Mbak Putri
Are you okay? Kamu baik-baik aja? Kenapa belum pulang?Pesan itu datang sejak dua jam lalu, tapi tidak diindahkan oleh Dewa, ia sedang menemani Firsa untuk makan malam lantas mengantar gadis itu pulang. Sementara dirinya menyusuri jalanan kota sesudahnya dengan jalan kaki. Dewa menolak untuk diantar ayah Firsa pulang dan berdalih sudah ada yang menjemputnya di depan kompleks.
Dewa berdiri di depan lampu merah. Memandang jejeran motor dan mobil yang menunggu lampu lalu lintas berubah warna. Laki-laki itu mengepalkan tangan dengan erat. Hari ini dia belajar, bahwa di antara kematian yang diharapkannya, ada sebagian manusia yang berjuang mati-matian untuk tetap hidup. Tadi, Dewa sempat mengikuti Firsa masuk ke ruang perawatan sang kakak kelas. Dari itu ia melihat, sebuah perjuangan untuk tetap bernapas, juga orang-orang di sekitarnya yang sama kerasnya berjuang agar orang yang ia sayang tetap di sisi.
Dewa membuang napas dan memundurkan langkahnya kala sebuah motor kurang ajar menerobos begitu saja, hampir melindas ujung sepatunya. Dewa mengutuk sejenak. Lampu lalu lintas sudah berganti hijau, perlahan-lahan barisan kendaraan itu melaju menuju tujuannya masing-masing. Namun, baru akan berbalik badan, getar samar dari ponsel di genggamannya kembali terasa. Kali ini berturut-turut sebanyak tiga kali.
Dewa mengurungkan niatnya dan memilih untuk membuka pesan tersebut.
Mbak Putri
Dedew, kamu di mana? Balas dong.
Bunda kamu lagi sakit. Agak demam sih, biasanya kalau lagi gitu, Bunda kamu jadi pengen makan nasi goreng. Kamu bisa tolong beliin? Mbak yakin kamu masih di jalan.
Mbak tunggu. Hati-hati.Bunda sakit.
Dua kata itu mampu menyihir Dewa untuk mengedarkan pandangannya mencari penjual nasi goreng, sampai laki-laki itu temukan gerobak penjual nasi goreng di antara motor-motor yang terparkir sepanjang trotoar. Lokasinya ada di seberang jalan, dan tentu saja membuat Dewa merutuk kesal berkali-kali sebab harus menunggu laju kendaraan di depannya agak mereda.
Dewa selalu mencemaskan Bunda, meski wanita itu tidak pernah memikirkannya sama sekali. Dewa tidak bisa berhenti khawatir tatkala wanita itu jatuh sakit, entah karena cuaca yang berubah-ubah atau karena kelelahan syuting. Pernah suatu hari di masa lalu, Bunda demam tinggi lantaran pulang di dini hari yang diguyur hujan lebat, Dewa menemani Bunda. Terjaga sampai pagi hanya untuk duduk mengamati wajah Bunda dan sesekali mengganti kompresan.
Kali ini masih sama. Kekhawatiran itu tetap ada meski Bunda menolaknya dengan sadis.
Sesudah berhasil menyeberangi jalan dan menghampiri penjual nasi goreng untuk memesan, Dewa duduk di bangku panjang sambil memainkan ponselnya. Mengirim pesan balasan pada Mbak Putri yang langsung saja perempuan itu balas dalam sekejap. Tak tanggung-tanggung Mbak Putri juga melakukan panggilan telepon.
“Kamu di mana? Ini udah malem banget loh.”
“Kan kata Mbak beli nasi goreng.”
“Bukan itu maksud Mbak, Dew, kamu daritadi sore ke mana aja? Biasanya jam empat kamu udah ada di rumah loh.” Jeda sebentar. “Jaket kamu ketinggalan di mobil. Udah Mbak cuci juga.”
KAMU SEDANG MEMBACA
After You've Gone
Teen FictionBelasan tahun, Adera habiskan untuk mengabaikan putra semata wayangnya. Membiarkan anaknya hidup dalam kesepian, menjadikan laki-laki itu alasan untuk segala kesalahan yang pernah dia lakukan bersama seseorang. Sampai dia sadar, kesalahannya cukup...