihatnya diam-diam keluar dari warteg, tapi bilang sudah makan di McD sambil memesan seember fried chicken untukku, Mama dan Mbak Kirana.
Makanya aku marah besar, saat Mbak Kirana menyudahi hubungan mereka.
Butuh waktu lama untuknya bangkit. Bahkan hingga kini, aku tahu arah hidupnya tak sama seperti dulu lagi.
Aku mau dia bahagia. Seumur hidupnya, dia selalu berjuang demi orang lain.
Bahkan kini, untuk perempuan yang mulai membuatnya mau kembali terbuka, dia harus berjuang lebih.
“Bang, tidur gih.”
“Kerjaan dikit lagi. Tidur duluan aja.”
“Gak capek?”
“Besok weekend bisa rebahan.”
“Tidur sini aja gak apa-apa. Matiin lampunya nanti,” kataku.
Kututup seluruh tubuh dengan selimut. Entah bagaimana ekspresinya, aku tidak tahu.
Yang jelas ketika dia tidak menimpali omonganku, artinya dia sedang lelah.
Aku bisa melihat itu dari kantung mata dan pipinya yang lebih tirus.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH (RAWS Festival)
Short StorySiapapun kamu, apapun yang tengah kamu hadapi, aku ingin kamu membaca kisah-kisah ini. Kisah mereka yang bernasib sama denganmu, yang malangnya tak sebanding denganmu, atau yang tak ditakdirkan seberuntung kamu. Ini hanyalah potongan-potongan fase k...