Ada satu waktu di masa lalu yang seharusnya disesali oleh Leon, yaitu ketika dia menghancurkan hidup seorang gadis enam belas tahun. Sayangnya, dia malah bahagia karena lewat perempuan itu ia mempunyai seorang anak laki-laki, yang sayangnya lagi tidak dapat ia temui sampai saat ini. Seusai sidang cerai, keduanya benar-benar menjadi sosok asing. Anak laki-lakinya dibawa pergi, tidak diperkenankan untuk ia temui oleh sang mantan istri.
Sampai di suatu malam, ia terlalu gegabah hingga menabrak seorang anak laki-laki SMA saat ia pulang dari rumah sakit.
Yang ternyata adalah anaknya.
Ia mengetahui lewat Mbak Putri, asisten sekaligus manajer dari mantan istrinya. Ia ingin mengorek lebih dalam lagi kehidupan anak laki-lakinya yang terlihat penuh putus asa. Dalam benaknya dipenuhi ragam tanya.
Apa putranya tidak bahagia selama ini?
Lewat itu, Leon mengerahkan kekuatannya untuk mencari tahu sosok Kahfira Luthfi Dirgantara. Dari tempat laki-laki itu bersekolah sampai tempat tinggalnya.
Butuh waktu lumayan lama hingga dia bisa menggenapkan tekadnya menemui anak itu.
Dan hari ini ia bisa.
Waktu pulang sekolah sudah datang dan dari tempatnya duduknya saat ini, Leon dapat melihat kerumunan siswa yang mulai membubarkan diri. Leon lekas bangkit dan mendekati gerbang sekolah, takut bila ia kehilangan jejak putranya.
Kemudian, Leon menemukannya.
Dewa yang tidak memakai helm sedang melajukan motornya menuju gerbang. Leon lekas berdiri di tengah dan tersenyum lebar menghalangi laki-laki itu. Dewa kelihatan bingung menatapnya.
“Kenapa, Om?”
“Kahfira Luthfi Dirgantara, 'kan?”
Dewa mengangguk. Masih bingung.
Leon kian melebarkan senyumannya.
Saya ayah kamu. “Bisa turun dari motormu sebentar?”
Dewa tampak waspada. “Sebenarnya ada apa?”
“Saya orang yang menabrak kamu tempo waktu, sekitar dua atau tiga minggu lalu. Saya hanya ingin menyampaikan maaf karena waktu itu tidak sempat. Dan Mbakmu melarang saya bertemu kamu.” Leon menjelaskan tanpa menyinggung bahwa ia adalah ayah dari lelaki itu.
Dewa tampak mengingat sebelum mengangguk paham. “Ah, iya. Nggak apa-apa sebenarnya. Om juga nggak perlu susulin saya ke sini. Malahan saya udah lupa sama kejadian itu loh.” Dewa tersenyum singkat. Ia menunggu pria di depannya menyingkir sehingga dia bisa melajukan motornya lagi. Namun, Leon bergeming sampai Dewa kembali membuka suara. “Ada apa lagi, Om?”
“Saya ingin meneraktir kamu makan di sebuah kafe sebagai permintaan maaf. Tapi, kamu punya waktu sekarang?” Leon mengajukannya tanpa tendeng aling lagi. Ia sudah bersusah payah menahan gejolak bahagia kala melihat putranya lagi setelah sekian tahun berlalu. Meski Dewa sama sekali tidak mengenalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After You've Gone
Teen FictionBelasan tahun, Adera habiskan untuk mengabaikan putra semata wayangnya. Membiarkan anaknya hidup dalam kesepian, menjadikan laki-laki itu alasan untuk segala kesalahan yang pernah dia lakukan bersama seseorang. Sampai dia sadar, kesalahannya cukup...